Minggu, 20 November 2011

sensasi bercinta dengan nenek-nenek

Nenek Neli pemilik rumah
yang kutempati (kost) adalah
nenek yang yang mengerti
benar arti kecantikan wanita,
itu menurut pandanganku.
Usianya kira-kira 60-an,
gerak-geriknya lembut dan
gurat-gurat kecantikannya
masih terlihat jelas. Kalau
kubanding-bandingkan,
wajah Nenek Neli persis
seperti bintang sinetron RE.
Dengan kulit putih bersih dan
terawat. Bagaimana tidak
kelihatan bersih ni nenek,
setiap minggu mandi susu,
luluran dan perawatan
kecantikan lainnya. Jadi
pantaslah kecantikan masih
memancar dan usia tuanya
tidak begitu kelihatan.
Di rumahnya, Nenek Neli
tinggal sendiri ditemani dua
orang pembantu serta 3
kamar di lantai atas
dikoskan. Anak-anak Nenek
Neli ada 2 orang, Ibu Riri dan
Ibu Rosa, sudah menikah tapi
tinggal di lain kota. Aku, Ari
dan Reni adalah anak-anak
kostnya. Kami sebagai anak
kost memang kompak bertiga
dan sudah lama kost di
rumah Nenek Neli. Sehingga
kami bertiga ini sudah
seperti keluarga atau ya
sebut saja cucunya Nenek
Neli. Selama kami tinggal,
terutama aku, memang tidak
ada pengalaman (sex) yang
seru. Tapi sore itu, aku
mendapat suatu pengalaman
sex baru. Berhubungan sex
dengan nenek-nenek, Nenek
Neli! Nah.., begini ceritanya.
Aku (Jojo, 20 tahun) sampai
di tempat kost jam 4 sore.
Sepi, karena 2 orang
tetangga kostku pulang ke
rumahnya, mereka
menghabiskan libur kuliahnya
di rumah masing-masing. Aku
memang ada rencana pulang,
mungkin 2-3 hari lagi. Kulihat
Nenek Neli sedang merawat
bonsai-bonsainya.
“Sore… Nek.” kataku sambil
menghampirinya.
“O.., Nak Jo, udah pulang
rupanya.”
Asyik sekali kelihatan Nenek
Neli dengan bonsai-
bonsainya. Hobynya yang
satu ini memang cocok
dengan pribadi Nenek Neli.
Resik dan anggun, bagaikan
bonsai peliharaannya.
Karena capek dan Nenek Neli
kelihatan asyik dengan
bonsainya, aku pamit mau
istirahat di kamar.
Pelan-pelan kunaiki anak
tangga, menuju kamarku.
Wah.., terasa sekali sepinya,
biasanya sore-sore begini
kami berkumpul sambil
becanda-canda, terutama
sama si Big Beautiful, Reni.
Walaupun Reni ini bodynya
bomber (beratnya 80 kg
kurang lebih sih), wajahnya
lumayan cantik juga. Gendut
tapi wajahnya tidak terlalu
bulat, pokoknya cantik deh.
Gila! kok bisa ngelamunin
Reni. Entah karena
ngelamunin Reni atau memang
nafsuku lagi kumat,
kulepaskan celana, yang
tinggal hanya CD-ku saja.
Gundukan celana dalamku
makin membesar, penisku
tegang! Sakit juga rasanya,
akhirnya kulepaskan CD-ku,
telanjang bulat! Kumainkan
penisku, kukocokin penisku
sambil membayangkan
menyenggamai si gendut
Reni.
Tiba-tiba.., “Ceklek…
kreeeit..,” pintu kamarku
terbuka (aku lupa mengunci
pintunya).
“Weleh-weleh.., Nak Jo, Nak
Jo. Barang gede gitu kok
dianggurin, sini masukin
lubang Nenek aja..!”
Kaget sekali aku, tidak tahu
rasanya, antara malu dan
birahiku masih telentang
bugil di tempat tidur. Tapi
Nenek Neli dengan cueknya
malah melangkah masuk ke
kamar, menghampiriku.
Rupanya dari tadi dia sudah
menonton acara ngocokku.
Dan aku benar-benar tidak
menyangka akan ucapannya.
“Ngentot Nenek Neli..?”
“Siapa takut..!?”
Nah, ini yang kumaksud
pengalaman baru dan
membuat pribadi sex-ku
berubah. Di kemudian hari,
aku hanya senang
berkencan (bersenggama)
dengan wanita yang usianya
di atas usiaku. Kalau tidak
tante-tante, ya… nenek-
nenek. Dan yang pasti melalui
Nenek Neli lah aku
dikenalkan dengan teman-
temannya. Pokoknya lebih
asyik begituan dengan
nenek-nenek, liang
vaginanya keset dan agak
sempit lah..!
Penis besarku dielus-elus
sama Nenek Neli, lembut
sekali. Kuraba susu Nenek
Neli (Nenek Neli masih
memakai daster tipis),
lumayan besar (bulat
lonjong) tapi agak turun.
Wajah kami sudah demikian
dekatnya, penisku masih
dipegangnya sambil dikocok.
Gurat-gurat wajah Nenek
Neli kelihatan menampakkan
wajah tuanya. Tapi who
care..! Yang kulihat
sekarang, Nenek Neli benar-
benar bagaikan pacarku
(gadis 20 tahunan), sintal
dan menggairahkan! Dan
yang pasti akan kugituin dia
habis-habisan..!
Posisi kami masih berdiri,
tapi sekujur tubuh kami
sudah tidak terbalut sehelai
pakaian pun, los polos…
telanjang bulat! Tubuh Nenek
Neli yang putih mengelinjang
kegelian ketika susu
besarnya kuhisap-hisap,
kugigit dan kutarik-tarik
puting susunya.
“Uh.. hh… aduh… biyung… geli
aku..!” teriaknya tertahan
oleh birahi.
Susu Nenek Neli
mengelonjor, makin turun
bergoyang-goyang. Lidahku
makin liar menjalar-jalar
menjelajahi lekuk tubuh
Nenek Neli yang putih mulus.
Puas bermain di puting
susunya, lidahku menjelajah
turun ke bawah gunung
kembar Nenek Neli. Perutnya
sedikit turun, bergelombang
bagaikan sisa ombak di
pesisir pantai. Sungguh
semakin membuat birahiku
bergejolak. Bulu-bulu
kemaluannya masih terlihat
lebat dan kelihatan bibir
vaginanya sedikit
menyembul, bagaikan
jengger ayam.
“Wow.., bener-bener terawat
luar dalam ini Nenek.”
batinku.
Walaupun lemak sedikit
menggumpal di perutnya, tapi
kulit nenek masih gres,
mulus sampai liang
vaginanya pun bersih
terawat, terlihat berwarna
merah segar kemudaan.
“Shrup… shrup… cop… cop…”
bunyi lidahku menari-nari
menghisap lubang kemaluan
Nenek Neli.
“Uh… uh… oohhh trus trus…
Nak, aduh… nikmatnya…
iihh..!” badan Nenek Neli
meliuk-liuk menahan
kegelian.
Vagina Nenek Neli basah
oleh ludahku. Mungkin yang
namanya monupouse
(berakhirnya kelenjar pelicin)
ya.. ini, vagina Nenek Neli
sama sekali tidak
mengeluarkan cairan.
“Bu… ibu…” tiba-tiba si Sum,
pembantu Nenek Neli
memanggil-manggil.
“Brengsek..!” umpatku kesal.
Gimana tidak kesel, lagi mau
masukin vagina Nenek Neli,
eh… si Sum manggil tuannya.
Bergegas Nenek Neli
merapihkan pakaian dan
rambutnya yang acak-
acakan.
Sambil tersenyum, dia
berbisik, “Kamu pinter… Nak.
Nanti malam kita terusin ya…
Sayang..?”
Nenek Neli bergegas turun
dan tidak lupa mengecup
pipiku mesra. Samar-samar
kudengar alasan Nenek Neli
kepada Sum, dia di kamar
atas dari tadi mengecek
kamar anak-anak kost.
Busyet, si nenek pintar
bohong juga.
Jam di kamarku menunjukkan
pukul 09.00 malam. Lampu-
lampu di ruang tamu dan
kamar pembantu mulai
dipadamkan. Sepertinya
kedua pembantu Nenek Neli
sudah mulai tidur. Kecapean
kali dari pagi kerja beberes
rumah. Sepi sesekali
terdengar bunyi jangkrik
bersahutan. Aku sudah tidak
sabar menunggu Nenek Neli.
Acara TV di kamarku tidak
lagi menarik perhatianku.
Sayup-sayup kudengar
langkah kaki menaiki tangga.
“Sstt… Nak Jojo… ini
Nenek…” bergegas kubuka
pintu kamarku, kupeluk erat
nenek seksiku ini.
“Nek…kog lama sih…, Jojo
udah nggak tahan nih!”
kataku sambil kutunjukkan
penisku yang sudah
terangsang berat.
Aku memang sengaja
telanjang bulat menunggu
kedatangan Nenek Neli.
“Ih… gedenya!” dipegangnya
penisku.
“Ya… Nenek juga udah
pengin ngerasain punya
kamu, Jo. Rasanya gimana
ya… kalo punya kamu yang
gede itu masuk ke Nenek..?
Aduh… ngebayangin aja
rasanya udah cekot-cekot…”
katanya sambil pakaiannya
dilepas.
Yang menempel hanya
kutang dan celana dalam
berwarna hitam. Seksi sekali!
Sekarang badan kami
menempel erat, bergumul di
tempat tidurku. Ujung
penisku yang terangsang
berat diusap, diremas,
pokoknya geli habis deh..!
Badanku menggelinjang
menahan geli. Bibir kami
saling bercumbu, menggigit
dengan nafsu yang membara.
Sambil puting buah Dada
Nenek Neli kupilin-pilin.
“Aduh… Nak… uuh… sini
gantian, Nenek mau hisap
punya kamu..!” dengan cepat
Nenek Neli bergerak turun
mencari penisku yang masih
tegak.
Ujung-ujung penisku
dijilatinya.
“Uh… ah… ah… sstt… Nek…
ah… enak sekali Nek…”
suaraku tertahan menahan
geli yang sangat.
Mendengar eranganku,
Nenek Neli semakin bernafsu
memainkan lidahnya. Dari
ujung penis, lidahnya
menjilat-jilat batang
kemaluanku, terus… terus…
sampai dua pelorku pun tidak
luput dari jilatannya. Kedua
pelorku dihisap dan
dikulumnya.
“Ssttt… uuh… geli… Nek..,”
tidak kuat aku menahan geli.
Busyet! Nenek Neli benar-
benar jago. Baru kali ini aku
merasakan sensasi sex
yang begitu hebat. Tua-tua
keladi nenek ini, makin tua
makin HOT.
“Srupp… sruppp… ssstt…
ssstt…” suaranya
kedengaran seperti
kepedasan.
Mulut Nenek Neli terbuka
lebar memasukkan penisku,
karaoke! Geli sekali batang
penisku bergesekan dengan
giginya. Uh… tambah geli aku,
begitu ujung penisku digigit-
gigitnya.
“Nek… Jojo… nggak tahan…
Jojo mau masukin ya..?”
Pelan-pelan penisku dilepas,
Nenek Neli telentang di sisi
tempat tidur dengan kaki
terbuka lebar
(mengangkang). Lubang
vaginanya terbuka lebar,
siap melumat batang penisku.
Ujung penisku mulai
menyentuh bibir
kemaluannya.
Dari atas, vaginanya yang
terbuka terlihat menyembul
sedikit lubang kencing Nenek
Neli. Kugesek-gesekkan dulu
penisku ke biji kacangnya.
“Uh… uh… geli… oohh… nak
Jo… Nenek udah nggak
tahan..!”
Kemudian erangannya
berganti menjadi, “Ah… aah…
aduh… Nak…” ketika penisku
menerobos masuk ke dalam
vagina Nenek Neli.
Pertama masuk vaginanya
sedikit tertahan (kering),
karena cairan kemaluannya
tidak seperti gadis belasan
tahun, baru ciuman saja
sudah deras muncrat. Vagina
Nenek Neli kering-kering
nikmat, bagaikan
bersenggama dengan
perawan ting-ting.
“Blep… plak… plak… blep…”
bersahutan-sahutan bunyi
batang kemaluanku beradu,
sambil masih kupegang
kedua kakinya naik ke atas
membentuk huruf V.
Mata Nenek Neli meram melek
menahan gejolak kenikmatan.
Kupandangi wajahnya,
sedikit mehanan nyeri,
tersenyum. Buah dadanya
bergoyang naik turun, kiri…
kanan.., seiring penisku
menghujam masuk keluar
lubang vaginanya. Terasa
ngilu penisku di dalam,
rupanya Nenek Neli sengaja
mempermainkan liangnya.
“Uuh… oohh.. jepitannya
enak sekali Nek..!”
eranganku pertanda Nenek
Neli akan mengakhiri
permainan ini.
“Aahhh… Jo… Nenek… oohh…
aduhhh… keluar… oohh..”
Gesekan penisku semakin
keras maju mundur, liang
senggama Nenek Neli
berdenyut-denyut menjepit
batang kemaluaku sambil
tangannya mencengkram
sprei tempat tidur. Terasa
cairan hangat membasahi
penisku. Aku sudah tidak
tahan, seolah-olah ada
dorongan yang begitu hebat
di dalam diriku. Semakin
keras kupompa vagina
Nenek Neli, semakin keras
dorongan yang kurasakan.
Ah.., rasanya spermaku akan
tumpah keluar.
“Sekarang… Nek… oohhh…
Jooo… mo keluar… aahh..!”
spermaku muncrat
membasahi dalam lubang
vagina Nenek Neli.
Basah dan hangat sekali.
Berkedut-kedut vagina
Nenek Neli. Batang
kemaluanku masih setia
terbenam di dalam lubang
kenikmatannya. Nenek Neli
tersenyum senang sambil
memencet hidungku.
Lama kami saling terkapar di
tempat tidur. Nenek Neli
merasa tidak kuat turun dari
kamarku. Sambil tidur-
tiduran, kami saling terbuka
menceritakan pribadi masing-
masing. Hangat sekali malam
ini dikeloni oleh Nenek Neli.
Dia mengharapkan supaya
aku mau terus kost di
rumahnya (gratis tentunya).
Dan suatu saat, dia akan
mengenalkanku dengan
teman-teman yang sehoby
dengan Nenek Neli. Aku
hanya mengangguk di
dekapan Nenek Neli.

Tidak ada komentar: