Senin, 21 November 2011

Beni,lusy dan riri

Ceritaku ini dimulai,
waktu aku SMA kelas 3,
waktu itu aku baru
sebulan tinggal sama
ayah tiriku. Ibu menikah
dengan orang ini karena
karena tidak tahan
hidup menjanda lama-
lama. Yang aku tidak
sangka-sangka
ternyata ayah tiriku
punya 2 anak cewek
yang keren dan seksi
habis, yang satu
sekolahnya sama
denganku, namanya
Lusi dan yang satunya
lagi sudah kuliah,
namanya Riri. Si Lusi
cocok sekali kalau
dijadikan bintang iklan
obat pembentuk tubuh,
nah kalau si Riri paling
cocok untuk iklan BH
sama suplemen
payudara.
Sejak pertama aku
tinggal, aku selalu
berangan-angan bahwa
dapat memiliki mereka,
tapi angan-angan itu
selalu buyar oleh
berbagai hal. Dan siang
ini kebetulan tidak ada
orang di rumah selain
aku dengan Lusi, ini juga
aku sedang kecapaian
karena baru pulang
sekolah. “Lus! entar
kalau ada perlu sama
aku, aku ada di kamar,”
teriakku dari kamar.
Aku mulai menyalakan
komputerku dan karena
aku sedang suntuk, aku
mulai dech surfing ke
situs-situs porno
kesayanganku, tapi
enggak lama kemudian
Lusi masuk ke kamar
sambil bawa buku,
kelihatannya dia mau
tanya pelajaran. “Ben,
kemaren kamu udah
nyatet Biologi belom,
aku pinjem dong!”
katanya dengan suara
manja. Tanpa
memperdulikan
komputerku yang
sedang memutar film
BF via internet, aku
mengambilkan dia buku
di rak bukuku yang
jaraknya lumayan jauh
dengan komputerku.
“Lus..! nich bukunya,
kemarenan aku udah
nyatet,” kataku.
Lusi tidak
memperhatikanku tapi
malah memperhatikan
film BF yang sedang di
komputerku.
“Lus.. kamu bengong
aja!” kataku pura-pura
tidak tahu.
“Eh.. iya, Ben kamu
nyetel apa tuh! aku
bilangin bonyok loh!”
kata Lusi.
“Eeh.. kamu barusan kan
juga liat, aku tau kamu
suka juga kan,” balas
aku.
“Mending kita nonton
sama-sama, tenang aja
aku tutup mulut kok,”
ajakku berusaha
mencari peluang.
“Bener nich, kamu
kagak bilang?” katanya
ragu.
“Suwer dech!” kataku
sambil mengambilkan
dia kursi.
Lusi mulai serius
menonton tiap adegan,
sedangkan aku serius
untuk terus menatap
tubuhnya.
“Lus, sebelum ini kamu
pernah nonton bokep
kagak?” tanyaku.
“Pernah, noh aku punya
VCD-nya,” jawabnya.
Wah gila juga nich
cewek, diam-diam nakal
juga.
“Kalau ML?” tanyaku
lagi.
“Belom,” katanya,
“Tapi.. kalo sendiri sich
sering.”
Wah makin berani saja
aku, yang ada dalam
pikiranku sekarang
cuma ML sama dia.
Bagaimana caranya si
“Beni Junior” bisa puas,
tidak peduli saudara tiri,
yang penting nafsuku
hilang.
Melihat dadanya yang
naik-turun karena
terangsang, aku jadi
semakin terangsang,
dan batang kemaluanku
pun makin tambah
tegang.
“Lus, kamu terangsang
yach, ampe napsu gitu
nontonnya,” tanyaku
memancing.
“Iya nic Ben, bentar
yach aku ke kamar
mandi dulu,” katanya.
“Eh.. ngapain ke kamar
mandi, nih liat!” kataku
menunjuk ke arah
celanaku.
“Kasihanilah si Beni
kecil,” kataku.
“Pikiran kamu jangan
yang tidak-tidak dech,”
katanya sambil
meninggalkan kamarku.
“Tenang aja, rumah kan
lagi sepi, aku tutup
mulut dech,” kataku
memancing.
Dan ternyata tidak ia
gubris, bahkan terus
berjalan ke kamar
mandi sambil tangan
kanannya meremas-
remas buah dadanya
dan tangan kirinya
menggosok-gosok
kemaluannya, dan hal
inilah yang membuatku
tidak menyerah. Kukejar
terus dia, dan sesaat
sebelum masuk kamar
mandi, kutarik
tangannya, kupegang
kepalanya lalu kemudian
langsung kucium
bibirnya. Sesaat ia
menolak tapi kemudian
ia pasrah, bahkan
menikmati setiap
permainan lidahku. “Kau
akan aku berikan
pengalaman yang paling
memuaskan,” kataku,
kemudian kembali
melanjutkan
menciumnya.
Tangannya membuka
baju sekolah yang
masih kami kenakan
dan juga ia membuka
BH-nya dan meletakkan
tanganku di atas
dadanya, kekenyalan
dadanya sangat
berbeda dengan gadis
lain yang pernah
kusentuh.
Perlahan ia membuka
roknya, celanaku dan
celana dalamnya. “Kita
ke dalam kamar yuk!”
ajaknya setelah kami
berdua sama-sama
bugil, “Terserah
kaulah,” kataku,
“Yang penting kau akan
kupuaskan.” Tak
kusangka ia berani
menarik penisku sambil
berciuman, dan
perlahan-lahan kami
berjalan menuju
kamarnya. “Ben, kamu
tiduran dech, kita pake
’69′ mau tidak?”
katanya sambil
mendorongku ke
kasurnya. Ia mulai
menindihku, didekatkan
vaginanya ke mukaku
sementara penisku
diemutnya, aku mulai
mencium-cium
vaginanya yang sudah
basah itu, dan aroma
kewanitaannya
membuatku semakin
bersemangat untuk
langsung memainkan
klitorisnya.
Tak lama setelah
kumasukkan lidahku,
kutemukan klitorisnya
lalu aku menghisap,
menjilat dan kadang
kumainkan dengan
lidahku, sementara
tanganku bermain di
dadanya. Tak lama
kemudian ia
melepaskan
emutannya. “Jangan
hentikan Ben.. Ach..
percepat Ben, aku mau
keluar nich! ach.. ach..
aachh.. Ben.. aku ke..
luar,” katanya
berbarengan dengan
menyemprotnya cairan
kental dari vaginanya.
Dankemudian dia lemas
dan tiduran di
sebelahku.
“Lus, sekali lagi yah, aku
belum keluar nich,”
pintaku.
“Bentar dulu yach, aku
lagi capek nich,”
jelasnya.
Aku tidak peduli kata-
katanya, kemudian aku
mulai mendekati
vaginanya.
“Lus, aku masukkin
sekarang yach,” kataku
sambil memasukkan
penisku perlahan-lahan.
Kelihatannya Lusi
sedang tidak sadarkan
diri, dia hanya terpejam
coba untuk beristirahat.
Vagina Lusi masih
sempit sekali, penisku
dibuat cuma diam
mematung di pintunya.
Perlahan kubuka dengan
tangan dan terus
kucoba untuk
memasukkannya, dan
akhirnya berhasil
penisku masuk
setengahnya, kira-kira 7
cm.
“Jangan Ben.. entar aku
hamil!” katanya tanpa
berontak.
“Kamu udah mens
belom?” tanyaku.
“Udah, baru kemaren,
emang kenapa?”
katanya.
Sambil aku masukkan
penisku yang setengah,
aku jawab
pertanyaannya,
“Kalau gitu kamu kagak
bakal hamil.”
“Ach.. ach.. ahh..! sakit
Ben, a.. ach.. ahh, pelan-
pelan, aa.. aach..
aachh..!” katanya
berteriak nikmat.
“Tenang aja cuma
sebentar kok, Lus
mending doggy style
dech!” kataku tanpa
melepaskan penis dan
berusaha memutar
tubuhnya.
Ia menuruti kata-
kataku, lalu mulai
kukeluar-masukkan
penisku dalam
vaginanya dan kurasa ia
pun mulai terangsang
kembali, karena
sekarang ia merespon
gerakan keluar-
masukku dengan
menaik-turunkan
pinggulnya.
“Ach.. a.. aa ach..”
teriaknya.
“Sakit lagi Ben.. a.. aa..
ach..”
“Tahan aja, cuma
sebentar kok,” kataku
sambil terus bergoyang
dan meremas-remas
buah dadanya.
“Ben,. ach pengen.. ach..
a.. keluar lagi Ben..”
katanya.
“Tunggu sebentar yach,
aku juga pengen nich,”
balasku.
“Cepetan Ben, enggak
tahan nich,” katanya
semakin menegang.
“A.. ach.. aachh..! yach
kan keluar.”
“Aku juga Say..” kataku
semakin kencang
menggenjot dan
akhirnya setidaknya
enam tembakan
spermaku di dalam
vaginanya.
Kucabut penisku dan
aku melihat seprei,
apakah ada darahnya
atau tidak? tapi tenyata
tidak.
“Lus kamu enggak
perawan yach,”
tanyaku.
“Iya Ben, dulu waktu
lagi masturbasi
nyodoknya kedaleman
jadinya pecah dech,”
jelasnya.
“Ben ingat loh, jangan
bilang siapa-siapa, ini
rahasia kita aja.””Oh
tenang aja aku bisa
dipercaya kok, asal lain
kali kamu mau lagi.”
“Siapa sih yang bisa
nolak ‘Beni Junior’,”
katanya mesra.
Setelah saat itu
setidaknya seminggu
sekali aku selalu
melakukan ML dengan
Lusi, terkadang aku
yang memang sedang
ingin atau terkadang
juga Lusi yang sering
ketagihan, yang asyik
sampai saat ini kami
selalu bermain di rumah
tanpa ada seorang pun
yang tahu, kadang
tengah malam aku ke
kamar Lusi atau
sebaliknya, kadang juga
saat siang pulang
sekolah kalau tidak ada
orang di rumah.
Kali ini kelihatannya Lusi
lagi ingin, sejak di
sekolah ia terus
menggodaku, bahkan ia
sempat membisikkan
kemauannya untuk ML
siang ini di rumah, tapi
malangnya siang ini
ayah dan ibu sedang
ada di rumah sehingga
kami tak jadi melakukan
ini. Aku menjanjikan
nanti malam akan main
ke kamarnya, dan ia
mengiyakan saja,
katanya asal bisa ML
denganku hari ini ia
menurut saja
kemauanku.
Ternyata sampai malan
ayahku belum tidur
juga, kelihatannya
sedang asyik menonton
pertandingan bola di TV,
dan aku pun tidur-
tiduran sambil
menunggu ayahku
tertidur, tapi malang
malah aku yang tertidur
duluan. Dalam mimpiku,
aku sedang dikelitiki
sesuatu dan berusaha
aku tahan, tapi
kemudian sesuatu
menindihku hingga aku
sesak napas dan
kemudian terbangun.
“Lusi! apa Ayah sudah
tidur?” tanyaku melihat
ternyata Lusi yang
menindihiku dengan
keadaan telanjang.
“kamu mulai nakal Ben,
dari tadi aku tunggu
kamu, kamu tidak
datang-datang juga.
kamu tau, sekarang
sudah jam dua, dan
ayah telah tidur sejak
jam satu tadi,” katanya
mesra sambil
memegang penisku
karena ternyata celana
pendekku dan CD-ku
telah dibukanya.
“Yang nakal tuh kamu,
Bukannya permisi atau
bangunin aku kek,”
kataku.
“kamu tidak sadar yach,
kamu kan udah bangun,
tuh liat udah siap kok,”
katanya sambil
memperlihatkan
penisku.
“Aku emut yach.”
Emutanya kali ini terasa
berbeda, terasa begitu
menghisap dan
kelaparan.
“Lus jangan cepet-cepet
dong, kasian ‘Beni
Junior’ dong!”
“Aku udah kepengen
berat Ben!” katanya lagi.
“Mending seperti biasa,
kita pake posisi ’69′
dan kita sama-sama
enak,” kataku sembil
berputar tanpa
melepaskan emutannya
kemudian sambil terus
diemut.
Aku mulai menjilat-jilat
vaginanya yang telah
basah sambil tanganku
memencet-mencet
payudaranya yang
semakin keras, terus
kuhisap vaginanya dan
mulai kumasukkan
lidahku untuk mencari-
cari klitorisnya.
“Aach.. achh..”desahnya
ketika kutemukan
klitorisnya.
“Ben! kamu pinter
banget nemuin itilku, a..
achh.. ahh..”
“kamu juga makin
pinter ngulum ‘Beni’
kecil,” kataku lagi.
“Ben, kali ini kita tidak
usah banyak-banyak
yach, aa.. achh..”
katanya sambil
mendesah.
“Cukup sekali aja
nembaknya, taapi.. sa..
ma.. ss.. sa.. ma.. maa
ac.. ach..” katanya
sambil menikmati
jilatanku.
“Tapi Ben aku.. ma.. u..
keluar nich! Ach.. a..
aahh..” katanya sambil
menegang kemudian
mengeluarkan cairan
dari vaginanya.
“Kayaknya kamu harus
dua kali dech!” kataku
sambil merubah posisi.
“Ya udah dech, tapi
sekarang kamu
masukin yach,” katanya
lagi.
“Bersiaplah akan aku
masukkan ini
sekarang,” kataku
sambil mengarahkan
penisku ke vaginanya.
“Siap-siap yach!”
“Ayo dech,” katanya.
“Ach.. a.. ahh..”
desahnya ketika
kumasukkan penisku.
“Pelan-pelan dong!”
“Inikan udah pelan Lus,”
kataku sambil mulai
bergoyang.
“Lus, kamu udah
terangsang lagi belon?”
tanyaku.
“Bentar lagi Ben,”
katanya mulai
menggoyangkan
pantatnya untuk
mengimbangiku, dan
kemudian dia menarik
kepalaku dan memitaku
untuk sambil
menciumnya.
“Sambil bercumbu dong
Ben!”
Tanpa disuruh dua kali
aku langsung
mncumbunya, dan aku
betul-betul menikmati
permainan lidahnya
yang semakin mahir.
“Lus kamu udah punya
pacar belom?”
tanyaku.”Aku udah tapi
baru abis putus,”
katanya sambil
mendesah.
“Ben pacar aku itu
enggak tau loh soal
benginian, cuma kamu
loh yang beginian sama
aku.”
“Ach yang bener?”
tanyaku lagi sambil
mempercepat
goyangan.
“Ach.. be.. ner.. kok Ben,
a.. aa.. ach.. achh,”
katanya terputus-
putus.
“Tahan aja, atau kamu
mau udahan?” kataku
menggoda.
“Jangan udahan dong,
aku baru kamu bikin
terangsang lagi, kan
kagak enak kalau
udahan, achh.. aa.. ahh..
aku percepat yach Ben,”
katanya.
Kemudian mempercepat
gerakan pinggulnya.
“Kamu udah ngerti
gimana enaknya, bentar
lagi kayaknya aku bakal
keluar dech,” kataku
menyadari bahwa
sepermaku sudah
mengumpul di ujung.
“Achh.. ach.. bentar lagi
nih.”
“Tahan Ben!” katanya
sambil mengeluarkan
penisku dari vaginanya
dan kemudian
menggulumnya sambil
tanganya mamainkan
klitorisnya.
“Aku juga Ben, bantu
aku cari klitorisku dong!”
katanya menarik
tanganku ke vaginanya.
Sambil penisku terus
dihisapnya kumainkan
klitorisnya dengan
tanganku dan..
“Achh.. a.. achh.. achh..
ahh..” desahku sambil
menembakkan
spermaku dalam
mulutnya.
“Akujuga Ben..”
katanya sambil
menjepit tanganku
dalam vaginanya.
“Ach.. ah.. aa.. ach..”
desahnya.
“Aku tidur di sini yach,
nanti bangunin aku jam
lima sebelum ayah
bagun,” katanya sambil
menutup mata dan
kemudian tertidur, di
sampingku. Tepat jam
lima pagi aku bangun
dan membangunkanya,
kemudian ia bergegas
ke kamar madi dan
mempersiapkan diri
untuk sekolah, begitu
juga dengan aku. Yang
aneh siang ini tidak
seperti biasanya Lusi
tidak pulang bersamaku
karena ia ada les privat,
sedangkan di rumah
cuma ada Mbak Riri, dan
anehnya siang-siang
begini Mbak Riri di rumah
memakai kaos ketat
dan rok mini seperti
sedang menunggu
sesuatu.
———-
“Siang Ben! baru pulang?
Lusi mana?” tanyanya.
“Lusi lagi les, katanya
bakal pulang sore,”
kataku, “Loh Mbak
sendiri kapan pulang?
katanya dari Solo yach?”
“Aku pulang tadi malem
jam tigaan,” katanya.
“Ben, tadi malam kamu
teriak sendirian di
kamar ada apa?”
Wah gawat sepertinya
Mbak Riri dengar
desahannya Lusi tadi
malam.
“Ach tidak kok, cuma
ngigo,” kataku sambil
berlalu ke kamar.
“Ben!” panggilnya,
“Temenin Mbak nonton
VCD dong, Mbak males
nich nonton sendirian,”
katanya dari kamarnya.
“Bentar!” kataku sambil
berjalan menuju
kamarnya, “Ada film
apa Mbak?” tanyaku
sesampai di kamarnya.
“Liat aja, nanti juga
tau,” katanya lagi.
“Mbak lagi nungguin
seseorang yach?”
tanyaku.
“Mbak, lagi nungguin
kamu kok,” katanya
datar, “Tuh liat filmnya
udah mulai.”
“Loh inikan..?” kataku
melihat film BF yang
diputarnya dan tanpa
meneruskan kata-
kataku karena melihat
ia mendekatiku.
Kemudian ia mulai
mencium bibirku.
“Mbak tau kok yang
semalam,” katanya,
“Kamu mau enggak
ngelayanin aku, aku
lebih pengalaman dech
dari Lusi.”
Wah pucuk di cinta ulam
tiba, yang satu pergi
datang yang lain.
“Mbak, aku kan adik
yang berbakti, masak
nolak sich,” godaku
sambil tangan kananku
mulai masuk ke dalam
rok mininya
menggosok-gosok
vaginanya, sedangkan
tangan kiriku masuk ke
kausnya dan
memencet-mencet
payudaranya yang
super besar.
“Kamu pinter dech, tapi
sayang kamu nakal,
pinter cari
kesempatan,” katanya
menghentikan
ciumannya dan
melepaskan tanganku
dari dada dan vaginanya.
“Mbak mau ngapain, kan
lagi asyik?”
tanyaku.”Kamu kagak
sabaran yach, Mbak
buka baju dulu terus
kau juga, biar asikkan?”
katanya sambil
membuka bajunya.
Aku juga tak mau
ketinggalan, aku mulai
membuka bajuku
sampai pada akhirnya
kami berdua telanjang
bulat.
“Tubuh Mbak bagus
banget,” kataku
memperhatikan
tubuhnya dari atas
sampai ujung kaki,
benar-benar tidak ada
cacat, putih mulus dan
sekal.
Ia langsung
mencumbuku dan
tangan kanannya
memegang penisku, dan
mengarahkan ke
vaginanya sambil berdiri.
“Aku udah enggak
tahan Ben,” katanya.
Kuhalangi penisku
dengan tangan kananku
lalu kumainkan
vaginanya dengan
tangan kiriku.
“Nanti dulu ach,
beginikan lebih asik.”
“Ach.. kamu nakal Ben!
pantes si Lusi mau,”
katanya mesra.
“Ben..! Mbak..! lagi
dimana kalian?”
terdengar suara Lusi
memanggil dari luar.
“Hari ini guru lesnya
tidak masuk jadi aku
dipulangin, kalian lagi
dimana sich?” tanyanya
sekali lagi.
“Masuk aja Lus, kita lagi
pesta nich,” kata Mbak
Riri.
“Mbak! Entar kalau Lusi
tau gimana?” tanyaku.
“Ben jangan panggil
Mbak, panggil aja Riri,”
katanya dan ketika itu
aku melihat Lusi di pintu
kamar sedang
membuka baju.
“Rir, aku ikut yach!”
pinta Lusi sambil
memainkan vaginanya.
“Ben kamu kuat
nggak?” tanya Riri.
“Tenang aja aku kuat
kok, lagian kasian tuch
Lusi udah terangsang,”
kataku.
“Lus cepet sinih emut
‘Beni Junior’,” ajakku.
Tanpa menolak Lusi
langsung datang
mengemut penisku.
“Mending kita tiduran,
biar aku dapet
vaginamu,” kataku pada
Riri.
“Ayo dech!” katanya
kemudian mengambil
posisi.
Riri meletakkan
vaginanya di atas
kepalaku, dan kepalanya
menghadap vagina Lusi
yang sedang mengemut
penisku.
“Lus, aku maenin
vaginamu,” katanya.
Tanpa menunggu
jawaban dari Lusi ia
langsung bermain di
vaginanya.Permainan ini
berlangsung lama
sampai akhirnya Riri
menegangkan pahanya,
dan.. “Ach.. a.. aach.. aku
keluar..” katanya sambil
menyemprotkan cairan
di vaginanya.
“Sekarang ganti Lusi
yach,” kataku.
Kemudian aku bangun
dan mengarahkan
penisku ke vaginanya
dan masuk perlahan-
lahan.
“Ach.. aach..” desah Lusi.
“Kamu curang, Lusi
kamu masukin, kok aku
tidak?” katanya.
“Abis kamu keluar
duluan, tapi tenang aja,
nanti abis Lusi keluar
kamu aku masukin,
yang penting kamu
merangsang dirimu
sendiri,” kataku.
“Yang cepet dong
goyangnya!” keluh Lusi.
Kupercepat
goyanganku, dan dia
mengimbanginya juga.
“Kak, ach.. entar lagi
gant.. a.. ach.. gantian
yach, aku.. mau keluar
ach.. aa.. a.. ach..!”
desahnya, kemudian
lemas dan tertidur tak
berdaya.
“Ayo Ben tunggu apa
lagi!” kata Riri sambil
mengangkang
mampersilakan penisku
untuk mencoblosnya.
“Aku udah terangsang
lagi.”
Tanpa menunggu lama
aku langsung
mencoblosnya dan
mencumbunya.
“Gimana enak penisku
ini?” tanyaku.
“Penis kamu
kepanjangan,” katanya,
“tapi enak!”.
“Kayaknya kau nggak
lama lagi dech,” kataku.
“Sama, aku juga enggak
lama lagi,” katanya,
“Kita keluarin sama-
sama yach!” terangnya.
“Di luar apa di dalem?”
tanyaku lagi.
“Ach.. a.. aach.. di..
dalem.. aja..” katanya
tidak jelas karena
sambil mendesah.
“Maksudku, ah.. ach.. di
dalem aja.. aah.. ach..
bentar lagi..”
“Aku.. keluar.. ach.. achh..
ahh..” desahku sambil
menembakkan
spermaku.
“Ach.. aach.. aku.. ach..
juga..” katanya sambil
menegang dan aku
merasakan cairan
membasahi penisku
dalam vaginanya.
Akhirnya kami bertiga
tertidur di lantai dan
kami bangun pada saat
bersamaan.
“Ben aku mandi dulu
yach, udah sore nich.”
“Aku juga ach,” kataku.
“Ben, Lus, lain kali lagi
yach,” pinta Riri.
“Itu bisa diatur, asal lagi
kosong kayak gini, ya
nggak Ben!” kata Lusi.
“Kapan aja kalian mau
aku siap,” kataku.
“Kalau gitu kalian jangan
mandi dulu, kita main
lagi yuk!” kata Riri mulai
memegang penisku.
Akhirnya kami main lagi
sampai malam dan
kebetulan ayah dan ibu
telepon dan
mengatakan bahwa
mereka pulangnya
besok pagi, jadi kami
lebih bebas bermain, lagi
dan lagi. Kemudian hari
selanjutya kami sering
bermain saat situasi
seperti ini, kadang
tengah malam hanya
dengan Riri atau hanya
Lusi. Oh bapak tiri,
ternyata selain harta
banyak, kamu juga
punya dua anak yang
siap menemaniku kapan
saja, ohh nikmatnya
hidup ini.

Tidak ada komentar: