Kisah
ini terjadi kira-kira 2
tahun yang lalu, tapi setiap
kali aku
membayangkannya,
seolah-olah baru saja
terjadi kemarin peristiwa
yang sangat indah ini.
> Malam Yang Terasa
Panjang<
Aku mempunyai seorang
paman yang belum
menikah. Pamanku ini bisa
dibilang rada telat untuk
menikah karena waktu itu
ia berusia 42 tahun. Hal ini
disebabkan karena
pamanku adalah
pengusaha kaya tapi ia
terlalu cerewet dalam
memilih pendamping
hidupnya. Sebenarnya ia
telah banyak
diperkenalkan dengan
wanita-wanita muda oleh
keluargaku, tetapi tetap ia
bilang inilah itulah, tidak
ada yang cocok dengan
matanya, katanya.
Sampai pada suatu saat,
ketika aku kebetulan
sedang bertamu ke
rumahnya, datang teman
pamanku dengan seorang
wanita yang sangat cantik
dan ayu, semampai,
langsing, pokoknya kalau
menurut saya, layak
dikirim untuk jadi calon
miss universe.
Kemudian kami
diperkenalkan dengannya,
wanita itu bernama Ayu,
ternyata namanya pas
sekali dengan wajahnya
yang memang ayu itu. Ia
berusia 24 tahun dan saat
itu ia bekerja sebagai
sekretaris di perusahaan
teman pamanku itu.
Kemudian kami bercakap-
cakap, ternyata Ayu
memang enak untuk diajak
ngobrol. Dan aku melihat
sepertinya pamanku
tertarik sekali dengannya,
karena aku tahu matanya
tidak pernah lepas
memandang wajah Ayu.
Tapi tidak demikian halnya
dengan Ayu. Ia lebih sering
memandangku, terutama
ketika aku berbicara,
tatapannya dalam sekali,
seolah-olah dapat
menembus pikiranku. Aku
mulai berpikir jangan-
jangan Ayu lebih
menyukaiku. Tapi aku tidak
dapat berharap banyak,
soalnya bukan aku yang
hendak dijodohkan. Tapi
aku tetap saja
memandangnya ketika ia
sedang berbicara,
kupandangi dari ujung
rambut ke kaki, rambutnya
panjang seperti gadis di
iklan sampo, kulitnya putih
bersih, kakinya juga putih
mulus, tapi sepertinya
dadanya agak rata, tapi
aku tidak terlalu
memikirkannya.
Tidak terasa hari sudah
mulai malam. Kemudian
sebelum mereka pulang,
pamanku mentraktir
mereka makan di sebuah
restoran chinese food di
dekat rumahnya di daerah
Sunter. Ketika sampai di
restorant tersebut, aku
langsung pergi ke WC dulu
karena aku sudah kebelet.
Sebelum aku menutup
pintu, tiba-tiba ada tangan
yang menahan pintu
tersebut. Ternyata adalah
Ayu.
“Eh, ada apa Yu?”
“Enggak, gua pengen
kasih kartu nama gua,
besok jangan lupa telpon
gua, ada yang mau gua
omongin, oke?”
“Kenapa enggak sekarang
aja?”
“Jangan, ada paman elu,
pokoknya besok jangan
lupa.”
Setelah acara makan malam
itu, aku pun pulang ke
rumah dengan seribu satu
pertanyaan di otakku, apa
yang mau diomongin sama
Ayu sih. Tapi aku tidak
mau pikir panjang lagi,
lagipula nanti aku bisa-
bisa susah tidur, soalnya
kan besok harus masuk
kerja.
Besoknya saat istirahat
makan siang, aku
meneleponnya dan
bertanya langsung
padanya.
“Eh, apa sih yang mau elu
omongin, gua penasaran
banget?”
“Eee, penasaran ya,
Ton?”
“Iya lah, ayo dong
buruan!”
“Eh, slow aja lagi, napsu
amet sih elu.”
“Baru tahu yah, napsu gua
emang tinggi.”
“Napsu yang mana nih?”
Ayu sepertinya
memancingku.
“Napsu makan dong, gua
kan belum sempat makan
siang!”
Aku sempat emosi juga
rasanya, sepertinya ia
tidak tahu aku ini orang
yang sangat menghargai
waktu, terutama jam makan
siang, soalnya aku sambil
makan dapat sekaligus
main internet di tempat
kerjaku, karena saat itu
pasti bosku pergi makan
keluar, jadi aku bebas
surfing di internet, gratis
lagi.
“Yah udah, gua cuma mau
bilang bisa enggak elu ke
apartment gua sore ini
abis pulang kerja, soalnya
gua pengen ngobrol
banyak sama elu.”
Aku tidak habis pikir, nih
orang kenapa tidak bilang
kemarin saja.
Lalu kataku, “Kenapa
enggak kemarin aja
bilangnya?”
“Karena gua mau kasih
surprise buat elu.”
katanya manja.
“Ala, gitu aja pake
surprise segala, yah udah
entar gua ke tempat elu,
kira-kira jam 6, alamat elu
di mana?”
Lalu Ayu bilang, “Nih catet
yah, apartment XX
(edited), lantai XX (edited),
pintu no. XX (edited),
jangan lupa yah!””Oke
deh, tunggu aja nanti,
bye!”
“Bye-bye Ton.”
Setelah telepon terputus,
lalu aku mulai
membayangkan apa yang
akan dibicarakan, lalu
pikiran nakalku mulai
bekerja. Apa bisa aku
menyentuhnya nanti, tetapi
langsung aku berpikir
tentang pamanku,
bagaimana kalau nanti
ketahuan, pasti tidak enak
dengan pamanku. Lalu aku
pun mulai tenggelam dalam
kesibukan pekerjaanku.
Tidak lama pun waktu
sudah menunjukkan pukul
17.00, sudah waktunya
nih, pikirku. Lalu aku pun
mulai mengendarai motorku
ke tempatnya. Lumayan
dekat dari tempat kerjaku
di Roxymas. Sesampainya
di sana, aku pun langsung
menaiki lift ke lantai yang
diberitahukan. Begitu
sampai di lantai tersebut,
aku pun langsung
melihatnya sedang
membuka pintu ruanganya.
Langsung saja kutepuk
pundaknya, “Hai, baru
sampe yah, Yu..”
Ayu tersentak kaget,
“Wah gua kira siapa, pake
tepuk segala.”
“Elu khan kasih surprise
buat gua, jadi gua juga
mesti kasih surprise juga
buat elu.”
Lalu ia mencubit lenganku,
“Nakal elu yah, awas
nanti!”
Kujawab saja, “Siapa
takut, emang gua pikirin!”
“Ayo masuk Ton, santai
aja, anggap aja rumah
sendiri.” katanya setelah
pintunya terbuka.
Ketika aku masuk, aku
langsung terpana dengan
apa yang ada di dalamnya,
kulihat temboknya berbeda
dengan tembok rumah
orang-orang pada
umumnya, temboknya
dilukis dengan gambar-
gambar pemandangan di
luar negeri. Dia sepertinya
orang yang berjiwa
seniman, pikirku. Tapi
hebat juga kalau cuma
kerja sebagai sekretaris
mampu menyewa
apartment. Jangan-jangan
ini cewek simpanan,
pikirku.
Sambil aku berkeliling, Ayu
berkata, “Mau minum apa
Ton?”
“Apa saja lah, asal bukan
racun.” kataku bercanda.
“Oh, kalau gitu nanti saya
campurin obat tidur deh.”
kata Ayu sambil tertawa.
Sementara ia sedang
membuat minuman, mataku
secara tidak sengaja
tertuju pada rak VCD-nya,
ketika kulihat satu
persatu, ternyata lebih
banyak film yang berbau
porno. Aku tidak sadar
ketika ia sudah kembali,
tahu-tahu ia nyeletuk,
“Ton, kalo elu mau nonton,
setel aja langsung..!”
Aku tersentak ketika ia
ngomong seperti itu, lalu
kubilang, “Apa gua enggak
salah denger nih..?”
Lalu katanya, “Kalo elu
merasa salah denger, yah
gua setelin aja sekarang
deh..!”
Lalu ia pun mengambil
sembarang film kemudian
disetelnya. Wah, gila juga
nih cewek, pikirku, apa ia
tidak tahu kalau aku ini
laki-laki, baru kenal sehari
saja, sudah seberani ini.
“Duduk sini Ton, jangan
bengong aja, khan udah
gua bilang anggap aja
rumah sendiri..!” kata Ayu
sambil menepuk sofa
menyuruhku duduk.
Kemudian aku pun duduk
dan nonton di sampingnya,
agak lama kami terdiam
menyaksikan film panas
itu, sampai akhirnya aku
pun buka mulut, “Eh Yu,
tadi di telpon elu bilang
mau ngomong sesuatu, apa
sih yang mau elu
ngomongin..?”
Ayu tidak langsung
ngomong, tapi ia kemudian
menggenggam jemariku,
aku tidak menyangka akan
tindakannya itu, tapi aku
pun tidak berusaha untuk
melepaskannya.
Agak lama kemudian baru
ia ngomong, pelan sekali,
“Elu tau Ton, sejak
kemarin bertemu,
kayaknya gua merasa
pengen menatap elu terus,
ngobrol terus. Ton, gua
suka sama elu.”
“Tapi khan kemarin elu
dikenalkan ke Paman gua,
apa elu enggak merasa
kalo elu itu dijodohin ke
Paman gua, apa elu
enggak lihat reaksi Paman
gua ke elu..?”
“Iya, tapi gua enggak mau
dijodohin sama Paman elu,
soalnya umurnya aja beda
jauh, gua pikir-pikir,
kenapa hari itu bukannya
elu aja yang dijodohin ke
gua..?” kata Ayu sambil
mendesah.
Aku pun menjawab, “Gua
sebenarnya juga suka
sama elu, tapi gua enggak
enak sama Paman gua,
entar dikiranya gua
kurang ajar sama yang
lebih tua.”
Ayu diam saja, demikian
juga aku, sementara itu
film semakin bertambah
panas, tapi Ayu tidak
melepaskan
genggamannya. Lalu
secara tidak sadar otak
pornoku mulai bekerja,
soalnya kupikir sekarang
kan tidak ada orang lain
ini. Lalu mulai kuusap-usap
tangannya, lalu ia menoleh
padaku, kutatap matanya
dalam-dalam, sambil
berkata dengan pelan,
“Ayu, gua cinta elu.”
Ia tidak menjawab, tapi
memejamkan matanya.
Kupikir ini saatnya, lalu
pelan-pelan kukecup
bibirnya sambil lidahku
menerobos bertemu
lidahnya. Ayu pun lalu
membalasnya sambil
memelukku erat-erat.
Tanganku tidak tinggal
diam berusaha untuk
meraba-raba buah
dadanya, ternyata agak
besar juga, walaupun tidak
sebesar punyanya bintang
film porno. Ayu menggeliat
seperti cacing kepanasan,
mendesah-desah
menikmati rangsangan
yang diterima pada buah
dadanya.
Kemudian aku berusaha
membuka satu persatu
kancing bajunya, lalu
kuremas-remas payudara
yang masih terbungkus
BRA itu.
“Aaahh, buka aja BH-nya
Ton, cepat.., oohh..!”
Kucari-cari pengaitnya di
belakang, lalu kubuka.
Wah, ternyata lumayan
juga, masih padat dan
kencang, walaupun tidak
begitu besar. Langsung
kusedot-sedot putingnya
seperti anak bayi
kehausan.
“Esshh.. ouwww.. aduhh..
Ton.. nikmat sekali
lidahmu.., teruss..!”
Setelah bosan dengan
payudaranya, lalu kubuka
seluruh pakaiannya sampai
bugil total. Ia juga tidak
mau kalah, lalu melepaskan
semua yang kukenakan.
Untuk sesaat kami saling
berpandangan mengagumi
keindahan masing-masing.
Lalu ia menarik tanganku
menuju ke kamarnya, tapi
aku melepaskan
pegangannya lalu
menggendongnya dengan
kedua tanganku.
“Aouww Ton, kamu
romantis sekali..!” katanya
sambil kedua tangannya
menggelayut manja
melingkari leherku.
Kemudian kuletakkan Ayu
pelan-pelan di atas
ranjangnya, lalu aku
menindih tubuhnya dari
atas, untuk sesaat mulut
kami saling pagut memagut
dengan mesranya sambil
berpelukan erat. Lalu
mulutku mulai turun ke
buah dadanya, kujilat-jilat
dengan lembut, Ayu
mendesah-desah nikmat.
Tidak lama aku bermain di
dadanya, mulutku pelan-
pelan mulai menjilati turun
ke perutnya, Ayu
menggeliat kegelian.
“Aduh Ton, elu ngerjain
gua yah, awas elu nanti..!”
“Tapi elu suka khan? Geli-
geli nikmat..!”
“Udah ah, jilati aja memek
gua Ton..!”
“Oke boss.., siap
laksanakan perintah..!”
Langsung saja kubuka
paha lebar-lebar, tanpa
menunggu lagi langsung
saja kujilat-jilat klitorisnya
yang sebesar kacang
kedele. Ayu menggoyang-
goyangkan pinggulnya
dengan liar seakan-akan
tidak mau kalah dengan
permainan lidahku ini.
“Oohh esshh aaouuw uuhh
teeruss.., lebih dalemm,
oohh.. nikmat sekali..!”
Agak lama juga aku
bermain di klitorisnya
sampai-sampai terlihat
banjir di sekitar
vaginanya.
“Ton, masukkin aja titit elu
ke lobang gua, gua udah
enggak tahan lagi..!”
Dengan segera
kuposisikan diriku untuk
menembus kemaluannya,
tapi ketika kutekan ujung
penisku, ternyata tidak
mau masuk. Aku baru tahu
ternyata dia masih
perawan.
“Ayu, apa elu tidak
menyesal perawan elu gua
tembus..?”
“Ton, gua rela kalau elu
yang ngambil perawan gua,
bagi gua di dunia ini cuma
ada kita berdua aja.”
Tanpa ragu-ragu lagi
langsung kutusuk penisku
dengan kuat, rasanya
seperti ada sesuatu yang
robek, mungkin itu
perawannya, pikirku.
“Aduh sakit Ton, tahan
dulu..!” katanya menahan
sakit.
Aku pun diam sejenak, lalu
kucium mulutnya untuk
meredakan rasa sakitnya.
Beberapa menit kemudian
ia terangsang lagi, lalu
tanpa buang waktu lagi
kutekan pantatku sehingga
batang kemaluanku masuk
semuanya ke dalam
lubangnya.
“Pelan-pelan Ton, masih
sakit nih..!” katanya
meringis.
Kugoyangkan pinggulku
pelan-pelan, lama
kelamaan kulihat dia mulai
terangsang lagi. Lalu
gerakanku mulai
kupercepat sambil
menyedot-nyedot puting
susunya. Kulihat Ayu
sangat menikmati sekali
permainan ini.
Tidak lama kemudian ia
mengejang, “Ton, aa..
akuu.. mau keluarr..,
teruss.. terus.., aahh..!”
Aku pun mulai merasakan
hal yang sama, “Yu, aku
juga mau keluar, di dalam
atau di luar..?”
“Keluarin di dalem aja
Sayang.. ohh.. aahh..!”
katanya sambil kedua
pahanya mulai dijepitkan
pada pinggangku dan
terus menggoyangkan
pantatnya.
Tiba-tiba dia menjerit
histeris, “Oohh.. sshh..
sshh.. sshh..”
Ternyata dia sudah
keluar, aku terus
menggenjot pantatku
semakin cepat dan keras
hingga menyentuh ke
dasar liang senggamanya.
“Sshh.. aahh..” dan,
“Aagghh.. crett.. crett..
creet..!”
Kutekan pantatku hingga
batang kejantananku
menempel ke dasar liang
kenikmatannya, dan
keluarlah spermaku ke
dalam liang surganya.
Saat terakhir air maniku
keluar, aku pun merasa
lemas. Walaupun dalam
keadaan lemas, tidak
kucabut batang
kemaluanku dari liangnya,
melainkan menaikkan lagi
kedua pahanya hingga
dengan jelas aku dapat
melihat bagaimana rudalku
masuk ke dalam sarangnya
yang dikelilingi oleh bulu
kemaluannya yang
menggoda. Kubelai bulu-
bulu itu sambil sesekali
menyentuh klitorisnya.
“Sshh.. aahh..!” hanya
desisan saja yang menjadi
jawaban atas perlakuanku
itu.
Setelah itu kami berdua
sama-sama lemas. Kami
saling berpelukan selama
kira-kira satu jam sambil
meraba-raba.
Lalu ia berkata kepadaku,
“Ton, mudah-mudahan kita
bisa bersatu seperti ini
Ton, gua sangat sayang
pada elu.”
Aku diam sejenak, lalu
kubilang begini, “Gua juga
sayang elu, tapi elu mesti
janji tidak boleh meladeni
paman gua kalo dia nyari-
nyari elu.”
“Oke boss, siap
laksanakan perintah..!”
katanya sambil memelukku
lebih erat.
Sejak saat itu, kami
menjadi sangat lengket,
tiap malam minggu selalu
kami bertingkah seperti
suami istri. Tidak hanya di
apartmentnya, kadang aku
datang ke tempat kerjanya
dan melakukannya
bersama di WC, tentu saja
setelah semua orang
sudah pulang. Kadang ia
juga ke tempat kerjaku
untuk minta jatahnya.
Katanya pamanku sudah
tidak pernah mencarinya
lagi, soalnya tiap kali Ayu
ditelpon, yang
menjawabnya adalah mesin
penjawabnya, lalu tak
pernah dibalas Ayu,
mungkin akhirnya pamanku
jadi bosan sendiri.
Aku dan ia sering jalan-
jalan ke Mal-Mal,
untungnya tidak pernah
bertemu dengan pamanku
itu. Sampai saat ini aku
masih jalan bersama, tapi
ketika kutanya sampai
kapan mau begini, ia tidak
menjawabnya. Aku ingin
sekali menikahinya, tapi
sepertinya ia bukan tipe
cewek yang ingin punya
keluarga. Tapi lama-lama
kupikir, tidak apalah, yang
penting aku dapat enaknya
juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar