Sekitar lima
tahun lalu aku mendapat
telegram dari anak
perempuanku y ang
hendak melahirkan anak
pertamanya sebulan lagi.
Sudah hampir setahun ia
ikut suaminya yang kerja
di Irian Jaya dan ia sangat
berharap aku dapat
menungguinya saat dia
melahirkan. Suaminya akan
menjemputku dalam waktu
1-2 minggu itu setelah
selesai urusan kantornya.
Benar saja, dua minggu
kemudian menantuku, Bimo,
datang. Ia sedang
mengurus pekerjaan di
Jawa Timur sekitar dua
minggu. Setelah selesai, ia
menjemputku dan masih
sempat menginap selama
tiga hari sebelum kapal
berangkat dari pelabuhan
Tanjung Perak.
Hari H pun tiba. Pagi-pagi
diantar anak bungsuku
kami berangkat ke
Tanjung Perak yang
jaraknya sekitar dua jam
perjalanan dari kota kami.
Sejak suamiku meninggal
memang aku jadi sering
pergi berkunjung ke anak-
anak yang tersebar di
beberapa kota. Untuk
anakku yang di Irian Jaya
ini merupakan
kunjunganku yang
pertama, maklum jaraknya
jauh sekali. Menurut
menantuku, lama
perjalanan laut sampai 3
hari 2 malam.
Sampai di pelabuhan Bimo
segera mengurus tiket
yang sudah dipesannya.
Kemudian kami naik ke
kapal besar itu.
Penumpang kapal yang
ribuan jumlahnya membuat
para pengantar tidak bisa
ikut naik, termasuk anak
bungsuku. Baru sekali itu
aku naik kapal laut.
Sungguh mengejutkan
karena penumpangnya
ribuan orang dan sebagian
hanya duduk di dek atau
lorong-lorong kapal.
Sebagian lagi menempati
bangsal seperti kamar
asrama dengan tempat
tidur raksasa yang muat
ratusan orang. Kuikuti
langkah Bimo melewati
mereka, bahkan terpaksa
melangkahi beberapa
orang, hingga sampai di
bagian ujung kapal yang
merupakan deretan kamar.
Hanya sekitar 1 0 kamar,
itupun ukurannya Cuma
sekitar 3×3 meter. Ini
kuketahui setelah Bimo
membuka pintu kamar dan
kami memasukinya.
?Ini kamar kita, bu,? kata
Bimo sambil masuk lalu
menaruh seluruh bawaan
kami. Dengan canggung
aku masuk. Yang nampak
memenuhi hampir separuh
ruangan adalah ranjang
kayu yang muat dua orang
serta meja kecil pendek.
Perlahan aku duduk di
ranjang dan menyibak
gorden di atasnya. Nampak
air laut di kaca bulat dan
tebal itu. Iiih ternyata kami
berada di bawah
permukaan laut.
?Maaf, bu, harga tiket
kamar di atas mahal sekali,
terpaksa saya pilih yang di
sini,? ujar Bimo merasakan
kegalauanku.
?Ah, tak apa-apa Bim,
daripada harus tidur di
dek kapal,? sahutku.
?Sebaiknya kita sekarang
mandi dulu saja, bu. Kalau
terlambat nanti antrinya
lama sekali.?
Benar kata Bimo, sewaktu
sampai di deretan kamar
mandi (ada 6) sudah ada
antrian sekitar 2-3 orang
di setiap kamar mandi.
Mandi pun harus buru-
buru dan biar praktis aku
langsung pakai daster
saja.
Sekitar jam 2 siang kapal
mulai bergerak. Setelah
puas melihat-lihat suasana
kapal yang dijejali ribuan
orang, persis seperti
pengungsi, akupun kembali
ke kamar. Bimo masuk ke
kamar sambil membawa
beberapa makanan dan
minuman. Sekitar jam 5
sore terdengar bel
dibunyikan oleh awak
kapal.
?Itu pertanda kita harus
antri makan malam, bu,?
jelas Bimo. Dan sekali lagi
kami harus berbaris antri
mengambil nasi dengan
lauk sayur dan sedikit ikan
laut. Nampan, piring dan
sendok aluminium yang
kami pakai mengingatkanku
akan para napi di penjara.
Ternyata beginilah
pelayanan kapal laut kita.
Selewat jam 7 malam
makanan tidak disediakan
lagi. Membayangkan
bagaimana ribuan nampan,
piring dan sendok itu dicuci
dengan air yang sangat
terbatas aku jadi sulit
menelan makanan yang
sudah di mulut.
Bimo mengembalikan
peralatan makan
sementara aku ke kamar
mandi untuk cuci dan pipis.
Cape sekali ha ri itu dan
aku perlu segera tidur
malam itu. Kapal yang
bergoyang-goyang karena
ombak besar membuat
kepalaku pening.
?Silahkan ibu tidur dulu.
Saya masih perlu
menyiapkan laporan untuk
kantor,? kata Bimo sambil
membuka berkas-
berkasnya di meja kecil
sambil duduk di lantai
kapal yang berkarpet. Aku
pun naik ke ranjang
mengambil posisi mepet ke
dinding kapal. Sekilas
terlintas di benakku, ?Aku,
janda usia 45 tahun, tidur
seranjang dengan
menantuku?? Tapi segera
kutepis mengingat ini dalam
keadaan terpaksa dan
sopan santun Bimo selama
ini. Untuk menyuruhnya
tidur di lantai kapal aku
tak tega.
Entah berapa lama
terlelap, aku terbangun
karena merasa ada
sesuatu yang memelukku.
Saat kubuka mata, kamar
gelap sekali, sementara
posisi tubuhku sudah
telentang. Segera aku
menduga Bimo mau berbuat
yang tidak senonoh
padaku dan aku siap
berontak. Tapi beberapa
saat kurasakan tidak ada
gerakan dari tubuhnya dan
malah terdengar dengkur
halusnya. Ternyata Bimo
tertidur.
Bagaimana ini? Apa aku
harus menyingkirkan
tangannya dari atas perut
dan dadaku (yang tak
berbeha seperti
kebiasaanku kalau tidur)
serta kakinya yang
menindih paha kananku?
Aku tak tega
membangunkannya dan
jadi serba salah dengan
posisi yang demikian itu.
Aku tak bisa
menyalahkannya karena ia
tertidur dan ranjang kami
termasuk berukuran pas-
pasan untuk dua orang.
Akhirnya aku pilih diam
saja dan bertahan pada
posisi itu meski dari
gesekan kulit akhirnya
kuketahui kalau Bimo saat
itu bertelanjang dada. Dan
persentuhan paha kami
juga menandakan bahwa
Bimo tidak memakai celana
panjang. Mungkin dia
hanya memakai celana
pendek atau justru celana
dalam saja, pikirku. Aku
dag -dig-dug
membayangkan dia tidur
telanjang.
Kupejamkan mata dan
berusaha tidur lagi sambil
berharap Bimo melepas
pelukannya sehingga aku
bisa berguling ke dinding
kapal memunggunginya.
Namun sampai terkantuk-
kantuk harapanku tak
terkabul. Sampai aku
terlelap lagi tangan dan
tubuh kekar Bimo masih
menelangkupi dadaku dan
pahanya menindih pahaku.
Mungkin ia tengah
membayangkan tidur
dengan istrinya, pikirku.
Aku semakin bisa
memaklumi dan tidak begitu
peduli lagi dengan posisi
tidur kami.
Beberapa lama kemudian,
aku menggeliat dan
terbangun lagi. Kini tubuh
kekar Bimo ternyata sudah
ada di atasku, menindihku.
Bahkan terasa pahaku
dikangkangkannya
sehingga celana dalamnya
tepat di atas celana
dalamku karena dasterku
sudah tertarik ke atas.
Tonjolan penisnya yang
tegang terasa sekali.
Remasan tangannya di
payudaraku, meski masih
tertutup daster,
membuatku meronta.
?Bimo! Apa-apaan ini? Aku
ibu mertuamu, Bim!? Ucapku
setengah berteriak takut
terdengar kamar sebelah
sambil tanganku
menolakkan dada
telanjangnya.
?Ugh, maaf bu, kukira tadi
aku tidur denga istriku?
Sudah hampir sebulan aku
puasa, bu??
?Iya, tapi jangan
dilampiaskan ke aku
dong,? kataku jengkel
sambil menepis tangannya
yang nakal. Sementara
selangkanganku tak
berkutik terpaksa
menerima dan merasakan
tekanan penisnya yang
terbalut celana dalam.
?Ak? aku cuma ingin
memeluk-meluk saja kok,
bu? Tidak sampai itu??
jawabnya polos.
?Aku kuatir kamu lupa diri?
lalu memperkosaku??
belaku sambil berusaha
menyingkirkan pahanya
tapi tenagaku tak cukup
kuat.
?Sumpah, bu? Aku cuma
ingin memeluk-meluk saja
dan tidak bakalan
memperkosa? Kalau aku
mau pasti dari tadi celana
dalamku dan ibu sudah
kulepas?? balasnya.
Aku berhenti berontak
sambil memikirkan kata-
katanya. Benarkah ini
terjadi hanya karena dia
sedang bernafsu setelah
sebulan tidak ketemu
istrinya? Egh.. ugh? kini
bukan hanya remasan, tapi
malah gigitan kecil yang
terasa di putting kananku
yang masih tertutup
daster. Puting kiriku
terasa dipelintir kecil.
Greeeng? kurasakan
nikmat sesaat. Sudah lama
aku tak merasakan
kenikmatan ini. Ada
keinginan untuk berontak
namun ada juga dorongan
untuk menikmati
kemesraan ini.
?Benar ya, Bim. Janji, tidak
boleh copot celana dalam??
tantangku.
?Iya, bu, aku janji tidak
akan mencopot celana
dalam kita??
Hshhh? hsshh? perlahan
aku semakin menikmati
cumbuannya. Rasanya ingin
mengulang kenikmatan
saat suamiku masih ada.
Meski agak canggung,
pelan-pelan tanganku
malah memeluk punggung
Bimo yang menaikkan
posisinya hingga kepala
kami sejajar. Ia mulai
mengecup-ngecup
wajahku. Aku berusaha
melengos tapi tangannya
sudah memegang kedua
pipiku dan bibirnya
mendarat di bibirku. Ufh?
bibirku disedotnya,
lidahnya memasuki mulutku.
Mula-mula aku pasif, tapi
lama-lama ikut aktif juga
bersilat lidah. Kami saling
sedot dan isep lidah dan
bibir.
?Bu, dasternya dilepas
saja ya,? mendadak Bimo
berkata setelah kami lelah
berciuman.
?Ingat janjimu, Bim..?
kataku.
?Aku kan janji tidak
melepas celana dalam kan,
bu?? jawabnya sambil
perlahan tangannya menari
k dasterku ke atas. Entah
kenapa aku tak mampu
menolak dan hanya pasrah
ketika daster itu dilempar
entah kemana, dan kami
tinggal berbalut cd. Yang
kulakukan kemudian hanya
memejamkan mata ketika
tubuh kekar itu
memelukiku, menghisapi
susuku kiri kanan dan
menekan-nekan
selangkanganku, menjilati
sekujur tubuh. Aku
menggelinjang kenikmatan
sambil mempererat
pelukanku di punggungnya.
Oooh? aku malah terlena.
Tubuh kami basah mandi
keringat.
Pantatku mendadak
terangkat ketika salah
stau jari Bimo mengelus
bibir vaginaku yang masih
tertutup cd.
?Bim, jangan??
?Aku hanya mengelus dari
luar kok, bu??
?Nanti aku jadi
terangsang, Bim??
?Nggak apa-apa kan, bu?
Saat ini kita saling
memuaskan saja deh, bu.
Aku akan bikin ibu
orgasme tanpa membuka
cd ibu??
Benar saja, sejurus
kemudian sensasi hebat
kurasakan ketika gesekan
dan pijatan jemari Bimo di
bawah perutku semakin
liar. Aku segera merasa
ada sesuatu yang mengalir
keluar dari vaginaku.
?Ibu sudah basah ya??
Tanya Bimo nakal. Aku jadi
malu dan pilih diam saja
sambil terus menikmati
rabaan gila itu. Ya, aku
memang sudah hampir
orgasme dan Bimo tahu itu.
Serta merta ia memutar
posisi tubuhnya hingga
mulutnya dapat menjilati cd
di bagian selangkanganku.
Kakiku dinaikkannya dan
tubuhku agak diseret
turun, sementara bagian
cd-nya tepat di depan
wajahku.
Uh? uh? sambil memegang
kedua pahaku Bimo
memainkan lidahnya
sedemikian hebat. Menjilati
paha, perut lalu semakin
turun hingga tepat di bibir
vaginaku. Ia tak canggung
menggigit-gigit cd ku dan
menekannya dengan lidah
sehingga masuk.. Aku
semakin basah. Banjir.
Ooh? Bim? Bim? Aku mulai
mengejan berkejat-kejat,
menumpahkan semuanya
sampai merembesi cd dan
Bimo menghisapinya kuat.
Tangan kananku dipegang
Bimo dan ditaruhnya di
gelembung cd-nya yang
berisi penis tegang itu.
Tanganku diremas-
remaskannya di benda
tumpul lunak-keras yang
panjangnya sekitar 20 cm
itu. Aku yang semula
canggung jadi makin
terbiasa, malah akhirnya
terbawa nafsu untuk
menciuminya meski dari
luar cd. Bimo mendesis
ketika barangnya kujilat
dan kukocok-kocok dari
luar.
?Ak? aku mau keluar juga,
bu?? erangnya ketika
tanganku bergerak lebih
kuat dan? sekejap
kemudian kurasakan
penisnya menekan kuat
bergetar-getar
memuncratkan isinya di
dalam cd. Barang itu terus
kuperas habis sampai
akhirnya melemas dan
tubuh Bimo menggelosoh
kecapaian dan dagunya
diletakkan di vaginaku.
Satu sama! Dia ejakulasi
sekali, aku juga orgasme
sekali.
?Cape ya, bu?? tanyanya
sambil memelukku. Dengan
manja aku menyorongkan
kepala ke dadanya yang
berbulu. Tangannya
segera meremas susuku
lagi.
?Sudah dulu, Bim?? bisikku
sambil menghentikan
remasannya.
?Berarti nanti lagi ya, bu??
Aku tak menjawab dan
cuma memberinya remasan
kecil dipenisnya yang telah
mengecil. Oh, nikmatnya
seks?
?Ini jam berapa, Bim??
?Paling masih sekitar jam
12 malam, bu? Masih dua
hari lagi kita sampai? Aku
akan puasi ibu selama dua
hari ini? Kita tidak perlu
keluar kamar??
Gila, pikirku! Selama 2 hari
2 malam main seks dengan
Bimo? Apa aku bisa tahan
untuk tidak melepas celana
dalam? Mungkin aku masih
tahan, tapi Bimo? Namanya
juga laki-laki, kalau
nafsunya naik pasti main
paksa. Bagaimana kalau
aku jadi hamil? Sudah lama
aku tak minum pil KB lagi.
Aku merinding manakala
membayangkan dihamili
Bimo. Tapi aku tak mau
lepas juga dari
pelukannya. Tak peduli
tubuh kami bersimbah
keringat dan seprei
ranjang acak-acakan.
Malam pertama itu kami
ulangi tiga kali lagi
pergumulan nikmat itu.
Beruntung malam itu kami
masih kuat bertahan tak
lepas cd, meski cd yang
kami pakai sudah kuyup
terkena air mani berkali-
kali. Kami tak dengar lagi
bel makan pagi karena
saat itu masih terlelap.
Bangun sekitar jam 10
siang kudapati tubuh kami
masih berpelukan. Susuku
yang berbeha nomor 36
menempel lekat di dadanya.
Cahaya remang-remang
dari jendela kaca membuat
wajahku memanas, malu.
Kalau semalam kami tak
saling melihat wajah
karena gelap aku masih
bisa menahan malu, maka
siang ini kami harus
bertatap muka.
Kuperhatikan Bimo yang
terpejam. Gila! Tubuhnya
benar-benar seperti Bima
dalam pewayangan. Besa r,
kekar agak hitam dengan
rambut di dadanya. Dadaku
berdesir setiap kali rambut
itu menerpa putingku.
Perlahan kulepaskan diriku
dari pelukannya dan dia
kudorong sampai
telentang. Tonjolan di balik
cd-nya dan helai-helai
rambut yang mencuat dari
cd itu menjanjikan suatu
kenikmatan yang?. ah,
mestinya tak boleh
kubayangkan. Dan
beruntung memang
semalam aku belum
merasakannya kecuali dari
luar cd. Aku tak bisa
membayangkan barang itu
menusukku. Perlahan aku
menuruni ranjang.
?Mau kemana, bu??
Mendadak Bimo terbangun
dan menarik tubuhku
kembali dalam pelukannya.
?Mau mandi, Bim,?
jawabku.
?Nanti sajalah, bu, agak
sore saja. Hari ini aku mau
kita di ranjang ini saja.
Kalau ibu lapar bisa makan
roti yang sudah kubeli.?
Aku tak berdaya ketika
Bimo menggulingkan
tubuhku kembali ke
ranjang.
Menelentangkanku lalu
memanjat dan
menunggangikuku lagi.
Ufhh? lagi-lagi tetek
montokku jadi bulan-
bulanan mulutnya, demikian
pula tekanan-tekanan
pada vaginaku membuat
pahaku semakin
terkangkang lebar. Sedikit
demi sedikit gairahku
meletup lagi, terlebih
setelah merasakan
tonjolan zakar Bimo
menggesek-gesekku
dengan ketat.
?Bim, lama-lama aku nggak
kuat kalau dirangsang
begini terus?? bisikku.
?Kalau nggak kuat ya
tinggal dikeluarin saja to,
bu,? jawabnya sambil
mencucup putingku dan
menyedotnya.
?Maksudku, aku takut
nanti jadi kepingin buka
cd? egghh? jangan keras-
keras, Bim?? desahku.
Bimo mengurangi tekanan
di vaginaku.
?Aku kan sudah janji tak
akan buka cd ibu. Tapi
kalau ibu dengan sukarela
buka sendiri ya bukan
salahku lho? hehehe??
guraunya sambi mencium
bibirku.
?Untuk variasi, coba deh
ibu di atas? tolong diisepin
tetekku dong, bu??
pintanya manja. Aku
mandah saja ketika ia
memelukku lalu
menggulingkan tubuhnya
hingga telentang dan aku
menindihnya. Dibimbingnya
kepalaku ke putingnya.
Pelan kujilat-jilat lalu
kuisap.
?Yang kuat, bu??erangnya
sementara tangannya
bergerak turun ke arah
pantatku. Meremas dan
menekan-nekannya sambil
mengayun zakarnya ke
atas sehingga bertemu
dengan vaginaku meski
masih terbungkus cd.
Sejenak kemudian pahaku
dibukanya dengan dua
tangan lalu tangan itu mulai
mengobok-obok daerah
sensitifku itu. Sebentar
saja aku kembali basah.
?Bim, oh Bim.. aku mau
keluar,? desisku tak
tahan. Namun Bimo
mendadak menghentikan
gerakan tangannya
sehingga aku blingsatan.
?Teruskan, Bim,? pintaku
sambil meletakkan
tangannya di memekku
lagi, tapi ia tetap diam.
?Jangan buru-buru, bu.
Makin lama makin nikmat
kan?? godanya membuatku
tak sabar. Nafsuku yang
sudah di ubun-ubun minta
penuntasan segera tapi
Bimo sengaja menggodaku.
Entah dapat kekuatan dari
mana tiba-tiba aku jadi
beringas. Kududuki perut
Bimo lalu kuambil tangan
kanannya, kupilih
telunjuknya lalu kubawa ke
arah vaginaku. Kusisipkan
jari itu di sela-sela cd ku
dan segera kumasuk kan
ke liang vagina.
?Bim, tolong kau puasi aku
dengan jarimu? Aku nggak
tahan lagi?? Kutusuk-
tusukkan jari Bimo dalam-
dalam. Dan setelah
kurasakan ia mulai
menggerakkan jarinya
keluar masuk, aku lalu
meneletangkan tubuh ke
belakang, sampai kepalaku
bertumpu pada pahanya.
Ugh? egh? kunikmati
kocokan jari Bimo di
vulvaku. Kurasakan
cairanku menderas. Mataku
membeliak menikmati surga
dunia itu. Gilanya,
kemudian aku merasa
pahaku ditarik ke atas
dan? sekarang bukan lagi
jari Bimo, melainkan
lidahnya yang yang
menusuk-nusuk memasuki
vaginaku. Ia memang tidak
membuka cd-ku, hanya
menyibakkan bagian
bawahnya lebar-lebar.
?Seeer? cret? suuur??
aku sampai ke klimaks.
Pantatku berkejat-kejat
mengejan gemetaran dan
Bimo menelan semua
maniku sampai aku lemas.
Ia terus menyedot dan
menjilat-jilat. Sungguh
edan! Tubuhku terjelepak
di pahanya dengan nafas
ngos-ngosan. Namun
kurasakan jemari Bimo
menggantikan lidahnya
menusuki lubang memekku.
Tidak hanya satu jari, tapi
2 kadang 3 jari masuk
bareng!
?Cukup, Bim..? pintaku.
?Belum, bu,? jawabnya
sambil terus merangsang
klitorisku, ?wanita
biasanya bisa mencapai
orgasme berkali-kali. Aku
mau buktikan itu,?
katanya.
Tak menunggu lama,
ucapan Bimo terbukti.
Syahwatku memuncak lagi
dan cairanku mengucur
lagi. Bimo mengerjaiku
dengan cara itu sampai
aku empat kali orgasme.
Apa ia juga melakukan hal
ini pada istrinya, anakku?
?Nah, sekarang terbukti
aku lebih kuat kan, bu?
Aku belum sekalipun buka
cd tapi ibu malah
memaksaku mengocok
vagina ibu??
?Aku benar-benar tak
kuat, Bim?Sudah bertahun-
tahun aku tak pernah
merasakan kenikmatan dan
sekarang kamu
merangsangnya terus
sejak semalaman. Siapa
bisa tahan??
?Apa itu berarti ibu tidak
mau pakai cd lagi??
?Aku tetap pakai dan kamu
juga. Aku takut hamil??
Setelah empat kali orgasme
berturut-turut, tulang-
tulangku seperti dilolosi.
Pelan kugeser tubuhku
turun dari ranjang
mengambil cd baru dari tas
lalu tanpa sungkan
kupakai di depan Bimo.
?Kamu juga harus ganti cd
baru, Bim, kan sudah bau
bekas sperma kemarin
kan..?
`?Iya, iya, bu? sekalian
aja nanti waktu mandi.
Sekarang aku ingin ibu
ganti memuaskanku??
Tangan Bimo menggapaiku
dan mendudukkan
pantatku tepat di atas
zakarnya. Kugoyang-
goyang pantatku sampai
Bimo mendesis-desis
sambil meremasi tetekku.
Kupercepat rangsanganku
pakai tangan. Kugenggam
zakar di balik cd itu dan
kukocok-kocok sampai 15
menit barulah kemudian
Bimo memelukku erat-erat
sambil menyemburkan
sperma di dalam cd nya.
Setelah habis kuperas, ia
memelukku dan
menggulirkan tubuh kami
ke ranjang. Kami terdiam.
Kudengar nafasnya agak
memburu. Kami benar-
benar capai berpacu dalam
birahi.
Bel makan siang berbunyi
tapi kami tetap tak
beranjak keluar kamar.
Kami hanya makan roti dan
minum minuman kaleng
yang dibeli Bimo, entah apa
tapi rasanya agak hangat
di badan. Selama ini kami
masih bertahan pakai cd.
?Aku akan berusaha
sampai ibu buka cd
sendiri,? tekadnya sambil
mengecup dan menggigit-
gigit telingaku, mengecupi
wajahku, menciumi bibirku,
menjilati dagu, leher, dada,
menyedoti tetekku kiri-
kanan, turun terus sampai
aku menggelinjang ketika
lidahnya sampai di
perutku, pusar dan terus
turun. Menyelip-nyelip di
cd di daerah
selangkanganku.
Menyentuh-nyentuh lubang
vagina, menerobos sampai
klitorisku dapat diemut dan
dimainkan dengan lidahnya.
Uuffgghh? kurasakan
nikmat mengalir dari
selangkangan sampai ke
kepalaku. Kutekan kepala
Bimo keras-keras. ?Aa?
aku nggak kuat, Bim?
hsshh? hsshhh.. enaaak
banget? nikmaaat?? tanpa
sadar tanganku beralih ke
cdku dan cepat
melepasnya. Bimo
membantuku melepas cd itu
setelah melewati paha. Kini
aku bugil gil dengan paha
ngangkang dijilati
menantuku! Suur? cret?
cret? aku orgasme lagi
dengan paha ngangkang
berkejat-kejat. Mungkin ini
yang ke-10 kali sejak
kemarin. Dan lagi-lagi Bimo
melahapnya dengan ganas,
menyedot, mengisapku
sampai kering.
?Terbukti, kan, ibu sudah
buka cd sendiri,? bisiknya
sambil menaikiku lagi
hingga bibirnya mencapai
bibirku dan
selangkangannya menekan
vaginaku. ?Sekarang ibu
akan kupaksa membuka
cdku juga?? desisnya
samibl menekan-nekan dan
memutar-mutar tonjolan
cdnya ke vaginaku. Batang
besar yang tercetak di cd
itu sekarang masuk
memanjang di bibir
vaginaku. Digesekkannya
naik turun membangkitkan
birahiku lagi. Remasan di
tetekku dan mungkin
pengaruh minuman kaleng
tadi mempercepat
syahwatku naik lagi.
?Ja?jangan, Bim? Jangan
perkosa aku? nanti
hamil?? erangku sambil
memelukkan pahaku ke
pahanya dan tanganku ke
punggungnya, tak kuat
merasakan rangsangan
yang melanda.
?Tidak, bu? tapi ibu
sendiri yang bakal minta
kuperkosa? Ibu ingin
zakarku masuk ke memek
ibu, kan??
?Jang? jangan, Bim?
eegghhh?? aku harus
mengejan lagi hendak
mengeluarkan mani. Namun
mendadak Bimo berbalik
dan membuat posisi 69.
Lidahnya kini bebas
memasuki vaginaku tanpa
halangan cd, sedangkan
tonjolan besar zakarnya
tepat di depan wajahku
yang mau tak mau
terpaksa kupegang
supaya tidak menekan
wajahku terlalu kuat.
Berdenyut-denyut benda
tumpul kenyal itu di
genggamanku. Kukocok-
kocok dan, karena ukuran
cdnya yang kecil, membuat
kepala zakar itu sekarang
muncul di perutnya.
?Jilat, bu? isep?? pintanya
sambil mengarahkan
tonjolan itu ke mulutku.
Aku yang sudah tak mampu
berpikir jernih perlahan
tapi pasti menuruti
permintaan gilanya yang
belum pernah kulakukan
pada suamiku sekalipun.
Ufh.. kukulum-kulum kecil
ujung penisnya dan
membuat benda panjang itu
semakin keluar dari cd,
seperti ular. Kupegang
batang ular itu sementara
kepalanya masuk ke
mulutku semakin dalam.
Semakin dalam dan
semakin bergelenyar,
berkejut-kejut di mulutku.
Agar lebih leluasa, cdnya
semakin kuturunkan dan
sekejap kemudian tanpa
sadar cd itu sudah kulepas
dari pahanya! Lagi-lagi
Bimo membuktikan
keampuhan
rangsangannya pada
tubuhku. Kocokan
zakarnya di mulutku
semakin cepat, cepat dan
craaat croot crooot!
Spermanya kontan
memenuhi mulutku, ada
yang tertelan, ada yang
meleleh keluar dari
bibirku? Sementara bibir
bawahku pun memancarkan
maninya lagi bertubi-tubi?
disambut oleh mulut Bimo
yang menampungnya
sampai tuntas. Tuntas tas,
sampai kami berdua
terjelepak kecapaiannya di
ranjang. Gemuruh dada
dan sengal-sengal nafas
kami memenuhi udara
kamar mesum itu.
?Thanks ya bu. Ibu sudah
buka cdku, berarti aku
boleh melakukan apa saja
dengan penisku pada ibu
kan?? tanyanya
menggodaku.
?Ta? tapi jangan kau
hamili aku, Bim??
?Memang ibu masih bisa
hamil??
?Masih, Bim? meski sudah
45 tahun aku masih
mens??
?Ya, nanti kita atur
sajalah, bu? yang penting
aku boleh masukkan penis
ke sini kan?? rajuknya
sambil mengelus vaginaku
dan membawa tanganku
memegang penisnya.
?Tap? tapi pelan-pelan
saja ya Bim dan? jangan
dikeluarkan di dalam??
akhirnya aku memenuhi
desakan nafsunya.
?Thanks, bu,? katanya
lagi sambil mengecupku
dan menunggangiku lagi.
Mengangkangkan pahaku
lagi lalu memacuku. Bagai
joki tak kenal lelah. Aku
pun rela jadi kuda pacu
lagi. Terlebih setelah
merasakan barang
panjang itu berkembang
lagi bergerak-gerak di
selangkanganku.
Menusuk-nusuk mencari
jalan masuk.
?Bim, egh, Bim? jangan
masukkan Bim..? aku masih
takut-takut. Tapi Bimo tak
peduli dan tetap
mengarahkan kepala
zakarnya ke vaginaku.
Menggosok-gosok pintu
lubang, menjujut-jujut mau
masuk. Kurapatkan paha,
tapi tangan Bimo cepat
membukanya lagi, menekan
ke kiri-kanan dan bleess?
zakar panjang itu ambles
ke dalam memekku yang
licin penuh lendir mani.
?Bim, gila kamu!? Badanku
melenting ke atas
memeluknya, merasakan
sensasi gila di
selangkangan. Yah,
akhirnya sambil duduk
kunikmati kocokan zakar
Bimo yang memaju-
mundurkan pantatku. Sakit,
nikmat, nafsu syahwat
campur jadi satu.
?Bim? Bim? jangan
keluarkan di dalam?? aku
mengingatkan tapi Bimo
malah tambah rapat
memeluk pantat
belakangku dan
menggerakkan pantatnya
sendiri maju-mundur,
keluar masuk.
?Aku mau sampai tuntas,
bu..? bisiknya di sela-sela
deru nafasnya.
?Aku bisa hamil, Bim!?
?Aku tak percaya.?
?Serius, Bim!?
?Sekarang kita nikmati
saja, bu? hamil urusan
nanti.? Gocohannya tambah
keras dan aku malah
semakin menggigil
merasakan nikmat syahwat
itu sampai ke ubun-ubun.
Ketakutan akan kehamilan
pun jadi terlupakan.
Bimo mendorongku
telentang ke ranjang dan
dia lalu jadi joki piawai.
Mengolah gerakan
pantatnya, zakarnya
keluar masuk, naik turun,
mencangkul, menusuk,
mengobrak-abrik memekku
sampai akhirnya dia
menekan sangat keras dan
crooot? crooot? crooot?
cruuut? cruut? cret?!!
Sperma hangat mengaliri
rahimku dan akupun
mengejan berkejat-kejat
lagi menumpahkan mani.
Memeluk punggung dan
pahanya erat-erat. Kami
mencapai puncak
bersamaan. Dan ini kali
pertama zakarnya
bersarang di vaginaku
tanpa bisa kularang
karena aku juga
menginginkan. Resiko hamil
kujadikan urusan
belakang.
Kenikmatan itu terus kami
reguk setelah mandi dan
makan malam. Semalaman
lagi kami bergumul
memanjakan syahwat
hingga terdengar sirene
kapal memberitahukan
bahwa pelabuhan tujuan
sudah kelihatan. Namun
untuk mencapai pelabuhan
itupun masih perlu waktu
dua jam lagi dan itupun
terus kami gunakan
mereguk madu nafsu di
kapal itu. Kami biarkan
penumpang lain turun lebih
dulu supaya mereka tidak
melihat tubuh dan wajah
kami yang kusut masai
pucat pasi kehabisan mani.
Setelah itu dua bulan aku
menemani anakku di Irian
Jaya, dan dua bulan itu
pula kami secara
sembunyi-sembunyi terus
berzinah. Demikian pula
sewaktu Bimo mengantarku
pulang ke Jawa Timur,
kami memilih naik kapal laut
lagi, bahkan kami sempat
menginap tiga hari di hotel
Surabaya sebelum pulang
ke rumah. Tahun depan,
aku berharap Bimo mau
menjemputku untuk
menengok anakku lagi.
Setelah merasakan
kelelakian Bimo, rasanya
aku jadi tak kuat ?puasa?
berlama-lama. Aku tak mau
dengan laki-laki lain. Dan
kukira aku harus segera
sterilisasi untuk mencegah
kelahiran anakku
sekaligus cucuku.
begitulah ceritaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar