Jumat, 25 November 2011
pembantu dan anak majikan
di cerita ini Bi Eha sedang
membayangkan akan bercinta
dengan sang majikan, namun
apa daya, sang majikan
sedang sibuk dengan
istrinya. Namun dasar lagi
mujur, memek nya yang
sudah gatal dan ingin
merasakan kenikmatan
kontol, mendapat jawaban
dari anak majikannya.
Dengan posisi jongkok dan
kedua kaki mengangkang, Bi
Eha mengarahkan batang
kontol Andre persis ke arah
liang memeknya. Perlahan-
lahan tubuh Bi Eha turun
sambil memegang kontol
Andre yang sudah mulai
masuk.
“Uugghh.. enak nggak Den?”
“Aduuhh.. Bi Eha..
sedaapphh..!” pekiknya.
Bi Eha sudah cukup lama
menjadi pembantu di rumah
Tuan Hartono. Ini merupakan
tahun ketiga ia bekerja di
sana. Bi Eha merasa kerasan
karena keluarga Tuan
Hartono cukup baik
memperlakukannya bahkan
memberikan lebih dari apa
yang diharapkan oleh
seorang pembantu. Bi Eha
sadar akan hal ini, terutama
akan kebaikan Tuan
Hartono, yang dianggapnya
terlalu berlebihan. Namun ia
tak begitu memikirkannya.
Sepanjang hidupnya
terjamin, iapun dapat
menabung kelebihannya
untuk jaminan hari tua.
Perkara kelakuan Tuan
Hartono yang selalu minta
dilayani jika kebetulan
istrinya tak ada di rumah, itu
adalah perkara lain. Ia tak
memperdulikannya bahkan
ikut menikmati pula.
Walaupun orang kampung, Bi
Eha tergolong wanita yang
menarik. Usianya tidak terlalu
tua, sekitar 32 tahunan.
Penampilannya tidak seperti
perempuan desa. Ia pandai
merawat tubuhnya sehingga
nampak masih sintal dan
menggairahkan. Bahkan Tuan
Hartono sangat tergila-gila
melihat kedua payudaranya
yang montok dan kenyal.
Kulitnya agak gelap namun
terawat bersih dan halus.
Soal wajah meski tidak
tergolong cantik namun
memiliki daya tarik tersendiri.
Sensual! Begitu kata Tuan
hartono saat pertama kali
mereka bercinta di belakang
dapur suatu ketika.
Dalam usianya yang tidak
tergolong muda ini, Bi Eha –
janda yang sudah lama
ditinggal suami – masih
memiliki gairah yang tinggi
karena ternyata selain
berselingkuh dengan
majikannya, ia pernah
bercinta pula dengan Kang
Ujang, Satpam penjaga
rumah. Perselingkuhannya
dengan Kang Ujang berawal
ketika ia lama ditinggalkan
oleh Tuan Hartono yang
sedang pergi ke luar negeri
selama sebulan penuh.
Selama itu pula Bi Eha
merasa kesepian, tak ada
lelaki yang mengisi
kekosongannya. Apalagi di
saat itu udara malam terasa
begitu menusuk tulang. Tak
tahan oleh gairahnya yang
meletup-letup, ia nekat
menggoda Satpam itu untuk
diajak ke atas ranjangnya di
kamar belakang.
Malam itu, Bi Eha kembali tak
bisa tidur. Ia gelisah tak
menentu. Bergulingan di atas
ranjang. Tubuhnya menggigil
saking tak tahannya
menahan gelora gairah
seksnya yang menggebu-
gebu. Malam ini ia tak
mungkin menantikan
kehadiran Tuan Hartono
dalam pelukannya karena
istrinya ada di rumah.
Perasaannya semakin
gundah kala membayangkan
saat itu Tuan Hartono tengah
menggauli istrinya. Ia
bayangkan istrinya itu pasti
akan tersengal-sengal
menghadapi gempuran Tuan
Hartono yang memiliki
’senjata’ dahsyat. Bayangan
batang kontol Tuan Hartono
yang besar dan panjang itu
serta keperkasaannya
semakin membuat Bi Eha
nelangsa menahan nafsu
syahwatnya sendiri.
Sebenarnya terpikir untuk
memanggil Kang Ujang untuk
menggantikannya namun ia
tak berani selama
majikannya ada di rumah.
Kalau ketahuan hancur
sudah akibatnya nasib
mereka nantinya. Akhirnya Bi
Eha hanya bisa mengeluh
sendiri di ranjang sampai tak
terasa gairahnya terbawa
tidur.
Dalam mimpinya Bi Eha
merasakan gerayangan
lembut ke sekujur tubuhnya.
Ia menggeliat penuh
kenikmatan atas sentuhan
jemari kekar milik Tuan
Hartono. Menggerayang
melucuti kancing baju
tidurnya hingga terbuka
lebar, mempertontonkan
kedua buah dadanya yang
mengkal padat berisi. Tanpa
sadar Bi Eha mengigau sambil
membusungkan dadanya.
“Remas.. uugghh.. isep
putingnya.. aduuhh
enaknya..”
Kedua tangan Bi Eha
memegang kepala itu dan
membenamkannya ke
dadanya. Tubuhnya
menggeliat mengikuti jilatan
di kedua putingnya. Bi Eha
terengah-engah saking
menikmati sedotan dan
remasan di kedua
payudaranya, sampai-sampai
ia terbangun dari mimpinya.
Perlahan ia membuka kedua
matanya sambil merasakan
mimpinya masih terasa meski
sudah terbangun. Setelah
matanya terbuka, ia baru
sadar bahwa ternyata ia
tidak sedang mimpi. Ia
menengok ke bawah dan
ternyata ada seseorang
tengah menggumuli bukit
kembarnya dengan penuh
nafsu. Ia mengira Tuan
Hartono yang sedang
mencumbuinya. Dalam hati ia
bersorak kegirangan
sekaligus heran atas
keberanian majikannya ini
meski sang istri ada di
rumah. Apa tidak takut
ketahuan. Tiba-tiba ia
sendiri yang merasa
ketakutan. Bagaimana kalau
istrinya datang?
Bi Eha langsung bangkit dan
mendorong tubuh yang
menindihnya dan hendak
mengingatkan Tuan Hartono
akan situasi yang tidak
memungkinkan ini. Namun
belum sempat ucapan keluar,
ia melihat ternyata orang itu
bukan Tuan Hartono?! Yang
lebih mengejutkannya lagi
ternyata orang itu tidak lain
adalah Andre, putra tunggal
majikannya yang masih
berumur 15 tahunan!?
“Den Andre?!” pekiknya
sambil menahan suaranya.
“Den ngapain di kamar Bibi?”
tanyanya lagi kebingungan
melihat wajah Andre yang
merah padam.
Mungkin karena birahi
bercampur malu ketahuan
kelakuan nakalnya.
“Bi.. ngghh.. anu.. ma-maafin
Andre..” katanya dengan
suara memelas.
Kepalanya tertunduk tak
berani menatap wajah Bi Eha.
“Tapi.. barusan nga..
ngapain?” tanyanya lagi
karena tak pernah
menyangka anak majikannya
berani berbuat seperti itu
padanya.
“Andre.. ngghh.. tadinya mau
minta tolong Bibi bikinin
minuman..” katanya
menjelaskan.
“Tapi waktu liat Bibi lagi tidur
sambil menggeliat-geliat..
ngghh.. Andre nggak tahan..”
katanya kemudian.
“Oohh.. Den Andre.. itu nggak
boleh. Nanti kalau ketahuan
Papa Mama gimana?” Tanya
Bi Eha.
“Andre tahu itu salah.. tapi..
ngghh..” jawab Andre ragu-
ragu.
“Tapi kenapa?” Tanya Bi
Eha penasaran
“Andre pengen kayak Kang
Ujang..” jawabnya kemudian.
Kepala Bi Eha bagaikan
disamber geledek mendengar
ucapan Andre. Berarti dia
tahu perbuatannya dengan
Satpam itu, kata hatinya
panik. Wah bagaimana ini?
“Kenapa Den Andre pengen
itu?” tanyanya kemudian
dengan lembut.
“Andre sering ngebayangin
Bibi.. juga.. ngghh.. anu..”
“Anu apa?” desak Bi Eha
makin penasaran.
“Andre suka ngintip.. Bibi lagi
mandi,” akunya sambil melirik
ke arah pakaian tidur Bi Eha
yang sudah terbuka lebar.
Andre melenguh panjang
menyaksikan bukit kembar
montok yang menggantung
tegak di dada pengasuhnya
itu. Bi Eha dengan refleks
merapikan bajunya untuk
menutupi dadanya yang
telanjang. Kurang ajar mata
anak bau kencur ini, gerutu
Bi Eha dalam hati. Nggak jauh
beda dengan Bapaknya.
“Boleh khan Bi?” kata Andre
kemudian.
“Boleh apa?” sentak Bi Eha
mulai sewot.
“Boleh itu.. ngghh.. anu..
kayak tadi..” pinta Andre
tanpa rasa bersalah seraya
mendekati kembali Bi Eha.
“Den Andre jangan kurang
ajar begitu sama
perempuan..,” katanya
seraya mundur menjauhi
anak itu. “Nggak boleh!”
“Kok Kang Ujang boleh?
Nanti Andre bilangin lho..”
kata Andre mengancam.
“Eh jangan! Nggak boleh
bilang ke siapa-siapa..” kata
Bi Eha panik.
“Kalau gitu boleh dong
Andre?”
Kurang ajar bener anak ini,
berani-beraninya
mengancam, makinya dalam
hati. Tapi bagaimana kalau ia
bilang-bilang sama orang
lain. Oh Jangan. Jangan
sampai! Bi Eha berpikir keras
bagaimana caranya agar
anak ini dapat dikuasai agar
tak cerita kepada yang lain.
Bi Eha lalu tersenyum kepada
Andre seraya meraih
tangannya.
“Den Andre mau pegang ini?”
katanya kemudian sambil
menaruh tangan Andre ke
atas buah dadanya.
“Iya.. ii-iiya..,” katanya
sambil menyeringai gembira.
Andre meremas kedua bukit
kembar milik Bi Eha dengan
bebas dan sepuas-puasnya.
“Gimana Den.. enak nggak?”
Tanya Bi Eha sambil melirik
wajah anak itu.
“Tampan juga anak ini,
walau masih ingusan tapi ia
tetap seorang lelaki juga”,
pikir Bi Eha.
Bukankah tadi ia merindukan
kehadiran seorang lelaki
untuk memuaskan rasa
dahaga yang demikian
menggelegak? Mungkin saja
anak ini tidak sesuai dengan
apa yang diharapkan, tetapi
dari pada tidak sama sekali?
Setelah berpikiran seperti
itu, Bi Eha menjadi
penasaran. Ingin tahu
bagaimana rasanya bercinta
dengan anak di bawah umur.
Tentunya masih polos, lugu
dan perlu diajarkan.
Mengingat ini hal Bi Eha jadi
terangsang. Keinginannya
untuk bercinta semakin
menggebu-gebu. Kalau saja
lelaki ini adalah Tuan
Hartono, tentunya sudah ia
terkam sejak tadi dan
menggumuli batang kontolnya
untuk memuaskan nafsunya
yang sudah ke ubun-ubun.
Tapi tunggu dulu. Ia masih
anak-anak. Jangan sampai ia
kaget dan malah akan
membuatnya ketakutan.
Lalu ia biarkan Andre
meremas-remas buah
dadanya sesuka hati.
Dadanya sengaja
dibusungkan agar anak ini
dapat melihat dengan jelas
keindahan buah dadanya
yang paling dibanggakan.
Andre mencoba memilin-milin
putingnya sambil melirik ke
wajah Bi Eha yang nampak
meringis seperti menahan
sesuatu.
“Sakit Bi?” tanyanya.
“Nggak Den. Terus aja.
Jangan berhenti. Ya begitu..
terus sambil diremas..
uugghh..”
Andre mengikuti semua
perintah Bi Eha. Ia menikmati
sekali remasannya. Begitu
kenyal, montok dan oohh
asyik sekali! Pikir Andre
dalam hati. Entah kenapa
tiba-tiba ia ingin mencium
buah dada itu dan mengemot
putingnya seperti ketika ia
masih bayi.
Bi Eha terperanjat akan
perubahan ini sekaligus
senang karena meski
sedotan itu tidak semahir
lelaki dewasa tapi cukup
membuatnya terangsang
hebat. Apalagi tangan Andre
satunya lagi sudah mulai
berani mengelus-elus
pahanya dan merambat naik
di balik baju tidurnya.
Perasaan Bi Eha seraya
melayang dengan cumbuan
ini. Ia sudah tak sabar
menunggu gerayangan
tangan Andre di balik roknya
segera sampai ke pangkal
pahanya. Tapi nampaknya
tidak sampai-sampai.
Akhirnya Bi Eha mendorong
tangan itu menyusup lebih
dalam dan langsung
menyentuh daerah paling
sensitive. Bi Eha memang tak
pernah memakai pakaian
dalam kalau sedang tidur.
“Tidak bebas”, katanya.
Andre terperanjat begitu
jemarinya menyentuh daerah
yang terasa begitu hangat
dan lembab. Hampir saja ia
menarik lagi tangannya kalau
tidak ditahan oleh Bi Eha.
“Nggak apa-apa.. pegang
aja.. pelan-pelan.. ya.. terus..
begitu.. ya.. teruusshh.. uggh
Den enaak!”
Andre semangat mendengar
erangan Bi Eha yang begitu
merangsang. Sambil terus
mengemot puting susunya,
jemarinya mulai berani
mempermainkan bibir
kemaluan Bi Eha. Terasa
hangat dan sedikit basah.
Dicoba-cobanya menusuk
celah di antara bibir itu.
Terdengar Bi Eha melenguh.
Andre meneruskan
tusukannya. Cairan yang
mulai rembes di daerah itu
membuat jari Andre mudah
melesak ke dalam dan terus
semakin dalam.
“Akhh.. Den masukin
terusshh.. ya begitu. Oohh
Den Andre pinter!” desah Bi
Eha mulai meracau
ucapannya saking hebatnya
rangsangan ke sekujur
tubuhnya.
Sambil terus menyuruh Andre
berbuat ini dan itu. Tangan Bi
Eha mulai menggerayang ke
tubuh Andre. Pertama-tama
ia lucuti pakaian atasnya
kemudian melepaskan ikat
pinggangnnya dan langsung
merogoh ke balik celana
dalam anak itu.
“Mmmpphh..”, desah Bi Eha
begitu merasakan batang
kontol anak itu sudah keras
seperti baja.
Ia melirik ke bawah dan
melihat batang Andre
mengacung tegang sekali.
Boleh juga anak ini. Meski
tidak sebesar bapaknya, tapi
cukup besar untuk ukuran
anak seumurnya. Tangan Bi
Eha mengocok perlahan
batang itu. Andre melenguh
keenakan.
“Oouhhgghh.. Bii..
uueeanaakkhh!” pekik Andre
perlahan.
Bi Eha tersenyum senang
melihatnya. Anak ini semakin
menggemaskan saja.
Kepolosan dan keluguannya
membuat Bi Eha semakin
terangsang dan tak tahan
menghadapi emotan bibirnya
di puting susunya dan
gerakan jemarinya di dalam
liang memeknya. Rasanya ia
tak kuat menahan desakan
hebat dari dalam dirinya.
Tubuhnya bergetar.. lalu.., Bi
Eha merasakan semburan
hangat dari dalam dirinya
berkali-kali. Ia sudah
orgasme. Heran juga. Tak
seperti biasanya ia secepat
itu mencapai puncak
kenikmatan. Entah kenapa.
Mungkin karena dari tadi ia
sudah terlanjur bernafsu
ditambah pengalaman baru
dengan anak di bawah umur,
telah membuatnya cepat
orgasme.
Andre terperangah
menyaksikan ekspresi wajah
Bi Eha yang nampak begitu
menikmatinya. Guncangan
tubuhnya membuat Andre
menghentikan gerakannya. Ia
terpesona melihatnya. Ia
takut malah membuat Bi Eha
kesakitan.
“Bi? Bibi kenapa? Nggak
apa-apa khan?” tanyanya
demikian polos.
“Nggak sayang.. Bibi justru
sedang menikmati perbuatan
Den Andre,” demikian kata Bi
Eha seraya menciumi wajah
tampan anak itu.
Dengan penuh nafsu, bibir
Andre dikulum, dijilati
sementara kedua tangannya
menggerayang ke sekujur
tubuh anak muda ini. Andre
senang melihat kegarangan
Bi Eha. Ia balas menyerang
dengan meremas-remas
kedua payudara
pengasuhnya ini, lalu
mempermainkan putingnya.
“Aduh Den.. enak sekali. Den
Andre pinter.. uugghh!”
erang Bi Eha kenikmatan.
Bi Eha benar-benar
menyukai anak ini. Ia ingin
memberikan yang terbaik
buat majikan mudanya ini.
Ingin memberikan kenikmatan
yang tak akan pernah ia
lupakan. Ia yakin Andre
masih perjaka tulen. Bi Eha
semakin terangsang
membayangkan nikmatnya
semburan cairan mani
perjaka. Lalu ia mendorong
tubuh Andre hingga telentang
lurus di ranjang dan mulai
menciuminya dari atas hingga
bawah. Lidahnya menyapu-
nyapu di sekitar kemaluan
Andre. Melumat batang yang
sudah tegak bagai besi tiang
pancang dan megulumnya
dengan penuh nafsu.
Tubuh Andre berguncang
keras merasakan nikmatnya
cumbuan yang begitu lihai.
Apalagi saat lidah Bi Eha
mempermainkan biji pelernya,
kemudian melata-lata ke
sekujur batang kemaluannya.
Andre merasakan bagian
bawah perutnya berkedut-
kedut akibat jilatan itu.
Bahkan saking enaknya,
Andre merasa tak sanggup
lagi menahan desakan yang
akan menyembur dari ujung
moncong kemaluannya. Bi Eha
rupanya merasakan hal itu.
Ia tak menginginkannya.
Dengan cepat ia melepaskan
kulumannya dan langsung
memencet pangkal batang
kemaluan Andre sehingga
tidak langsung menyembur.
“Akh Bi.. kenapa?” Tanya
Andre bingung karena
barusan ia merasakan air
maninya akan muncrat tapi
tiba-tiba tidak jadi.
“Nggak apa-apa. Tenang
saja, Den. Biar tambah
enak,” jawabnya seraya
naik ke atas tubuh Andre.
Dengan posisi jongkok dan
kedua kaki mengangkang, Bi
Eha mengarahkan batang
kontol Andre persis ke arah
liang memeknya. Perlahan-
lahan tubuh Bi Eha turun
sambil memegang kontol
Andre yang sudah mulai
masuk.
“Uugghh.. enak nggak Den?”
“Aduuhh.. Bi Eha..
sedaapphh..!” pekiknya.
Andre merasakan batang
kontolnya seperti disedot
liang memek Bi Eha. Terasa
sekali kedutan-kedutannya.
Ia lalu menggerakan
pantatnya naik turun.
Konotlnya bergerak ceapt
keluar masuk liang nikmat itu.
Bi Eha tak mau kalah.
Pantatnya bergoyang ke
kanan-kiri mengimbangi
tusukan kontol Andre.
“Auugghh
Deenn..uueennaakk!” jerit Bi
Eha seperti kesetanan.
“Terus Den, jangan berhenti.
Ya tusuk ke situ.. auughgg..
aakkhh..”
Andre mempercepat
gerakannya karena mulai
merasakan air maninya akan
muncrat.
“Bi.. saya mau keluaarr..”
Jeritnya.
“Iya Den.. ayo.. keluarin aja.
Bibi juga mau keluar.. ya
terusshh.. oohh teruss..”
katanya tersengal-sengal.
Andre mencoba bertahan
sekuat tenaga dan terus
menggenjot liang memek Bi
Eha dengan tusukan bertubi-
tubi sampai akhirnya
kewalahan menghadapi
goyangan pinggul wanita
berpengalaman ini. Badannya
sampai terangkat ke atas
dan sambil memeluk tubuh Bi
Eha erat-erat, Andre
menyemburkan cairan
kentalnya berkali-kali.
“Crot.. croott.. crott!”
“Aaakkhh..” Bi Eha juga
mengalami orgasme.
Sekujur tubuhnya bergetar
hebat dalam pelukan erat
Andre.
“Ooohh.. Deenn.. hebat
sekali..”
Kedua insan yang tengah
lupa daratan ini bergulingan
di atas ranjang merasakan
sisa-sisa akhir dari
kenikmatan ini. Nafas mereka
tersengal-sengal. Peluh
membasahi seluruh tubuh
mereka meski udara malam di
luar cukup dingin. Nampak
senyum Bi Eha mengembang
di bibirnya. Penuh dengan
kepuasan. Ia melirik genit
kepada Andre.
“Gimana Den. Enak khan?”
“Iya Bi, enak sekali,” jawab
Andre seraya memeluk Bi
Eha.
Tangannya mencolek nakal
ke buah dada Bi Eha yang
menggelantung persis di
depan mukanya.
“Ih Aden nakal,” katanya
semakin genit.
Tangan Bi Eha kembali
merayap ke arah batang
kontol Andre yang sudah
lemas. Mengelus-elus
perlahan hingga batang itu
mulai memperlihatkan kembali
kehidupannya.
“Bibi isep lagi ya Den?”
Andre hanya bisa
mengangguk dan kembali
merasakan hangatnya mulut
Bi Eha ketika mengulum
kontolnya. Mereka kembali
bercumbu tanpa mengenal
waktu dan baru berhenti
ketika terdengar kokok ayam
bersahutan. Andre
meninggalkan kamar Bi Eha
dengan tubuh lunglai. Habis
sudah tenaganya karena
bercinta semalaman. Tapi
nampak wajahnya berseri-
seri karena malam itu ia
sudah merasakan
pengalaman yang luar biasa.
mantap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar