Jumat, 16 Maret 2012

tante juliet ,tetangga ganjen

Suatu ketika rumahnya sedang kosong
cuma tinggal Tante Juliet bertiga dengan anak
asuhnya yang masih berumur 3 tahun dan
pembantunya. Tante Juliet meneleponku untuk
meminta tolong membetulkan kran kamar
mandinya. Tentu saja kupenuhi karena aku
baginya sudah dianggap seperti keluarga di
rumahnya dengan sendirinya cepat saja
kupenuhi permintaan itu. Aku datang dengan
segera tapikran rusak ternyata hanya alasan saja
melainkan diminta untuk menemani sambil
membantu memijiti kakinya yang katanya
sedang kram. Di ruang tengahTante waktu itu
duduk di sofa panjang sedang menonton acara
telenovela di televisi. “Abis kalo nggak pake
alesan betulin keran nanti nggak enak didengar
keluargamu. Sini dong Son, Sony bisa bantuin
mijetin kaki Tante, nggak? kaki Tante agak keram
sedikit…” begitu katanya menyambutku dan
langsung meminta bantuanku. Aku
mengangguk dan mendekat berlutut di
depannya akan mulai memijit sebelah kakinya di
bagian bawah tapi rupanya bukan di situ. “Oo
bukan di situ Son… di sini, di selangkangan ini.
Nggak apa ya Tante begini, nggak usah kikuk,
Sony kan udah kayak anak Tante sendiri.”
katanya sambil menyingkap roknya ke atas
menunjukkan daerah yang harus kupijit yaitu di
selangkangan pahanya. Tidak tanggung-
tanggung, rok itu disingkap sampai di atas celana
dalamnya sehingga mau tak mau terpandang
juga gundukan vaginanya menerawang dari
balik kain tipis celana dalamnya itu. Tentu saja,
biarpun sudah dipesan lebih dulu agar aku tidak
usah kikuk-kikuk, tidak urung mukaku langsung
berubah merah malu dengan pemandangan
yang seronok ini.Tante seperti tidak mengerti apa
yang kurasakan, dia menyuruh aku mendekat
masuk di tengah selangkangannya dan
mengambil kedua tanganku, meletakan di
masing-masing paha atasnya persis di tepi
gundukan bukit vaginanya. Dia minta bagian
yang katanya sering pegal itu kutekan pelan-
pelan dan waktu kumulai agak bergetaran juga
tanganku mengerjainya sementaraTante Juliet
memejamkan matanya pura-pura menikmati
pijitanku. Padahal sungguh, aku sama sekali tidak
tahu bahwa aku sedang diperangkap olehnya.
“Iya di situ sering pegel Son, tapi ntar dulu..
kurang pas yang itu, Tante naikin kaki dulu…
ya…”katanya. Berikutnya dengan alasan kurang
puas Tante menaikan kedua telapaknya ke atas
tepi sofa di mana dia sekarang minta aku memijit
lebih ke dalam lagi sehingga boleh dibilang aku
hanya memijit-mijit otot seputar kemaluannya
saja. Pikiranku mulai terganggu karena
bagaimanapun meremas-remas tepi bukit yang
sedang terkangkang menganga ini mau tidak
mau membuat nafasku memburu juga.
Maklum, meskipun masih remaja tapi aku sudah
kenal tidur dengan perempuan sehingga jelas
mengenal rasa yang bisa diberikan bukit
menggembung di depanku. Apalagi dalam
pemandangan yang merangsang seperti ini.
Nah, di tengah-tengah kecamuk lamunan seperti
ini Tante semakin jauh menggodaku.
“Ngomong-ngomong Sony udah pernah maen
ama cewek, belum ?” katanya agak genit. “Ngg…
maen cewek maksud Tante pacaran?” kataku
balik bertanya pura-pura tidak mengerti.
“Maksudnya tidur sama cewek, ngerasain
ininya,” katanya sambil menunjuk vaginanya.
Ditanya begini wajahku merah lagi, jadi gugup
aku menjawab, “Ngmm.. belum pernah Tan..”
jawabku berbohong. Mungkin aku salah
menjawab begini karena kesempatan ini justru
dipakaitante makin menggodaku. “Ah masak sih,
coba Tante pegang dulu…” begitu selesai bicara
dia sudah menarikku lebih dekat lagi dengan
menjulurkan kedua tangannya, satu dipakai
untuk menggantol di leherku menahan tubuhnya
tegak dari sandaran sofa, satu lagi dipakai untuk
meraba jendulan penisku. “Tante pengen tau
kalo bangunnya cepet berarti betul belum
pernah…” lanjutnya lagi. Entah artinya yang
sengaja dibolak-balik atau memang ini bagian
dari kelihaiannya membujukku, namanya aku
masih berdarah muda biarpun sudah terbiasa
menghadapi perempuan tapi dirangsang dalam
suasana begini tentu saja cepat batangku naik
mengeras. Kalau sudah sampai di sini sudah
lebih gampang lagi buat dia. “Wihh, memang
cepet bener bangunnya… Tapi coba Son, Tante
kok jadi penasaran kayaknya ada yang aneh
punyamu…” katanya tanpa menunggu
persetujuanku dia sudah langsung bekerja
membuka celanaku membebaskan penisku. Aku
sulit menolak karena kupikir dia betul-betul
sekedar penasaran ingin melihat keluarbiasaan
penisku. Memang, waktu batangku terbuka
bebas matanya setengah heran setengah kagum
melihat ukuran penisku. “Buukan maen Sonyy…
keras banget punyamu..” katanya memuji
kagum tapi justru melihat yang begini makin
memburu niatnya ingin cepat menjeratku, “Tapi
masak sih yang begini belum pernah dipake ke
cewek. Kalo gitu siniTante kenalin rasa sedikit,
deket lagi biar bisa Tante tempelin di sini…”
lanjutnya, lagi-lagi tanpa menunggu komentarku
dia memegang batangku dan menarikku lebih
merapat kepadanya. Apa yang dimaksudkannya
adalah dengan sebelah tangan bekerja cepat
sekedar menyingkap sebelahkaki celana
dalamnya membebaskan vaginanya, lalu sebelah
lagi membawa penisku menempelkan kepala
batangku di mulut lubang vaginanya. Di situ
digosok-gosokannya ujung penisku di celah
liangnya beberapa saat dulu baru kemudian
menguji perasaanku. “Gimana, enak nggak
digosok-gosokin gini?” katanya tambah super
genit. Tentu, jangan bilang lagi kalau sudah
begini aku yang sudah tegang dengan sinar
mata redup sudah sulit untuk melepaskan diri,
berat rasanya menolak kesempatan seperti ini.
Aku cuma mengiyakan dengan mengangguk
danTante Juliet meningkat lebih jauh lagi. “Kalo
gitu Sony yang nyoba sendiri biar bisa tahu
gimana rasanya, tapi tunggu Tante buka
ajasekalian supaya nggak ngalangin…” lanjutnya
dengan cepat melepas celana dalamnya untuk
kemudian kembali lagi pada posisi
mengangkangnya. Menggosok-gosokan sendiri
ujung kepala penisku di mulut lubang vaginanya
yang menganga tambah membuatku semakin
tegang dalam nafsu, tapi untuk menyesapkan
masuk ke dalam aku masih tidak berani sebelum
mendapat ijinnya. Padahal itu justru yang
diinginkantante hanya saja mengira aku benar-
benar masih hijau dia masih memakai siasat
halus untuk menyeretku masuk. “Ahhh…
kedaleman gosokinnya…” katanya menjerit geli
memaksudkan aku agak terlalu menusuk.
Padahal rasanya aku masih mengikuti sesuai
anjurannya, tapi ini memang akal dia untuk
masuk di siasat berikut, “Tapi gini, supaya nggak
keset siniTante basahin dulu punyamu.” katanya
mengajak aku bangun berdiri. Kali ini apa yang
dimaksudkannya adalah dia langsung
mengambil penisku dan mulai menjilati seputar
batangku, sambil sesekali mengulum kepalanya.
Kalau sudah sampai di sini rasanya aku bisa
menebak ke mana kelanjutannya. Dan memang,
ketika dirasanya batangku sudah cukup basah
licin dia pun menarik lagi tubuhku berlutut dan
kembali memasang vaginanya siap untuk
kumasuki. Dalam keadaan seperti itu aku betul-
betul sudah buntu pikiranku, terlupa bahwa dia
adalah istri dari Mas Fadli-kakak angkatku.
Rangsangan nafsu sudah menuntut kelelakianku
untuk tersalurkan lewat dia. Sehingga sekalipun
Tante Juliet tidak lagi menyuruh dengan kata-
katanya, aku sudah tahu apa yang akan
kulakukan. Ujung penis mulai kusesapkan di
lubang vaginanya segera kuikuti dengan gerakan
membor untuk menusuk lebih dalam.Tante
sendiri meskipun mimik mukanya agak tegang,
dia ikut membantu dengan jari-jari tangannya
lebih menguakkan bibir vaginanya menjadi
semakin menganga, untuk lebih memudahkan
usaha masuk batangku. Tapi baru saja terjepit
setengah, tiba-tiba SonJul anak asuhnya datang
mengganggu konsentrasi teristimewa bagiTante
Juliet. Si kecil yang belum mengerti apa-apa ini
naik ke sofa langsung menunggangi perut Tante
seolah-olah ingin ikut bergabung dengan kami.
“Nanti dulu Dek, Mama lagi dicuntik Mas Sony…
Adek maen dulu sana, ya?” agak kerepotan Tante
membujuk SonJul untuk menyingkir dan
kembali bermain, sementara aku sendiri tetap
sibuk membor dan menggesek keluar masuk
penisku untuk menanam sisa batang yang
masih belum masuk. Di atas dia repot meredam
kelincahan SonJul, sedang di bawah dia juga
repot menyambut batangku. Sesekali merintih
memintaku jangan terlalu kuat menyodokkan
penisku. “Aashhh… Sonnn… pelan Son.. memek
mama sakit… jangan dicuntik keras-kerass… ”
erangnya. Untung berhasil Tante Juliet
membujuk SonJul tepat pada saat seluruh
batangku habis terbenam. Lega wajahnya ketika
SonJul sudah mau turun kembali bermain.
“Naaa, sekarang Mama Adek mau maen sama
Mas Sony dulu, ya? Ayo Mas Son… pindah ke
bawah dulu, Mama Adek juga pengen ikutan
ngerasain enaknya…” Tanpa melepas kemaluan
masing-masing kami pun berpindah ke karpet,
Tante Juliet yang di bagian bawah. Di situ begitu
posisi terasa pas kami segera menikmati asyik
gelut kedua kemaluan denganku memompa dan
Tante Juliet mengocok vaginanya. Nikmat
sanggama mulai meresap dan meskipun di
tengah-tengah asyik itu SonJul juga sering
datang mengganggu, tapi kami sudah tidak
peduli karena masing-masing sedang berpacu
menuju puncak kepuasan. Dan ini ternyata bisa
tercapai secara bersamaan. Agak terganggu
dengan adanya SonJul lagipula suasana kurang
begitu bebas, tapi toh cukup memuaskan akhir
permainan itu bagi kami berdua. Kelanjutan
hubungan kami memang sulit mencari
kesempatan yang lowong seperti itu lagi. Setelah
yang pertama ini masih sempat dua kali kami
melakukan hubungan badan tapi kemudian
terputus. Ada satu keasyikan tersendiri yang
kurasakan jika sedang bercinta dengan Tante
Juliet yang bertubuh montok ini. Enak rasanya
bergelut dengan daging tebalnya, seperti menari-
nari di atas kasur empuk berbantalkan susunya
yang juga montok dan besar itu. Rasanya dalam
sejarah percintaanku dengan para wanita yang
kesemuanya cantik-cantik lagi berlekak-lekuk
padat menggiurkan, maka cuma dengan dia
satu-satunya yang berbeda. Tapi, inilah yang
kusebut asyik tadi. Aku sama sekali tidak merasa
menyesal dan justru selalu merindukan untuk
mengulang kenangan bersama dia, hanya saja
kesempatan sudah sulit sekali untuk didapat.
Kesempatan kali keempat kudapat tiga tahun
setelah itu yaitu ketika aku diminta mengantar
Tante Juliet untuk menghadiri upacara
perkawinan seorang keluarga mereka di Las
Vegas. Waktu itu rencananya aku hanya
mengantar saja dan setelah acara selesai akan
pulang langsung ke LA ke tempat kuliahku, tapi
rupanya Tante Juliet berubah pikiran ingin pulang
menumpang lagi denganku. Mau tak mau aku
pun berputar melewati Washington, DC untuk
mengantarkan Tante Juliet ke rumahnya dulu
sebelum ke LA. Tante memang rupanya tidak
ingin berlama-lama dalam kunjungannya, itu
sebabnya SonJul tidak diajak serta dan ditinggal
bersama pembantu serta suaminya di rumah.
Begitu, dalam perjalanan yang cuma kami
berdua di mobil kami pun ngobrol dengan
akrab, dengan Tante Juliet yang lebih banyak
bertanya-tanya tentang keadaanku sementara
aku sendiri sibuk mengemudi. Sampai kemudian
menyinggung tentang kegiatan seksku, Tante
Juliet memang bisa menduga bahwa aku tentu
sudah banyak pengalaman galang-gulung
dengan perempuan. “Ngomong-ngomong soal
kita dulu kalo sekarang Sony udah kenal banyak
cewek cakep pasti kamu nyesel kenapa bikin gitu
sama Tante waktu hari itu, ya nggak Son?”
“Nyesel sih enggak Tan, gimanapun kan Tante
yang pertama kali ngenalin rasa sama Sony.
Apalagi Sony juga punya kenangan manis dari
Tante…” jawabku menyinggung hubungan
intimku waktu itu dengannya. “Tapi itu kan
duluu… Sekarang dibanding-bandingin sama
kenalan-kenalanmu yang lebih muda pasti kamu
mikir-mikir lagi, kok mau-maunya aku sama
Tante model gitu. Itupun waktu dulu, sekarang
apalagi… tambah nggak nafsu liatnya, ya nggak?”
Aku langsung menoleh dengan tidak enak hati.
“Jangan bilang gitu Tan, Sony nggak pernah
nyesel soal yang dulu. Malah kalo masih boleh
dikasih sih sekarang pun Sony juga masih mau
kok.” “Jangan menghibur, ngeliat apanya sama
Tante kok berani bilang gitu?” “Lho kenyataan
dong… Tante emang sekarang gemukan tapi
manisnya nggak kurang. Malah tambah
ngerangsang deh…” jawabku memuji apa
adanya. Karena memang, sekalipun dia sekarang
terlihat lebih gemuk dibanding dulu tapi
wajahnya masih tetap terlihat manis.
“Ngerangsang apanya Son?” tanyanya
penasaran. “Ya ngerangsang pengen dikasih
kayak dulu lagi. Soalnya tambah montok kan
tambah enak rasanya.” jawabku dengan
membuktikan langsung meraba-raba buah
dadanya yang besar itu, Tante Juliet langsung
menggelinjang kegelian. “Aaa… kamu emang
pinter ngerayu, bikin orang jadi ngira beneran
aja.” katanya mencandaiku. “Lho Sony serius
kok, kalo masih kepengen ngulang sama Tante.
Makanya tadi Sony nanya, kalo emang masih
boleh dikasih sekarang juga Sony belokin nyari
hotel, nih?” Lagi-lagi dia tertawa geli mendengar
candaku. “Yang bilang nggak boleh siapa. Tapi
dikasihpun kamu pasti nggak selera lagi, kan
percuma.” “Ya udah, kalo nggak percaya.. Tapi
ngomong-ngomong sebentar lagi udah gelap,
Sony lupa kalo lampu mobil kemaren mati
sebelah belum sempat diganti. Gimana kalo kita
nyari hotel aja Tan, besok baru terusin lagi.”
kataku mengajukan usul karena kebetulan
memang lampu mobilku padam sebelah.
Sebetulnya ada cadangan tapi ini kupakai alasan
untuk mengajaknya menginap. “Duh kamu kok
sembrono sih Son.. Ayo cari penginepan aja
kalo gitu, dipaksa nerusin nanti malah bahaya di
jalan…” Kupercepat laju mobilku sebelum gelap
dan di kota terdekat aku pun mencari sebuah
hotel. Begitu dapat aku langsung turun
memesan sebuah kamar sementara Tante
menunggu di mobil. Dan setelah kembali ke
mobil untuk mengajak Tante turun sempat
kubuktikan dulu padanya tentang lampu mobil
sebelahku yang memang padam itu. Berdua
masuk ke kamar, setelah mandi dan makan
malam kamipun bersantai dengan ngobrol
sampai kemudian Tante mengajakku untuk pergi
tidur. Kamar yang kupesan memang hanya satu
tapi dilengkapi dua tempat tidur sebagaimana
biasanya bentuk kamar hotel. Melihat dari
keadaan ini Tante Juliet tidak mengira bahwa aku
betul-betul serius dengan keinginanku untuk
mengulang lagi kenangan lama. Dia baru saja
mengganti baju tidur dan baru akan mulai
mengancingnya ketika aku keluar dari kencing di
kamar mandi langsung mendekat memeluknya
dari belakang. Aku sendiri hanya mengenakan
handuk berlilit pinggang setelah membuka
bajuku di kamar mandi. “Gimana Tan, masih
boleh dikasih Sony nggak..” bisikku meminta di
telinganya tapi sambil mengecup leher bawah
telinganya diikuti kedua tanganku mulai
meremasi masing-masing susunya.Tersenyum
geli dia karena sudah sampai di situ pun dia
masih mengira aku cuma bercanda menggoda.
“Apanya yang enak sih sama orang yang udah
gembrot dan tua gini, Son…” tanyanya
penasaran. “Buat Sony sih nggak ada bedanya,
malah Sony kangen deh Tan…” Sambil bicara
begitu kubuka lagi satu kancing daster tidurnya
yang baru terpasang, sehingga bagian depan
tubuhnya terbuka berikut kedua susunya yang
bebas karena Tante sengaja tidur tanpa memakai
kutang, untuk kemudian tanganku berlanjut
meremasi susu telanjangnya itu. Tante
membiarkan saja tapi dia bertanya mengujiku
dengan nada setengah ragu kepadaku. “Masak
sih kangen sama Tante? Kan kamu biasanya
sama cewek-cewek cakep, yang masih muda
lagi langsing-langsing badannya…?” katanya lagi.
“Justru melulu sama yang begituan, Sony malah
bosan… Sony suka sama Tante yang montok…”
“Kamu bisa aja…” “Lho bener Tan. Montoknya
Tante ini yang bikin enak, mantep rasanya.
Apalagi yang ini.. hmmm.. sekarang tambah
montok berarti tambah enak lagi rasanya..” kali
ini sebelah tanganku sudah kujulurkan ke bawah
meremas-remas gemas gundukan vaginanya.
Tante Juliet merengek senang, sekarang baru dia
percaya dengan keseriusanku. Apalagi ketika dia
juga membalas menjulurkan tangannya ke
belakang, di situ dia mendapatkan bahwa di balik
handuk itu aku sudah tidak mengenakan celana
dalam lagi. Tanpa diminta lagi dia sendiri
membuka lagi daster tidur sekaligus juga celana
dalamnya sendiri untuk bersama-sama telanjang
bulat naik ke tempat tidur. Wanita berwajah
cantik diusianya mencapai 32 tahun ini memang
sudah mekar tubuhnya, tapi tubuhnya masih
cukup kencang lagi mulus sehingga montoknya
berkesan sexy yang punya daya tarik tersendiri.
Dan aku juga jujur mengatakan bahwa aku
merindukan kemontokannya, karena baru saja
melihat dia terbuka sudah langsung terangsang
gairah kelelakianku. Sebab dia belum lagi
merebah penuh, masih duduk di tengah
pembaringan untuk mengurai gelung
rambutnya, sudah kuburu tidak sabaran lagi.
Kusosor sebelah susunya, sebelah lagi kuremas-
remas gemas, dengan rakus mulutku
mengenyot-ngenyot bagian puncaknya,
mengisap, mengulum dan menggigit-gigit
putingnya. “Ehngg… gelli Soon.. Iya, iya, nanti
Tante kasih… deh…” merengek kegelian dia
karena serangan mendadakku. “Abis gemes sih
Tan…” sahutku cepat dan kembali lagi menyerbu
bagian dadanya. Melihat begini Tante Juliet
mengurungkan merebahkan badannya, untuk
sementara bertahan dalam posisi duduk itu
seperti tidak tega menunda ketidaksabaranku. Air
mukanya berseri-seri senang, sebelah tangannya
membelai-belai sayang kepalaku dan sebelah lagi
lurus ke belakang menopang duduknya,
ditungguinya aku melampiaskan rinduku masih
pada kedua susunya yang montok dan besar itu.
Seperti anak kecil yang asyik sendiri bermain
dengan balonnya, begitu juga aku sibuk
mengerjai bergantian kedua daging bulat gemuk
itu untuk memuaskan lewat rasa mulut dan
remasan gemasku. Sampai berkecapan suara
mulut rakusku dan sampai meleyot-leyot
terpencet, terangkat-angkat dan jatuh terayun-
ayun, membuat Tante Juliet kadang meringis
merintih atau merengek mengerang saking
kelewat gemas bernafsu aku dengan
keasykanku, tapi begitupun dia tidak mencegah
kesibukanku itu. Baru setelah dirasanya aku
mereda, diapun bersiap-siap untuk memberikan
tuntutan kerinduanku yang berikutnya. Ini karena
dilihatnya aku sudah cukup puas bermain di atas
dan sudah ingin berlanjut ke bawah, yaitu
sementara mulutku masih tetap sibuk tapi
tangan yang sebelah mulai kujulurkan meraba
selangkangannya, segera Tante Juliet pun
merubah posisi untuk memberi keleluasaan
bagiku. Tubuhnya direbahkan ke belakang
sambil meluruskan kedua kakinya yang duduk
terlipat menjepit selangkangannya, langsung
dibukanya sekali agar aku bisa mencapai
vaginanya. Mulutku masih terus mengejar
menempel di sebelah susunya tapi tanganku
sekarang sudah bisa memegang penuh bukit
vaginanya. Bukit daging tebal setangkup
tanganku yang ditumbuhi bulu-bulu keriting
halus ini langsung kuremas-remas gemas, darah
kelelakianku pun tambah mengalir deras.
Keasyikan yang baru menarik perhatian baru
juga, berpindah dulu aku ke tengah
selangkangannya yang kudesak agar lebih
mengangkang sebelum kutarik kepalaku dari
susunya. Tante mengira aku sudah akan mulai
memasukinya, dia sempat menyambar
batangku yang sudah tegang dan melocok-locok
dengan tangannya sebentar. Seperti ingin lebih
mengencangkan lagi tapi ada terasa bahwa dia
juga merindukan batangku, bisa terbaca dari
remasan gemasnya yang menarik-narik penisku.
Begitu posisiku terasa pas, aku pun
memindahkan mulutku turun menggeser ke
bawah dengan cara menciumi lewat perutnya
sampai kemudian tiba di atas vaginanya yang
terkangkang. Di sini konsentrasiku terpusat
dengan mengusap-usap dan memperhatikan
dulu bentuk vaginanya. Ini untuk pertama kali
aku mendapat kesempatan melihat jelas
kemaluannya yang sudah pernah tiga kali
kumasuki, tapi karena waktunya sempit tidak
sempat kulihat dengan nyata. Betul-betul suatu
pemandangan yang merangsang sekali. Bukit
segitiga yang menjendul dengan dagingnya
yang tebal itu ditumbuhi bulu-bulu yang begitu
lebat, tidak cukup menutupi bagian celah lubang
yang diapit pipi kanan kirinya. Tepi bukit itu
persis seperti pipi bayi yang montok
menggembung, saking tebalnya sehingga
menjepit bibir vagina hanya terkuak sedikit
meskipun pahanya sudah kukangkangkan lebar-
lebar. Penasaran kukuakkan bibir vaginanya
dengan jari-jariku untuk melihat lebih ke dalam,
tapi belum lagi jelas, Tante Juliet sudah
menegurku dengan muka malu-malu merengek
geli. “Ahahngg… Sony mau ngeliat apa di dalem
situ sih Son…?” katanya sambil meringis. Aku
tidak menyahut tapi sebelum dia berubah pikiran
untuk mencegahku, langsung saja kusosorkan
mulutku ke tengah lubang yang baru kukuakkan
itu. “Ssshh Sonyyy… ahhh… ammpuunnn…
Sonnn!” Betul juga. Tante Juliet menjerit malu,
tangannya refleks ingin menolak kepalaku tapi
sudah terlambat. Sebab begitu menempel sudah
cepat kusambung dengan menjilat dan
menyedot-nyedot tengah lubangnya. Adu
ngotot berlangsung hanya sesaat karena Tante
kemudian menyerah, menganga dengan wajah
tegang dia ketika geli-geli enak permainan
mulutku mulai menyengat dia. Untuk berikutnya
aku sendiri mulai meresap enaknya mengisap
vagina montok yang baru pertama kudapat
darinya. Lagi-lagi ada keasyikkan tersendiri,
karena tidak seperti dengan milik cewek lain yang
pernah tidur denganku, umumnya celah lubang
mereka terasa kecil karena tepi kanan kirinya
tidak setebal ini. Milik Tante Juliet justru
penampilannya kelihatan sempit tapi kalau
dikuakan malah jadi merekah lebar dan dalam.
Disosor mulutku yang mengisap rakus, seperti
hampir tenggelam wajahku di situ dengan pipiku
bertemu pipi vaginanya. Di bagian inipun untuk
beberapa lama kupuaskan diriku dengan
menyedot menjilat-jilat tengah lubangnya,
sesekali menyodok-nyodokkan ujung lidah kaku
lebih ke dalam, membuatnya mengejang sampai
membusung dadanya. Atau juga menggigit-gigit
klitoris, menarik-nariknya serta menjilati cepat
membuatnya menggelinjang kegelian. Serupa
dengan puting susunya, bagian inipun sudah
mengeras tanda dia sudah terangsang naik
berahinya, tapi Tante Juliet juga tetap
membiarkan aku bermain sepuas-puasnya
untuk melampiaskan rinduku. Ketika kurasa
sudah cukup lama aku mengecap asyik lewat
mulutku dan sudah cukup matang dia kubawa
terangsang, barulah aku mulai memasukkan
penisku ke dalam vaginanya. Di sini baru giliran
Tante untuk ikut melampiaskan rindunya
kepadaku terasa dari sambutannya yang hangat.
Seperti pengalaman yang kuingat, Tante Juliet
bukan type histeris dengan gaya merintih-rintih
dan menggeliat-geliat erotis, tapi dalam keadaan
saat ini tidak urung meluap juga gejolak
rindunya lewat caranya tersendiri kepadaku.
Yaitu seiring putaran vagina laparnya
menyambut masuknya penisku, tubuhku pun
ditarik menindihnya langsung didekapnya erat
mengajakku berciuman. Yang ini juga sama
hangatnya karena begitu menempel langsung
dilumat sepenuh nafsunya. Berikutnya kami
yang sama saling merindukan seolah tidak ingin
melepaskan dekapan menyatu ini. Seluruh
permukaan tubuh depan melekat erat dengan
bagian atas kedua bibir saling melumat ketat
sedang bagian bawah kedua kemaluan pun
bergelut hangat. Aku yang memainkan penisku
memompa keluar masuk diimbangi vaginanya
yang diputar mengocok-ngocok. Ini baru
namanya bersetubuh atau menyatukan tubuh
kami, karena hampir sepanjang permainan kami
melekat seperti itu. Hanya sekali kami menunda
sebentar untuk menarik nafas dan kesempatan
ini kupakai dengan mengangkat tubuhku dan
melihat bagaimana bentuk wanita montok dalam
keadaan sedang kusetubuhi ini. Ternyata suatu
pemandangan yang mengasyikkan sekaligus
makin melonjakkan gairah kejantananku. Di
bawah kulihat vaginanya diputar bernafsu,
seolah kesenangan mendapat tandingan yang
cocok dengannya. Memperhatikan vagina di
bawah itu bagaikan mulut bayi berpipi montok
yang kehausan menyedot-nyedot botol susunya
sudah menambah rangsangan tersendiri, apalagi
melihat keseluruhan goyangan tubuh Tante
Juliet. Seluruh daging tubuhnya ikut bergerak
teristimewa kedua susunya yang berputaran
berayun-ayun tambah menaikkan lagi rangsang
kejantananku, sampai aku tidak tahan dan
kembali turun menghimpit dia karena sudah
terasa akan tiba di saat ejakulasiku. Pada saat
yang sama Tante Juliet juga sudah merasa akan
tiba di orgasmenya, dia yang mengajak lebih
dulu dengan menyambung lumatan bibir tadi
untuk menyalurkannya dalam permainan ketat
seperti ini. “Hghh ayyo Soon.. Nnghoog..
hrrhg…” dengan satu erang tenggorokkan dia
membuka orgasmenya disusul olehku hanya
selang beberapa detik kemudian. Kami sama
mengejang dan sempat menunda sebentar
ketika masuk di puncak permainan, tapi segera
berlanjut lagi melumat dengan lebih ketat seolah
saling menggigit bibir selama masa orgasme itu.
Baru setelah mereda dan berhenti, yang tinggal
hanya nafas turun naik kelelahan dan tubuh
terasa lemas. Cukup luar biasa, karena meskipun
tidak berganti posisi atau gaya tapi permainan
terasa nikmat dengan akhir yang memuaskan.
Malah seluruh tubuh sudah terasa banjir keringat
saking serunya berkonsentrasi dalam
melampiaskan kerinduan lama kami. Untuk itu
aku begitu melepaskan diri hanya duduk di
sebelahnya agar keringat di punggungku tidak
membasahi sprei tempat tidur. “Gimana Son
rasanya barusan..?” Tante Juliet mengujiku
sambil tangannya mengusap menyeka-nyeka
keringat di punggungku. Aku berputar
menghadap dia. “Makanya Sony tadi ngotot
minta, soalnya udah yakin duluan memek
montok Tante ini bakal ngasih enak..” jawabku
dengan meremas mencubit-cubit vaginanya.
“Udah enak, puas lagi.. Tapi Tante sendiri,
gimana rasanya sama Sony?” balik aku bertanya
padanya. Mendapat pujianku air mukanya
bersinar senang, ganti dia memujiku. “Sama
kamu sih nggak usah ditanya lagi, Son. Dulu aja
kalau nggak sayangin kamu masih muda sekali,
udah mau terus-terusan Tante ngajakin kamu.”
“Oya? Kok tadi diajak masih kayak ogah-
ogahan?” “Bukan ogah-ogahan, tapi takut
ketagihan sama Sony…” jawabnya bercanda
sambil tertawa. “Kalau tante mau, Sony mau kok
married ama tante…”kataku. “Akh… apa Son…
kamu becanda ya… Tante kan udah punya
suami…”katanya. “Tante nggak usah bohong
deh… mas Fadli kan nggak bisa normal lagi
tante… Sony tahu kalau mas Fadli sekarang
punya penyakit impoten… ya kan tante…”kataku.
“Kamu tahu darimana Son… tapi tante akui kalau
mas Fadli nggak bisa bikin tante puas…”katanya
sambil menangis. “Nah… gimana tante suka kan
ama Sony… selama ini hubungan Sony dengan
cewek-cewek lain itu hanya sekedar fun aja kok
tan… Sony sebenarnya cinta ama tante dari
pertama pertemuan kita dulu…”kataku sambil
ngecup bibirnya. “Son… benarkah ucapanmu
itu… Sony benar mencintai tante yang udah tua
ini…?”tanyanya. “Ya tante, Sony cinta ama tante
dan Sony mau married ama tante…” kataku
sambil meluk tubuh dia. “Oh… Son… tante juga
suka ama kamu…”katanya sambil meluk tubuh
aku. “I Love You Juliet…”kataku. “I Love You too
Sony…”katanya. Lalu, kami berpelukan erat dan
bahagia menyertai kami berdua.

Tidak ada komentar: