Jumat, 25 November 2011
darah perawan calon sekertaris
Aku sudah berkeluarga, tapi
aku punya WIL yang juga
sangat kucintai. Aku sudah
menganggap ia sebagai
istriku saja. Karena itu aku
akan memanggilnya dalam
cerita ini sebagai istriku. Dari
obrolan selama ini ia
mengatakan bahwa ia ingin
melihatku 'bercinta' dengan
wanita lain. Akhirnya tibalah
pengalaman kami ini.
Siang di hari Sabtu itu terasa
panas sekali, tiupan AC mobil
yang menerpa langsung ke
arahku dan 'istriku' kalah
dengan radiasi matahari
yang tembus melalui kaca-
kaca jendela. Aku sedang
melaju kencang di jalan tol
menuju arah Bogor untuk
suatu keperluan bisnis.
Seperti telah direncanakan,
kubelokkan mobil ke arah
pom bensin di Sentul. setelah
tadi tak sempat aku
mengisinya. Dalam setiap
antrian mobil yang cukup
panjang terlihat ada gadis-
gadis penjaja minuman
berenergi. Sekilas cukup
mencolok karena
seragamnya yang cukup
kontras dengan warna
sekelilingnya.
Dari sederetan gadis-gadis
itu tampak ada seorang yang
paling cantik, putih, cukup
serasi dengan warna-warni
seragamnya. Ia terlalu manis
untuk bekerja diterik
matahari seperti ini walaupun
menggunakan topi. Tatkala
tersenyum, senyumnya lebih
mengukuhkan lagi kalau di
sini bukanlah tempat yang
pantas baginya untuk
bekerja. Aku sempat
khawatir kalau ia tidak
berada di deretanku dan aku
masih hanyut dalam berbagai
terkaan tentangnya, aku
tidak sempat bereaksi ketika
ia mengangguk, tersenyum
dan menawarkan produknya.
Akhirnya dengan wajah
memohon ia berkata, "Buka
dong kacanya.." Segera aku
sadar dengan keadaan dan
refleks membuka kaca
jendelaku. Istriku hanya
memperhatikan, tidak ada
komentar.
Meluncurlah kata-kata
standar yang ia ucapkan
setiap kali bertemu calon
pembeli. Suaranya enak
didengar, tapi aku tak
menyimaknya. Aku malah
balik bertanya, "Kamu
ngapain kerja di sini?"
"Mom, kita kan masih perlu
sekretaris, kenapa tidak dia
aja kita coba."
"Ya, boleh aja", jawab
istriku.
"Gimana mau?" tanyaku
kepada gadis itu.
"Mau.. mau Mas", katanya.
Setelah kenalan sebentar
dan saling tukar nomor
telepon, kulanjutkan
perjalananku setelah mengisi
bensin sampai penuh. Istriku
akhirnya tahu kalau
maksudku yang utama
hanyalah ingin 'berkenalan'
dengannya. Ia sangat setuju
dan antusias.
Malam sekitar jam 20:00 HP
istriku berdering, sesuai
pembicaraan ia akan datang
menemui kami. Setelah diberi
tahu alamat hotel kami,
beberapa saat kemudian ia
muncul dengan penampilan
yang cukup rapi. Ia cepat
sekali akrab dengan istriku
karena ternyata berasal dari
daerah yang sama yaitu
**** (edited), Jawa Barat.
Tidak sampai setengah jam
kami sudah merasa betul-
betul sebagai suatu keluarga
yang akrab. Ia sudah berani
menerima tawaran kami untuk
ikut menginap bersama. Ia
sempat pamit sebentar untuk
menyuruh sopir salah satu
keluarganya untuk pulang
saja, dan telepon ke
saudaranya bahwa malam itu
ia tidak pulang.
Setelah cerita kesana-kemari
akhirnya obrolan kami
menjurus ke masalah seks.
Setelah agak kaku sebentar
kemudian suasana mencair
kembali. Kini dia mulai
menimpali walau agak malu-
malu. Singkat cerita dia masih
perawan, sudah dijodohkan
oleh keluarganya yang ia
belum begitu puas.
Keingintahuannya terhadap
masalah seks termasuk agak
tinggi, tapi pacarnya itu
sangat pemalu, termasuk
agak dingin dan agak
kampungan walau
berpendidikan cukup. Kami
ceritakan bahwa dalam
masalah seks kami selalu
terbuka, punya banyak
koleksi photo pribadi,
bahkan kali ini kami ingin
membuat photo ketika
'bercinta'.
"Udah ah, kita sambil tiduran
aja yuk ngobrolnya", ajak
istriku.
"Nih kamu pakai kimono
satunya", kata istriku sambil
memberikan baju inventaris
hotel. Sedangkan aku yang
tidak ada persiapan untuk
menginap akhirnya hanya
menggunakan kaos dan
celana dalam. Ia dan istriku
sudah merebahkan badannya
di tempat tidur, kemudian aku
menghampiri istriku langsung
memeluknya dari atas.
Kucumbu istriku dari mulai
bibir, pipi, leher, dan buah
dadanya. Istriku mengerang
menikmatinya. Aku
menghentikan cumbuanku
sejenak kemudian meminta
tamu istimewaku untuk
mengambil photo dengan
kamera digital yang selalu
kami bawa. Tampak ia agak
kikuk, kurang menguasai
keadaan ketika aku
menolehnya.
Setelah aku mengajarinya
bagaimana menggunakan
kamera yang kuberikan itu,
kemudian kuteruskan
mencumbu istriku. Dengan
telaten kucumbu istriku dari
ujung kepala sampai ujung
kaki. Kini tamuku tampaknya
sudah menguasai keadaan,
ia dengan leluasa mengintip
kami dari lensa kamera dari
segala sudut. Akhirnya
istriku mencapai klimaksnya
setelah liang senggamanya
kumainkan dengan lidah,
dengan jari, dan terakhir
dengan batang istimewaku.
Sedangkan aku belum apa-
apa.
"Sekarang gantian Rin, kamu
yang maen aku yang ngambil
photonya", kata istriku.
"Ah Mbak ini ada-ada aja",
kata Rini malu-malu.
Sebagai laki-laki, aku sangat
paham dari bahasa tubuhnya
bahwa dia tidak menolak.
Dalam keadaan telanjang
bulat aku berdiri dan
langsung memeluk Rini yang
sedang memegang kamera.
Tangan kirinya ditekuk
seperti akan memegang
pinggangku, tapi telapaknya
hanya dikepal seolah ragu
atau malu. Kuraih kamera
yang masih di tangan
kanannya kemudian
kuberikan kepada istriku.
Kini aku lebih leluasa
memeluk dan mencumbunya,
kuciumi pipi dan lehernya,
sedang tanganku terus
menggerayang dari pundak
sampai lekukan pantatnya.
Pundaknya beberapakali
bergerak merinding kegelian.
Kedua tangannya kini
ternyata sudah berani
membalas memelukku.
Kemudian aku memangkunya
dan merebahkannya di
tempat tidur. Kukulum bibir
mungilnya, kuciumi pipinya,
kugigit-gigit kecil telinganya,
kemudian kuciumi lehernya
punuh sabar dan telaten. Ia
hanya mendesah, kadang
menarik nafas panjang dan
kadang badannya
menggelinjang-gelinjang.
Tidak terlalu susah aku
membuka kimononya,
sejenak kemudian tampak
pemandangan yang cukup
mempesona. Dua bukit yang
cukup segar terbungkus rapi
dalam BH yang pas dengan
ukurannya. Kulitnya putih,
bersih dengan postur badan
yang cukup indah. Sejenak
aku menoleh ke bawah,
tampak pahanya cukup
menawan. Sementara itu
onggokan kecil di
selangkangan pahanya yang
terbungkus CD menambah
panorama keindahan.
Ia tidak menolak ketika aku
membuka BH-nya, demikian
juga ketika aku melepaskan
kimononya melewati kedua
tangannya. Kuteruskan
permainanku dengan
mengitari sekitar bukit-bukit
segar itu. Seluruh titik di
bagian atasnya telah
kutelusuri tidak ada yang
terlewatkan, kini kedua bukti
itu kuremas perlahan. Ia
mendesah, "Eeehhh.."
Tatkala kukulum puting
susunya, badannya refleks
bergerak-gerak, desahnya
pun semakin jelas terdengar.
Kuulangi lagi cumbuanku dari
mulai mengulum bibirnya,
mencium pipinya, kemudian
lehernya. Kemudian kuciumi
lagi bukit-bukit indah itu, dan
kemudian kupermainkan
kedua puting susunya
dengan lidahku. Gelinjangnya
semakin terasa bergerak
mengiringi desahannya yang
terasa merdu sekali.
Petualanganku kuteruskan
ke bagian bawahnya. Ia
mencegah ketika aku akan
membuka CD-nya yang
merupakan pakaian satu-
satunya yang tersisa. "Ya
nggak usah dibuka" ujarku,
"Aku elus-elus aja ya bagian
atasnya pakai punyaku",
bujukku. Ia tidak bereaksi,
tapi aku langsung saja
menyingsingkan CD-nya ke
bawah. Tampaklah dua bibir
yang mengapit lembah
cintanya dihiasi bulu-bulu
tipis. Kupegang burungku
sambil duduk mengangkang
di atas kedua pahanya,
kemudian kuelus-eluskan
burung itu ke ujung lembah
yang sebagian masih
tertutup CD. Agak lama
dengan permainan itu,
akhirnya mungkin karena ia
juga penasaran, maka ia
tidak menolak ketika
kulepaskan CD-nya.
Kini kami sama-sama
telanjang, tak satu helai
benang pun yang tersisa.
Kuteruskan permainan
burungku dengan lebih
leluasa. Tak lama kemudian
cairan kenikmatannya pun
sudah meleleh menyatakan
kehadirannya. Burungku pun
lebih lancar menjelajah. Tapi
karena lembahnya masih
perawan agak susah juga
untuk menembusnya.
Ketika kucoba untuk
memasukkan burungku ke
dalam lembah sorganya,
tampak bibir-bibir
kenikmatannya ikut
terdorong bersama kepala
burungku. Menyadari alam
yang dilaluinya belum pernah
dijamah, aku cukup sabar
untuk melakukan permainan
sampai lembah
kenikmatannya betul-betul
menerimanya secara alami.
Gelinjang, desahan, dan
ekspresi wajahnya yang
sedang menahan kenikmatan
membuatku semakin
bersemangat dan lebih
percaya diri untuk tidak
segera ejakulasi. Ia sudah
tidak menyadari apa yang
sedang terjadi. Akhirnya
kepala burungku berhasil
menembus lubang kenikmatan
itu.
Kuteruskan permainanku
dengan mengeluarkan dan
memasukkan lagi kepala
burungku. Ia merintih
kenikmatan, ia pasrah saja
dengan keadaan yang
terjadi, karena itu aku yakin
bahwa rintihan itu bukan
rintihan kesakitan, kalaupun
ada, maka akan kalah
dengan kenikmatan yang
diperolehnya. Selanjutnya
kulihat burung yang
beruntung itu lebih mendesak
ke dalam. Aku sudah tidak
tahan untuk memasukkan
seluruh burungku ke
tempatnya yang terindah.
Kemudian kurebahkan
badanku di atas tubuhnya
yang indah, kuciumi pipinya
sambil pantatku kugerakkan
naik turun. Sementara
burungku lebih jauh
menjangkau ke dalam lembah
nikmatnya. Akhirnya seluruh
berat badanku kuhempaskan
ke tubuh mungil itu. Dan..,
"Blesss...." seluruh burungku
masuk ke dalam surga dunia
yang indah. Ia mengerang,
gerakan burungku pun
segera kuhentikan sampai
liang kewanitaannya
menyesuaikan dengan situasi
yang baru.
Setelah agak lama aku pun
mulai lagi memainkan
gerakan-gerakanku dengan
gentle. Kini ia mulai mengikuti
iramaku dengan menggerak-
gerakkan pinggulnya. Selang
berapa lama kedua
tangannya lekat
mencengkram punggungku,
kakinya ikut menjepit kedua
kakiku. Kemudian muncul
erangan panjang diikuti
denyut-denyut dari lembah
sorganya. "Eeehhh..."
desahnya. Aku pun sudah
tidak tahan lagi untuk
menumpahkan seluruh
kenikmatan, segera kucabut
burungku kemudian
kumuntahkan di luar dengan
menekan ke
selangkangannya. "Eeehhh..."
erangku juga. Kami berdua
menarik nafas panjang.
Setelah agak lama kemudian
aku duduk, kuraih kaos
dalamku kemudian aku
mengelap selangkangnya
yang penuh dengan air
kenikmatanku. Tampak
tempat tidurnya basah oleh
cairan-cairan bercampur
bercak-bercak merah. Ia pun
segera duduk, sejenak dari
raut wajahnya tampak
keraguan terhadap situasi
yang telah dialaminya. Aku
dan istriku memberi
keyakinan untuk tidak
menyesali apa yang pernah
terjadi.
Besok paginya aku sempat
bermain lagi dengannya
sebelum check out. Betul-
betul suatu akhir pekan yang
susah dilupakan. Akhirnya ia
kutitipkan bekerja di
perusahaan temanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar