Jumat, 25 November 2011
hadiah ultah dapat 2 wanita chinese
ini begitu dahsyat, saya tak
menyangka ada pengalaman
seperti ini. Dan tak
menyangka pula ada orang
seberuntung Ardy. Di hari
ulang tahun di hadiahi 2
memek chinese oleh
pacarnya sendiri. Sungguh
kenikmatan tiada tara dapat
ngentot 2 gadis yang
bersaudara dalam semalam.
"Aaahh..", jeritnya.
Tubuh montoknya itu
bergetar hebat. Pantatnya
dihentak-hentakkannya ke
atas. Pahanya terangkat dan
membelit pantatku sehingga
menyatu sepenuhnya. Aku
diam memberikan kesempatan
kepadanya untuk menikmati
orgasmenya. Tubuhnya
bergetar-getar diiringi desah
nafas terengah-engah.
Rasanya dunia ini dilupakan
kalau tidak karena desahan
Mei yang berbaring di
sebelah kami. Mei ternyata
sedang asyik
mempermainkan vaginanya
sendiri. Kurasa ini saat yang
tepat untuk menyetubuhi Mei.
Apalagi aku belum orgasme
sehingga kemaluanku masih
tegak.
"Sekarang giliran Mei",
bisikku di telinganya.
Hubunganku dengan Mei
(baca ceriteraku sebelumnya,
"Penghibur Hati Yang Sepi")
semakin hari semakin akrab.
Hari-hari kami terasa indah.
Wanita cantik dan seksi itu
ternyata sangat liar kalau di
atas ranjang. Nafsu seksnya
besar dan terus menerus
butuh pemuasan. Akupun
dengan senang hati
melayaninya. Apalagi ia
sangat akrab dengan kedua
anakku, Anita dan Marko.
Mereka sering diajak jalan-
jalan dan diberi hadiah.
Melihat keakraban mereka
aku berpikir, apakah Mei
dapat menjadi ibu baru bagi
mereka.
"Anak-anak kelihatannya
suka denganmu, Mei", kataku
satu malam sesudah melewati
satu ronde persetubuhan
yang panas, "Mereka
kelihatannya mau kalau kamu
menjadi ibu baru mereka.
Bagaimana pendapatmu?"
"Kita jalani saja seperti ini
dulu", kata Mei menanggapi,
"Aku memang menantikan
kata-kata ini. Aku senang
kalau diberi kesempatan
menjadi ibu bagi Anita dan
Marko. Namun lingkungan
keluargaku masih agak sulit
menerima kamu, maaf, yang
bukan keturunan Cina. Tapi
kupikir lama-lama mereka
juga akan mau. Sabarlah,
sayang. Lagi pula tidak
banyak bedanyakan. Aku
selalu siap untuk kamu
kapan saja", lanjutnya.
Aku paham sepenuhnya.
Sejak mengenalku kami rutin
bertemu untuk hubungan
seks. Paling kurang
beberapa kali seminggu,
kecuali kalau lagi saat
menstruasinya. Akhir pekan
selalu menjadi kesempatan
terindah. Ia mengakui kalau
ia ketagihan bersetubuh
denganku. Selalu orgasme,
begitu katanya. Karena itu ia
selalu menantikan saat-saat
pertemuan. Aku merasa
bangga karena kapan saja
aku dapat menikmati tubuh
Mei yang cantik dan seksi itu.
Menggumuli tubuhnya yang
mulus dengan buah dada
yang montok dan pantat
yang besar itu menjadi
kebanggaan tersendiri.
Mungkin karena selalu puas
bersetubuh denganku, ia
menjanjikan hadiah kejutan
untuk ulang tahunku.
"Aku ingin memberi hadiah
khusus buatmu", katanya
empat hari sebelum ulang
tahunku.
"Apa itu?" tanyaku.
"Kalau disampaikan sekarang
itu bukan kejutan namanya",
katanya, "Yakin deh, pasti
akan menyenangkan
hadiahnya."
"Tapi anak-anak pasti
merayakannya pada hari
itu", kataku.
"Yah, kita rayakan sehari
sesudahnya", katanya,
"Untuk itu mulai besok
sampai hari itu kita tidak
bertemu", lanjutnya.
Aku mengerti. Hadiah
khususnya itu ternyata
hubungan seks, tapi pasti
dengan cara yang khusus.
Apa ada pesta berdua
dengan cahaya lilin?
Dilanjutkan dengan hubungan
kelamin yang penuh gelora?
Ataukah menginap di satu
hotel sambil saling memberi
kenikmatan? Terserah dia
saja. Toh namanya hadiah.
Ternyata hari-hari menanti
hadiah itu sungguh menyiksa.
Aku selalu merindukan tubuh
montok itu. Aku menelponnya
tetapi ia hanya menjawab
dengan tertawa-tawa. Ia
pasti tahu kalau aku sudah
tidak dapat menahan birahiku
yang menggelora.
Hari ulang tahunku. Di kantor
teman-temanku menyanyikan
"Happy Birthday to you" dan
ada ucapan selamat. Yang
membuatku terkejut adalah
kartu ucapan selamat atas
adanya "pendamping"
baruku, "Congratulations for
your new beautiful soul
mate!"
"Aku dukung, Mas Ardy",
kata Ibu Nadya kepala
bagianku.
"Dukung apa, Bu?" tanyaku.
"Alaa.. Mas Ardy ini ada aja",
sela Santi yang lincah, "Kan
sudah ada pendamping baru.
Cantik lagi. Siapa namanya?
Kenalin ke kita, dong",
godanya.
"Namanya, Mei", kataku
karena tak ada pilihan lain,
"Tapi belum jelas nih. Jangan
dulu deh ucapan selamatnya,
nanti keburu bubarkan
repot,"
Siang itu di kantor aku tidak
dapat berkonsentrasi
dengan baik. Aku hanya
mereka-reka, pesta seks
apa yang disediakan Mei
untuk merayakan hari ulang
tahunku. Menunggu sehari
saja rasanya sangat lama.
Akhirnya toh hari yang
dinantikan itu tiba. Mei
menelpon, jam tujuh sudah
harus ada di rumahnya.
Jam tujuh malam itu aku
sudah di depan rumahnya.
Ternyata pintu pagar tidak
dikunci. Ada kertas kecil di
pintu minta agar pagar
dikunci. Aku menguncinya dan
terus ke pintu depan.
Ternyata pintu itu sedikit
terbuka. Aku masuk. Ruangan
depan kosong. Aku terus
melangkah ke dalam. Begitu
aku masuk ruang tengah, Mei
menyongsongku.
"Selamat Ulang Tahun!"
serunya.
Aku segera merangkul
tubuhnya ke dalam
pelukanku. Bibirku mencari
bibirnya dan dengan buas
melumat bibir itu setelah
empat hari tidak
merasakannya.
"Uhmm.. Uhmm..", gumamnya
gelagapan menghadapi
seranganku.
Ia sepertinya mau bicara
tetapi aku tak memberinya
kesempatan. Lidahku
menerobos masuk ke
mulutnya dan mempermainkan
lidahnya. Tangan kiriku
kulingkarkan ke lehernya
dan tangan kananku meraih
pantatnya. Kutekan tubuhnya
ke arahku membuat ia tidak
dapat bergerak ke mana-
mana. Di saat itulah kudengar
suara.
"Ehem..", suara seorang
wanita.
Aku terkejut dan melepaskan
pelukanku. Aku menoleh. Di
atas sofa ruang tengah
duduk seorang wanita lain.
Aku kaget bukan kepalang.
Wanita itu senyum-senyum
menatapku salah tingkah.
Pastilah wajahku memerah
seperti udang rebus.
"Makanya tahan-tahan
sedikit", kata Mei sambil
tertawa menggoda.
Aku terdiam tidak tahu mau
bicara apa.
"Ada yang nonton, tuh",
lanjutnya, "Ayo mari aku
kenalin. Ini Yen, sepupuku, "
"Yen", kata wanita itu malu-
malu sambil menyorongkan
tangannya.
"Ardy", sahutku sambil
menjabat tangannya.
"Cantik, kan", kata Mei.
Aku memandang lekat wanita
itu. Seperti Mei, wanita ini
pun keturunan Cina. Ia lebih
tinggi dari Mei, sekitar 170
cm. Rambutnya yang panjang
hingga menyentuh pinggul
dibiarkan tergerai. Ia
memakai blouse kuning pucat
berleher rendah dengan
lengan pendek berenda,
dipadu dengan celana
sebatas lutut dari bahan
denim sebatas lutut. Mataku
dengan cepat merayap ke
dadanya yang jelas
semontok dada Mei.
Pinggangnya cukup ramping
walau tidak seramping Mei,
diimbangi oleh pantatnya
yang besar. Betisnya bulat
padat. Jelas ia lebih muda
dari Mei.
"Aku sudah sering
mendengar cerita tentang
Kho Ardy dari Ci Mei", kata
Yen, "Jadinya penasaran
aku, pingin kenalan,"
"Apa kata Mei", pancingku.
Yen tersenyum malu-malu.
"Ha ha..", ia tertawa,
"Katanya Kho Ardy orangnya
baik, sabar, romantis dan.. Hi
hi.."
"Hi hi apa", potongku.
"Kuat", katanya tertawa
sambil menutup mulutnya.
"Ada aja Mei ini", sahutku
agak malu sambil menoleh ke
Mei. Tapi dalam hati aku jelas
sangat berbangga.
"Kan benar, apa yang aku
ceritakan", sahut Mei, "Dan
yang paling penting",
lanjutnya sambil merangkul
bahu Yen, "Kami berdua
adalah hadiah ulang
tahunmu,"
Aku tertegun tak mampu
berkata-kata. Mimpi apa aku
semalam? Kedua wanita Cina
seksi menawan ini menjadi
hadiah ulang tahunku?
Keduanya berdiri di
hadapanku sambil mengikik.
Kupandangi keduanya lurus-
lurus dengan mata berbinar.
Waooh! Tak dapat
kubayangkan seperti apa
sensasi di ranjang nanti
diapit oleh dua wanita Cina
cantik, bahenol dan seksi ini.
"Wah, sudah nafsu nih",
goda Mei. Yen tertawa pelan
menimpali.
"Abis hadiahnya istimewa
begini", sahutku.
Keduanya mendekatiku. Mei
merangkulku ketat dan
mendaratkan ciumannya
bertubi-tubi. Kurasakan
padat tubuhnya. Buah
dadanya yang montok lembut
dan menggairahkan itu
menekan dadaku. Kurengkuh
pantatnya dan kurapatkan
ke tubuhku.
"Selamat Ulang Tahun,
sayang", katanya.
Dilepaskannya tubuhku. Yen
mendekatiku. Kurangkul ia ke
dalam pelukanku. Ia mencium
pipiku kiri dan kanan. Buah
dadanya yang montok dan
kenyal itu menekan dadaku.
Tubuh seksi itu bergetar.
Denyut jantungnya terasa
olehku. Tanganku melingkar
ke bongkahan pantatnya
yang bulat padat itu dan
kurengkuh rapat ke tubuhku.
Ia menggeletar dalam
pelukanku ketika kudaratkan
ciumanku ke bibirnya. Ia
menyambut hangat.
Kujulurkan lidahku dan
menerobosi mulutnya.
Lidahku segera disambut
oleh permainan lidahnya.
Celanaku mulai terasa sesak
karena gerakan kemaluanku
yang mengeras.
"Sudah.. sudah..", potong
Mei, "Nanti diteruskan.
Sekarang kita makan dulu, "
Aku melepaskan Yen dari
pelukanku walaupun nafsu
birahiku mulai meningkat
ingin segera dituntaskan.
Kami beralih ke ruang makan
menikmati hidangan yang
sudah tersedia. Kulihat ada
sebotol anggur merah.
Makam malam terasa sangat
indah dalam cahaya lilin. Rasa
bangga menyelimuti benakku.
Bayangkan! Di tengah
ruangan yang romantis
dengan hidangan yang enak
dalam temaram cahaya lilin,
aku duduk menikmati anggur
merahku dengan diapit dua
wanita cantik bermata sipit
nan bahenol dan seksi.
Aku tidak ingin terburu-buru
menikmati semua ini walaupun
senjata andalanku di bawah
sana telah semakin tidak
sabar, ingin segera menyatu
dengan tubuh-tubuh seksi ini
bergiliran. Keduanya pasti
tahu dari gerak mataku yang
jelalatan, melompat dari satu
tempat ke tempat yang lain.
Namun aku tidak ingin
memberi kesan liar. Terutama
untuk Yen, kesan pertama ini
harus indah dan romantis
sehingga di masa depan
tetap ada kesempatan untuk
menggarapnya.
Seperti Mei, Yen juga sudah
menjanda sekitar enam
bulan. Ditinggal suami yang
pergi dengan wanita lain
katanya. Usianya 29 tahun,
tiga tahun lebih muda dari
Mei, sepuluh tahun lebih
muda dariku. Dalam hati aku
berpikit, kok bisa ya, wanita
secantik ini bisa ditinggal
suami, minggat dengan
wanita lain. Pasti bodoh lelaki
itu. Tapi itu bukan
persoalanku. Yang jelas ia
ada di sini malam ini untukku.
Malam ini kesempatan
terbuka lebar bagiku untuk
menikmati tubuhnya.
Perbedaan sepuluh tahun
sama sekali tidak ada
pengaruhnya untuk urusan
ranjang. Waahh.. Betapa
beruntungnya aku.
Selesai makan malam, aku
diminta menanti di ruang
tengah. Keduanya menghilang
ke lantai atas. Aku
menungguh dengan jantung
berdebaran. Lampu-lampu
diredupkan. Dan dari lantai
atas kulihat keduanya turun
dengan membawa kue ulang
tahun dihiasi lilin beryala
berbentuk angka 39.
"Happy Birthday to you",
keduanya bernyanyi, "Happy
birthday to you. Happy
birthday, Dear Ardy. Happy
birthday darling!"
Pemandangan di depanku
sungguh-sungguh indah.
Sambil memegang kue ulang
tahun itu, keduanya ternyata
hanya mengenakan BH dan
celana dalam. Mei memakai BH
dan celana dalam berwarna
merah hati, sedangkan Yen
mengenakan BH dan celana
dalam hitam. Sangat kontras
di kulit keduanya yang putih
bersih. Buah dada keduanya
menyembul dari BH kecil yang
hanya menutupi sepertiga
buah dada itu. Dalam temaram
lampu yang redup kulit
keduanya yang putih nampak
sangat indah.
Pusar di perut itu nampak
menawan. Paha-paha padat
itu menopang pinggul yang
bundar dan digantungi oleh
bongkah-bongkan pantat
yang padat dan bulat. Celana
dalam kecil yang menutupi
pangkal paha menampilkan
pemandangan yang sungguh
menggairahkan. Kemaluanku
mengeras dan berdenyut-
denyut, tidak sadar menanti
saat nikmat menyatu dengan
kedua tubuh menawan itu.
Setelah meletakkan kue
dihiasi lilin bernyala itu di
depanku, Mei memintaku
berdiri. Lalu keduanya
melepaskan pakaianku satu
per satu. Bajuku, sepatuku,
kaos kaki, celanaku, dan
kaos dalamku. Yang
tertinggal hanyalah celana
dalamku yang sudah tidak
mampu menyembunyikan
kemaluanku yang sudah
menggunung. Mei merapat ke
sisi kiriku sedangkan Yen ke
sisi kananku. Keduanya
menggelayut ke dua
lenganku sehingga tonjolan
buah dada masing-masing
menempel erat di lenganku.
"Ayo, lilinnya ditiup dan
kuenya dipotong", kata Yen.
Aku duduk diapiti oleh
keduanya dengan tubuh
menempel erat ke tubuhku.
Kutiup lilin itu dan memotong
kuenya. Potongan pertama
kusuapkan ke mulut Mei dan
yang kedua ke mulut Yen.
Setelah toast anggur merah,
mulailah aku menikmati
hadiah ulang tahunku. Aku
menyandar di sofa dan
kubiarkan kedua wanita
cantik itu melakukan apa
yang mereka mau. Setelah
masing-masing memperoleh
ciuman di bibir, mulailah
mereka beraksi.
Mula-mula kedua puting
susuku dikulum keduanya.
Mei mengulum di sebelah kiri
dan Yen di sebelah kanan.
Lalu masing-masing mulai
bergerak ke arahnya sendiri.
Mei mulai menelusuri perutku
dan mengarahkan jilatan-
jilatannya ke bawah,
sedangkan Yen mulai
merambati dada dan leherku
dengan jilatan dan hisapan.
Aku menggeliat-geliat
menahan rasa nikmat yang
mulai menjalari seluruh
tubuhku. Tanganku mulai
aktif bergerilya. Buah dada
keduanya menjadi
sasaranku. Kucari pengait BH
keduanya dan kulepaskan.
Buah dada keduanya
menyembul keluar bebas
dengan indahnya. Tangan
kiriku mencari-cari buah
dada Mei dan meremasnya.
Sejalan dengan itu kutarik
Yen merapat. Dengan segera
mulutku mengerkah buah
dadanya yang ternyata lebih
besar dari punyanya Mei.
"Ooohh.." erang Yen.
Ditekannya kepalaku
sehingga wajahku terbenam
di belahan dadanya yang
montok itu.
"Kita tuntaskan di kamar",
kata Mei tiba-tiba.
Kurangkul kedua wanita itu
pada pinggul masing-masing.
Bertiga kami melangkah ke
kamar tidur Mei di lantai atas
hanya dengan mengenakan
celana dalam masing-masing.
Keduanya mengikik kecil
merasakan kenakalan
tanganku yang telah
menyeruak ke balik celana
dalam mereka masing-masing
dan mengusap-usap pantat
mereka. Rasanya sudah tidak
sabar untuk
menenggelamkan diri ke
dalam pelukan keduanya
secara bergiliran.
Kamar tidur Mei harum dan
romantis. Kamar ini telah
puluhan kali menjadi saksi
pertemuanku penuh birahi
dengan Mei. Ranjang lebar ini
menjadi saksi bisu jeritan-
jeritan kenikmatan Mei dan
erangan penuh
kenikmatanku. Entah sudah
berapa banyak spermaku
tercecer di atas ranjang ini
bercampur dengan cairan
vagina Mei. Dan malam ini
kamar ini sekali lagi menjadi
saksi sejarah baru diriku,
bersetubuh sekaligus
dengan dua orang wanita
Cina yang cantik, bahenol
dan seksi.
Mei dan Yen segera
melepaskan celana masing-
masing. Kuminta keduanya
berdiri berjajar. Dalam
cahaya lampu yang sengaja
diredupkan kedua tubuh
bugil itu nampak sangat
indah. Keduanya berputar
bak peragawati
mempertontonkan tubuh
telanjangnya. Keduanya lalu
mendekatiku dan
merebahkan tubuhku ke atas
ranjang. Yen cepat meloroti
celana dalamku. Kemaluanku
yang besar dan panjang itu
segera mencuat tegak di
hadapannya.
"Waoo.. Gedenya", seru Yen
tertahan.
Jemari Yen yang lentik dan
lembut itu segera
menggenggam batang
kemaluanku. Diremas-remas
sebentar dan dielus-elus
lembut. Aku mengerang-
ngerang kenikmatan. Kuraih
tubuh montok Mei dan buah
dadanya segera menjadi
bulan-bulanan mulutku.
Sementara itu Yen mulai
mempermainkan lidahnya di
seputar pusarku dan
semakin mendekati pangkal
pahaku. Batang kemaluanku
itu ada dalam genggamannya.
Tangan kananku meraih
buah dada Yen dan
meremas-remasnya,
sementara tangan kiriku
merayap di sela-sela paha
Mei. Jari-jariku merambah
bulu-bulu kemaluannya yang
lebat dan terbenam ke
lubang basah kemaluannya.
"Aaacch..", erang Mei sambil
menekan kepalaku lebih erat
ke dadanya.
Jari-jariku semakin keras
mencengkeram buah dada
Yen ketika lidahnya yang
lincah semakin mendekati
batang kemaluanku yang
semakin keras dan
berdenyut-denyut. Ketika
lidahnya semakin lidahnya
menyentuh batang
kemaluanku aku merasakan
sensasi yang hebat dan
mulut mungilnya itu dengan
segera menelan senjata
kebanggaanku itu.
Sementara itu Mei semakin
menggelinjang dan
kemaluannya semakin basah
oleb banjir cairan vaginanya.
Sambil terus mengulum
kemaluanku Yen melepaskan
tanganku yang meremas
buah dadanya. Tangan itu
dituntun ke arah
selangkangannya. Tanganku
segera menyapu
kemaluannya yang berbulu
lebat itu dan jemariku segera
tenggelam ke lubang yang
sudah basah oleh cairan
vaginanya. Puas mengulum
kemaluanku Yen minta buah
dadanya dikulum. Segera Mei
menggantikannya mengulum
kemaluanku. Erangan dan
lenguhan memenuhi ruangan.
Tubuh Yen menggeletar
hebat menandakan birahinya
makin menggila butuh
pelampiasan. Kupikir sudah
saatnya menyetubuhi kedua
wanita ini. Aku merebahkan
keduanya hingga
menelentang berjejer.
"Yen duluan", bisik Mei
terengah-engah.
Yen telentang dengan mata
tertutup dan paha yang
sudah terbuka lebar siap
disetubuhi. Aku memegang
kedua pahanya dan
beringsut mendekat. Mei
menempelkan kedua buah
dadanya di punggungku dan
lidahnya bergerilya di
seputar leher dan kupingku.
Kuarahkan batang
kemaluanku yang sudah
keras dan tegak. Kuusap-
usap di bibir lubang
kemaluan Yen. Ia mendesis
dan mulai menggelinjang,
tidak sabar menanti saat-
saat penetrasi. Ujung
kemaluanku perlahan-lahan
mulai menguak bibir
kemaluannya yang telah
basah. Mulutnya terbuka dan
terdengar keluhan kecil. Aku
berhenti sejenak. Ia
membuka matanya dan di
saat itulah kusentakkan
pantatku ke depan.
"Aaa..", Yen menjerit.
Kemaluanku yang besar dan
panjang itu menerobos ke
dalam lubang kemaluannya,
lancar seperti di jalan tol.
Yen menghentak-hentakkan
pantatnya ke atas agar
kemaluanku dapat menyuruk
lebih dalam. Aku berhenti dan
membiarkan ia menikmatinya.
Nikmat rasanya kemaluanku
digigit-gigit oleh dinding
vaginanya. Ia mendesis-
desis dan mengerang-erang
nikmat. Lalu perlahan tetapi
pasti aku mulai
menggerakkan pantatku maju
mundur. Erangan Yen
semakin keras. Buah
dadanya bergoncang-
goncang hebat seirama
dengan genjotanku.
Rambutnya yang panjang
terserak-serak, membuat
ekspresi wajahnya yang
menahankan kenikmatan itu
menjadi sangat menarik.
Aku mengatur ritme
genjotanku agar ia dapat
menikmatinya. Aku
mempercepat gerakan
pantatku. Kenikmatan yang
semakin menggila membuat ia
mencengkam kedua lenganku.
Ketika ia semakin menjerit-
jerit, aku memperlambat
bahkan menghentikan
genjotanku. Ia mendesah-
desah kecewa. Di saat ia
masih mendesah-desah,
kembali aku menyentakkan
pantatku dan mengocok
dengan cepat. Kembali
jeritannya memenuhi ruangan
itu.
"Cepat.. Cepat.." gumamnya
tidak karu-karuan, "Aku mau
keluar.."
Kupercepat tempo
genjotanku. Tiba-tiba ia
menarik tubuhku hingga
rebah sepenuhnya di atas
tubuhnya. Kubenamkan
wajahku di lehernya
mengiringi jeritan kenikmatan
yang dilepaskannya.
"Aaahh..", jeritnya.
Tubuh montoknya itu
bergetar hebat. Pantatnya
dihentak-hentakkannya ke
atas. Pahanya terangkat dan
membelit pantatku sehingga
menyatu sepenuhnya. Aku
diam memberikan kesempatan
kepadanya untuk menikmati
orgasmenya. Tubuhnya
bergetar-getar diiringi desah
nafas terengah-engah.
Rasanya dunia ini dilupakan
kalau tidak karena desahan
Mei yang berbaring di
sebelah kami. Mei ternyata
sedang asyik
mempermainkan vaginanya
sendiri. Kurasa ini saat yang
tepat untuk menyetubuhi Mei.
Apalagi aku belum orgasme
sehingga kemaluanku masih
tegak.
"Sekarang giliran Mei",
bisikku di telinganya.
Yen mengangguk pelan dan
melepaskan pelukannya. Ia
menelentang seperti
kehabisan tenaga di sebelah
Mei. Aku beralih ke Mei.
Kutarik tangannya. Ia segera
membuka pahanya lebar-
lebar. Kemaluannya sudah
basah dan merekah, rupanya
sudah tak sabar menunggu
gilirannya digenjot. Aku
merayap mendekatinya.
Kemaluanku masih basah dan
berkilat-kilat oleh cairan
vagina Yen. Kuarahkan
ujung kemaluanku ke lubang
kemaluannya.
Mei memejamkan matanya
sambil memegang kain seprei
yang sudah acak-acakan itu,
menanti saat-saat
sensasional penetrasi
batang kemaluanku. Ujung
kemaluanku menyentuh bibir
vaginanya dan menyeruak di
antar bibir-bibir itu mencari
jalan masuk. Aku
menurunkan pantatku sedikit
dan kurasakan kemaluanku
mulai memasuki kemaluannya.
Mei mulai mendesah-desah.
Aku menariknya keluar lagi.
Ia mendesah lagi seperti
kecewa. Di saat itu aku
menyurukkan kemaluanku ke
dalam lobang surgawinya.
"Aaa.." Mei menjerit keras.
Matanya membelalak.
Kemaluanku kutancapkan
dalam-dalam di lubang
kemaluannya. Setelah
jeritannya berubah menjadi
erangan, aku mulai
menggerak-gerakkan
pantatku maju mundur.
Kususupkan tanganku ke
bawah lengannya dan
merangkul erat bahunya.
Mulutku kubenamkan ke
leherya yang jenjang. Ia
melingkarkan tangannya ke
punggungku dan memelukku
erat-erat. Pantatnya yang
bundar besar itu diputar-
putar untuk memperbesar
rasa nikmat. Mulutnya terus
menerus mengeluarkan
desisan, erangan dan
jeritan, mengiringi sodokan-
sodokan kemaluanku yang
semakin menggila. Jepitan
dinding vaginanya terasa
sangat nikmat.
"Lebih keras.. Lebih keras
lagi.." erang Mei.
Aku memompanya semakin
bersemangat. Peluh
mengucur dari seluruh
tubuhku, bercampur dengan
keringatnya. Aku mengangkat
sedikit dadaku. Mulutku
segera menerkam buah dada
kirinya yang berguncang-
guncang itu. Ia mengerang
dan menekan kepalaku ke
dadanya. Dari buah dada kiri
aku beralih ke kanan. Ia
menceracau semakin tak
menentu. Pahanya membuka
dan menutup. Kecipak cairan
vaginanya semakin
memperbesar nafsuku.
"Aku mau keluar", katanya
terputus-putus.
"Aku juga", sahutku
merasakan desakan magma
spermaku yang akan
memancar.
"Di dalam saja, sayang",
bisiknya.
Karena ingin mencapai
orgasme bersama-sama, aku
meningkatkan kecepatan
genjotan kemaluanku. Mei
menjerit-jerit semakin keras.
Aku menggeram dan
menggigit lehernya. Ia
merangkulku erat-erat.
Kuku-kukunya terasa
menembus daging
punggungku. Akhirnya oleh
satu hentakan keras aku
membenamkan kemaluanku
dalam-dalam diiringi lolongan
panjang Mei membelah udara
malam. Pantatnya dihentak-
hentakkan ke atas. Pahanya
terangkat membelit
pinggangku seakan memeras
setiap tetes spermaku
menyembur ke dalam
rahimnya. Kurasakan banjir
lahar spermaku deras
memancar. Aku letih, Mei
juga.
Sekitar sepuluh menit aku
diam membiarkan kenikmatan
itu mengendur perlahan-
lahan. Lalu aku melepaskan
diriku dari pelukan Mei dan
terhempas ke atas kasur
empuk spring-bed Mei, tepat
di antara Mei dan Yen. Kedua
wanita montok itu seperti
dikomando merapat ke
arahku. Buah dada keduanya
menyentuh dadaku dan paha
kiri Mei serta paha kanan
Yen sama-sama membelit
pahaku. Keduanya menciumku
dengan lembut.
"Terima kasih, Kho", kata
Yen. Aku hanya
mengangguk-angguk kecil.
Setelah beberapa saat
beristirahat, kami beralih ke
kamar mandi dan
membersihkan tubuh. Kedua
wanita itu memandikanku.
Mereka menyirami tubuhku
dengan air hangat dan
menggosokkan body foam.
Yang menarik, gosokan itu
tidak dibuat dengan tangan
tetapi dengan buah dada
masing-masing. Acara mandi
erotik ini jelas memancing
nafsu birahiku. Perlahan-
lahan kemaluanku mulai
bangun lagi. Uh.. Sungguh
acara mandi malam yang tak
terlupakan.
"Wuii.. Si ujang sudah
bangun nih", goda Mei sambil
mengelus kemaluanku,
"Sesudah ini kita akan mulai
ronde kedua", lanjutnya.
Acara mandi selesai dan kami
kembali ke ruang tengah
lantai bawah. Bertiga kami
tidak mengenakan sehelai
benangpun. Sepenuhnya
bugil. Kupandangi dua wanita
Cina yang menawan ini.
Mereka lagi menuang anggur.
Yen membawa dua gelas,
satu diserahkan kepadaku.
"Untuk si jantan yang
berulang tahun", kata Mei,
"Semoga tetap kuat
perkasa,"
"Untuk Mei dan Yen",
sahutku, "Semoga tetap
seksi dan menawan,"
"Untuk kita bertiga", kata
Yen, "Semoga jadi group
seks yang kompak,"
Gila! Dunia apa yang sedang
aku masuki sekarang ini?
Rasanya seperti bermimpi,
tetapi ini bukan mimpi. Ini
sungguh kenyataan.
Mengapa menolak untuk
menikmati semua ini. Kedua
wanita itu kini merapat ke
tubuhku dan memulai
aksinya.
"Sekarang kita main di sini
saja", kata Mei.
Aku dan Yen tidak menjawab.
Setuju saja. Apa sih
salahnya bersetubuh di atas
karpet lembut ruang tengah
ini? Keduanya segera
tenggelam dalam aksinya
masing-masing. Rabaan dan
elusan disertai jilatan dan
kecupan menjalari seluruh
tubuhku, mengiringi kedua
tanganku yang bebas
bergerilya di setiap lekuk
tubuh keduanya. Pada saat
kedua tanganku melingkar ke
pantat keduanya dan
merasakan betapa montok
dan padat pantat keduanya,
timbul ideku untuk
menyetubuhi keduanya dalam
doggy-style. Kemaluanku
dengan segera tegang
kembali oleh ide menarik ini.
"Ayo, Mei dan Yen", kataku,
"Sekarang kalian berlutut di
lantai. Aku mau doggy-style,
"
Tanpa berkata-kata kedua
wanita itu saling memandang
dan tertawa mengikik. Lalu
keduanya segera berlutut
membelakangiku. Keduanya
saling bertaut lengan, biar
bisa saling membagi
kenikmatan mungkin.
Pemandangan di depanku
sungguh indah. Aku
memandang kedua bokong
yang besar, putih, mulus dan
padat itu. Di antara paha itu
nampak gundukan rambut
kemaluan masing-masing
yang lebat dan hitam. Di
sela-sela rambut itu nampak
bibir-bibir kemaluan yang
merekah merah, siap untuk
digenjot bergantian.
"Ayo Kho", kata Yen, "sudah
nggak sabar nih!"
Aku mendekati dan
mengelus-elus pantat
keduanya. Ketika jari-jariku
mulai merayapi bibir
kemaluan, keduanya
mendesis serentak. Jari-
jariku menyeruak ke antara
bibir-bibir vagina itu dan
mempermainkan kedua
klitoris. Keduanya serentak
menjerit kecil dan
mendongak. Sungguh sensasi
yang indah. Kemaluanku yang
sudah sekeras senapan itu
kuarahkan ke bokong Mei.
Tanpa kesulitan aku
menembus kemaluannya yang
telah basah licin itu.
Beberapa menit bermain
dengan Mei, aku lalu beralih
ke Yen. Ia pun menjerit kecil
ketika kemaluanku
menerobosi lubang
surgawinya. Kukocok-kocok
perlahan lalu semakin cepat.
Ia mengerang semakin keras
tak terkendali. Beberapa
menit aku pun beralih ke Mei.
Begitu seterusnya, sehingga
kedua wanita itu semakin
penasaran.
Malam semakin larut, namun
untuk kami bertiga waktu
tidak lagi penting. Yang
penting sekarang ialah
bagaimana meraih
kenikmatan bersama-sama.
Aku mulai merasa letih juga.
Maka ingin kuakhiri dulu
ronde kedua ini. Aku
memegang bokong Mei dan
menyodoknya keras-keras.
Ia menjerit keras dan terus
mengerang-erang tak
karuan ketika kemaluanku
bergerak lincah keluar
masuk kemaluannya. Ketika
kulihat ia mencengkram
keras karpet aku tahu ia
akan keluar. Aku
mempercepat gerakanku dan
menghentak keras. Mei
menjerit keras dan rebah ke
atas karpet. Aku
mengikutinya dan beberapa
saat menindihnya.
Melepaskan diri dari Mei aku
beralih ke Yen yang setia
menanti. Dengan cepat aku
menghujamkan senjata
kebanggaanku ke dalam
kemaluannya. Seperti Mei ia
pun menjerit keras.
Rambutnya yang panjang itu
kujambak sehingga ia
mendongak ke atas sambil
terus mengerang. Bunyi
pantatnya yang beradu
dengan pahaku seakan
menjadi irama kenikmatan
yang tak ada duanya. Aku
pun merasa akan segera
orgasme. Rambutnya semakin
keras kutarik sehingga ia
semakin mendongak.
Pantatnya melengkung ke
atas dan buah dadanya yang
besar itu berguncang-
guncang, seirama dengan
gerakan pantatku.
"Aaauu, Kho" jeritnya, "Aku
mau keluar!"
"Aku juga", balasku.
Serentak dengan jambakan
rambutnya, mengiringi jeritan
panjangnya, aku
menghentakkan pantatku
keras-keras. Ia rubuh ke
atas karpet ditindih olehku.
Di saat itu kurasakan deras
spermaku memancar ke
dalam rahimnya. Aku letih,
juga Mei dan Yen. Aku diam
membatu di atas pantat Yen
yang montok. Mei merangkak
mendekat dan mengelus-elus
kepalaku.
Aku bangun. Yen juga.
Sempoyongan ia berjalan dan
duduk di sofa. Kakinya
terbuka lebar dan dapat
kulihat leleran spermaku
menetes dari vaginanya. Aku
menghempaskan tubuhku di
samping kirinya. Kurangkul
bahunya. Mei mendekat dan
duduk di sebelah kiriku.
Kedua tanganku merangkul
punggung keduanya dan
menggapai buah dada kanan
Yen dan buah dada kiri Mei.
Kugenggam kedua buah dada
itu erat-erat.
"Terima kasih Mei, terima
kasih Yen", kataku, "Terima
kasih untuk kado ulang
tahunya, "
Keduanya menatapku,
mengangguk dan tertawa
gelak-gelak.
"Tidak pernah terpikir dalam
hidupku dapat mengumbar
nafsu dengan dua wanita
Cina yang cantik menawan,
bahenol, montok dan seksi",
kataku.
"Kho tak usah takut", sahut
Mei, "Kami akan siap untuk
Kho Ardy kapan saja,"
"Untuk lelaki sekuat Kho
Ardy, Yen dan Mei akan siap
selalu", timpal Yen.
Sejak peristiwa hadiah ulang
tahun itu, aku jadi selalu
punya wanita yang siap
melayani nafsuku. Kalau Mei
lagi menstruasi, Yen pasti
siap untukku. Begitu juga
sebaliknya. Namun kami juga
sering berkumpul bertiga
untuk saling berbagi
kenikmatan.
Sekali di rumah Mei, larut
malam setelah menyetubuhi
keduanya secara bergiliran,
iseng aku menggoda
keduanya.
"Aku sudah punya dua
wanita Cina yang cantik dan
seksi", kataku, "Kapan dua
ini akan bertambah?"
"Kho Ardy pingin tambah
lagi", kata Yen di luar
dugaanku, "Mudah, Kho.
Akan Yen atur. Mau tambah
satu atau dua lagi, terserah
Kho Ardy aja,"
Aku terkejut dan menoleh ke
Mei.
"Nggak usah khawatir",
lanjut Mei, "Akan ada
saatnya hadiah baru lagi.
Tapi harus hemat-hemat
tenaganya. Soalnya wanita
Cina itu nafsunya gede-gede.
Haha.."
Aku terkejut tetapi juga
berbangga. Gimana ya
rasanya kalau sekali waktu
dikerubuti empat wanita cinta
yang cantik dan bahenol
seperti Mei dan Yen?
"Tapi", kataku terus
menggoda, "Kalian nggak
nyesal disetubuhi lelaki
bukan Cina, apalagi yang
berasal dari KTI sepertiku?"
"Ah", renggut Mei manja,
"Tentu aja tidak. Hitung-
hitung mendukung program
pemerintah yakni
pembauran,"
"Pembauran ada macam-
macam, Kho", lanjut Yen,
"Ada yang berbaur dalam
pekerjaan, rumah, profesi
dan pergaulan. Untuk kita
bertiga, yah berbaur kelamin
aja,"
mantap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar