Sabtu, 19 November 2011

Cerita Tante Tetangga
Mandi , Kisah ini berawal
dari nafsuku yang boleh
dibilang ugal-ugalan.
Bagaimana tidak, disaat
usiaku yang mencapai 29
tahun, sekarang ini
inginnya ML (bersetubuh)
terus tiap hari dengan
istriku (inginnya 3 kali
sehari). Dan para netters
duga, pasti seorang istri
tidak hanya menginginkan
kepuasan seksual setiap
waktu, akan tetapi juga
kerja mengurus rumah lah,
mengurus anak lah dan
lain-lain banyaknya.
Sehingga nyaris istriku
juga sering keberatan
kalau tiap malam
bersetubuh terus, dan aku
juga kasihan padanya.
Setiap kali bercinta, istriku
bisa 3 kadang 4 kali
orgasme dan aku sendiri
kadang tidak ejakulasi
sama sekali karena istriku
keburu lelah duluan. Paling
setelah istriku tertidur
pulas kelelahan, aku
langsung pindah ke meja
kerjaku dan menyalakan
PC, lalu memutar Blue Film
dan aku lanjutkan dengan
self service. Setelah puas,
aku baru menyusul istriku
yang tertidur, dan jika
tengah malam aku terjaga
dan kudapati “pusakaku”
berdiri, aku ulangi lagi
hingga aku benar-benar
lelah dan tertidur.
Aku sendiri sangat
bergairah apabila melihat
tante-tante yang umumnya
mereka lebih dewasa, lebih
pintar dan telaten dalam
urusan ranjang. Bahkan
aku dalam melakukan onani
sering membayangkan
dengan tante-tante
tetanggaku yang umumnya
genit-genit. Begitu hingga
suatu saat, aku mendapat
pengalaman bercinta yang
amat berkesan dalam
sejarah kehidupan
seksualku.Ceritanya
berawal pada saat
temanku mengajak
karaoke di kawasan wisata
prigen dan sebelumnya
aku belum pernah masuk
ke kawasan semacam itu.
Kami bertiga pesan ruang
utama yang mempunyai
pintu sendiri dan ruangan
itu terpisah dengan yang
lainnya selama tiga jam
penuh.
“Eh, Eko emangnya Elo
udah booking cewek untuk
nemenin Kita..?” tanyaku
pada Eko, salah seorang
dari kawanku.
“Sabaarrr Boss, entar Adi
juga bawain tuh cewek..”
tukasnya.
Sepuluh menit kemudian,
saat aku akan menyulut
Djarum 76-ku, merapatlah
sebuah Kijang dan Civic
Wonder berjejeran ke
hadapanku dan Eko. Kalau
Kijang itu aku kenal, itu
adalah Kijang-nya si Adi
dan keluar dua orang ABG
yang berdandan Ahooyy.
Berdesir darah lelakiku
melihat dua orang ABG itu.
Bagaimana tidak,
pakainnya super ketat dan
sangat menonjolkan bukit-
bukit indah di dada dan
pantatnya. Akan tetapi,
aku tidak kenal dengan
Civic itu. Aku melihat di
dalamnya ada seorang
cewek ABG dan seorang
lagi wanita sekitar 35
tahun (menurut taksiranku
dari raut wajahnya).
Eko yang rupanya kenal
baik dengan kedua wanita
itu langsung menyambut
dan membukakan pintu,
lantas memperkenalkannya
kepadaku.
“Lisa..” seru tante itu
disambut uluran tangannya
padaku.
“Inneke..” sahut gadis
manis disampingnya.
Singkat cerita, kami sudah
mulai bernyanyi, berjoget
dan minum-minum bersama,
entah sudah berapa
keping VCD Blue Dangdut
yang kami putar. Aku
melihat Eko dan Adi mulai
mendekati sudut ruangan,
dan entah sudah berapa
lama ceweknya orgasme
karena oral yang mereka
lakukan. Sementara aku
sendiri agak kaku dengan
Lisa dan Inneke. Kami pun
tetap bernyanyi-nyanyi,
meskipun syairnya awur-
awuran karena desakan
birahi akibat pertunjukan
BF di depan kami.
Aku sendiri duduk di dekat
Lisa, sementara Inneke
serius menyanyikan lagu-
lagu itu. Tante Lisa sendiri
sudah habis satu pak A-
mild-nya, sementara aku
melihat wajah Inneke yang
merah padam dan kadang
nafasnya terengah pelan
karena menahan gejolak
yang ia saksikan di layar
29 inch itu. Tiba giliranku
untuk mengambil mike dari
Inneke, aku bangkit
mengambil mike itu dari
tangan Inneke dan
mengambil duduk di antara
Inneke dan Lisa. Pengaruh
minumanku dan XTC yang
mereka telan membuat kami
jatuh dalam alunan
suasana birahi itu.
“Boy.., I want your sperm
tonight Honey…” bisik Lisa
lirih di telingaku,
sementara tangan kirinya
meraba selangkanganku.
Inneke yang sudah
meletakkan pet aqua-nya
mengambil sikap yang
sama padaku. Dia malah
mulai memainkan ujung
lidahnya di telinga. Hangat
nafas dan harum kedua
wanita itu membuatku
terbuai dalam alunan
melodi birahi yang sudah
aku rasakan menjalar
menelusuri
selangkanganku. Perlahan
namun pasti, kejantananku
menegak dan kencang,
sehingga Lee Cooper-ku
rasanya tidak muat lagi,
apalagi saat
meneganggnya salah jalur
dan sedikit melenceng.
“Lho kok.. bengkok
punyamu Say..?” tanya
Lisa padaku pura-pura
seperti seorang amatiran
saja.
Belum sempat aku
menjawab, buru-buru
Inneke membuka zipper
dan CD-ku, lantas
mengeluarkan isinya.
“Gini lho Tan… mintanya
dilurusin, Mas Boy ini..”
kata Inneke diikuti
penundukkan kepalanya
ke arah selangkanganku.
“Aaakkhhh…” pekikku
tertahan saat Inneke
spontan mulai mengulum
kepala penisku ke dalam
mulutnya dikombinaksikan
dengan sedotan dan jilatan
melingkar lidah.
Spotan kedua kakiku
menegang dan membuka
lebih lebar lagi untuk
memudahkan oral Ineke.
“Ooookh My Godd…
ssshhh… aakkk…”
desahku.
Seluruh tubuhku bergetar
dan terasa disedot seluruh
sumsun tulangku lewat
lubang penisku. Permainan
Inneke betul-betul
professional, sampai-
sampai dentuman musik itu
sepertinya tidak kudengar
lagi, karena telingaku juga
berdesir kencang. Ujung
penisku betul-betul ngilu,
hangat, geli dan perasaan
birahi bercampur jadi satu
disana. Lisa lantas
membuka kancing kemeja
Hawai-ku dan mundaratkan
mulut indahnya di puting
susu kiriku, sementara
puting kanan dimainkan
oleh telunjuk dan jempol
kirinya.
“Aaakkk… mmmhhh…”
desahku tidak menentu.
Aku betul-betul tidak tahan
menikmati sensasi ini.
“Gila.., inilah
penyelewenganku yang
pertama dan dimanja oleh
dua orang wanita
sekaligus…” bisikku dalam
hati.
Aku semakin tidak tahan
saja, lalu kurengkuh leher
Lisa dan kudekatkan
bibirku, kujulurkan lidahku
menyapu seluruh rongga
mulutnya dan sesekali
kuhisap dalam-dalam bibir
bawahnya yang sangaat
menawan itu. Ini karena
jujur saja, aku lebih
bergairah dengan Tante
Lisa, meskipun sudah
hampir mencapai kepala 4
itu (dalam perbincangan
kami, akhirnya aku tahu
juga umur Lisa, meskipun
tidak pasti segitu bahkan
bisa lebih).
Badanku lantas
kumiringkan dan
bersandar pada sofa.
Bukit indah Tante Lisa
adalah tujuanku dan benar
saja, berapa saat
kemudian, “Oookkkhhh…
Nimaaatthh… Sayyy…
seddooottthhh…
terrruuusshhh…” desah
Lisa terengah-engah.
Sedotanku kukombinasikan
dengan pelintiran jempol
dan telunjuk kiriku,
sesekali kuputar-putar
putingnya dengan telapak
tanganku.
“Ssshhh… terussshhh…
Sayyy…” Lisa mendesis
seperti ular.
Tiba-tiba, “Teeettt..,”
suara bel mengejutkan
kami, pertanda sepuluh
menit lagi akan berakhir.
Aku melihat Adi dan Eko
tersandar kelelahan, dan
kulihat ada sisa sperma
menentes dari ujung
penis-nya yang mulai
mengkerut.
“Udahan dulu ya Tante..,
In..,” pintaku pada mereka.
“Emmhhh… Oke…” jawab
mereka dengan nada
sedikit keberatan.
Kami pun turun, aku
berpisah dengan Adi dan
Eko, entah kemana mereka
melanjutkan petualangan
birahinya. Dan kami pun
sudah masuk ke Civic Lisa.
“Kemana Kita nich..?”
tanyaku sok bloon seraya
menghidupkan mesin.
“Kita lanjutin di hotel yuk
Ke..!” ajak Tanta Lisa
kepada Inneke.
“Baik Tan… Kita ke hotel
**** (edited) yang punya
whirpool di kamarnya.”
sahut Inneke.
Rupanya Tante Lisa adalah
seorang eksekutif, karena
itu ia pesan salah satu
President Suit Room yang
mana seumur-umur aku
baru mesuk ke dalamnya.
Kamarnya luas, kurang
lebih 6 x 8 meter,
beralaskan permadani
coklat muda kembang-
kembang dan dilengkapi
whirpool yang menghadap
ke arah kehijauan lembah.
Kamar itu juga mempunyai
sofa panjang di sebelah
whirpool.
Begitu masuk, Tante Lisa
lalu mengunci pintu, aku
dan Inneke mengambil
tempat duduk di sofa
sebelah whirpool. Aku
melingkarkan lenganku ke
pundak Inneke, alunan
musik malam pun semakin
menambah romantis
suasana.
“Innn…” bisikku mesra
kepada Inneke mengawali
percumbuanku.
Inneke yang sudah on
berat itu langsung
menyambut kecupanku,
nafasnya terengah-engah,
menandakan bahwa dia
sangat menginginkan
kehangatan, kenikmatan
dan mengisi kekosongan
ruang vaginanya yang
terasa menggelitik dan
lembab. Dengan sedikit
tergesa, aku melepas CD-
nya, lalu kurebahkan
kepalanya di sandaran sisi
sofa dan keletakkan
pinggulnya tepat
diselangkanganku.
“Sreett…” penisku mulai
bereaksi saat pantatnya
yang dingin menyentuh Lee
Cooper-ku dan kulihat
Inneke terpejam,
sementara tangannya
membetulkan rambutnya
yang tergerai di sofa.
Aku mulai memainkan jari
telunjukku di bibir luar
vaginanya yang sudah
mulai melelehkan cairan
bening dari hulunya. Tidak
ketinggalan, bibirku
menghisap dalam-dalam
dan sesekali kujepit
putingnya dengan kedua
bibirku lalu kutarik-tarik,
sesekali kupilin-pilin
dengan kedua bibirku.
“Wuuuaahhh… ssshhh…
terussshhh…
nikkkmatthhh…” desah
Inneke keras-keras saat
kuperlakukan seperti itu.
Tubuhnya kejang panas
dan seluruh aliran
darahnya kini memuncak.
Sengaja aku tidak
memasukkan telunjukku,
karena untuk menstimulasi
lebih intens lagi. Kami
bercumbu dan sudah tidak
ingat lagi apa yang
dilakukan Lisa di kamar
mandi yang begitu lama.
“Bentar Inn.., Aku pispot
dulu yach..?” kataku sambil
melepaskan cumbuanku.
“Emmhhh…” desah Inneke
sedikit kesal.
Akan tetapi, aku melihat
Inneke melanjutkan
birahinya dengan dua jari.
Aku sendiri berlari kecil
menuju ke kamar kecil dan
sesampai di pintu, aku
kaget karena mendapati
Tante Lisa lagi meregang
orgasmenya.
“Aaakkkhhh… ssshhh…
ssshhh…” desah Tante
Lisa, matanya mendelik
merem melek.
Tampaknya vibrator
mutiara itu masih bekerja,
sehingga saat aku
kencing, Lisa pun tidak
melihatku.
“Boyyy…” sebuah
panggilan lembut
mengagetkan aku saat
hendak meninggalkan
kamar mandi itu.
“I… iii.. yaaa… Tan..?”
sahutku agak kaget.
“Sini dooonggg..! Hangatin
vagina Lisa dengan penis
Kamu yang.., ookkhhh…”
Tante Lisa terpekik saat
vibrator itu ia cabut dari
liang vaginanya.
Aku hampiri Tante Lisa di
Bath tub itu dan aku
baringkan tubuhku disana.
“Oh.., nikmat sekali mandi
air hangat dikelonin tante
seksi ini.” bisikku dalam
hati.
Aku rengkuh lehernya dan
kuberikan french kiss
yang begitu mesra dan
Tante Lisa pun membalas
dengan ganas seluruh
rongga mulutku, leher dan
kadang puting susuku di
hisapnya. Penisku yang
terendam kehangatan air
itu semakin maksimal saja.
Selama tiga menit kami
bercumbu, Tante Lisa
nampaknya tidak dapat
mengendalikan nafsunya.
“Mmmppphhh…
oookkkhhh… setubuhi aku
Boy..! Cepeeetthh..!” pinta
Tante lisa sambil
menggeliat seperti cacing
kepanasan.
“Baik.. Lisss… Terima
penisku yang
panjaaanggg…” bisikku
sambil memasukkan
seluruh batang penisku
pelan sekali.
“Oohhh… mmmppphhh…
nikmatthh…” gumannya
saat batang kejantananku
mili per mili mulai menjejali
rongga rahimnya.
“Kocokkhh.. yaacchhh…
terussshhh… aaakhh…
nimat bangeettthh..!”
serunya ketika aku mulai
mengosok-gosok pelan
penisku.
Aku keluarkan kira-kira
empat senti, lalu kukocok
lima atau enam kali dengan
cepat dan kusodokkan
dalam-dalam pada kocokan
ke tujuh. Rupanya usahaku
tidak sia-sia untuk
menstimulasi G-spot-nya.
“Aaakkkhhh… ooohhh…
nimatthhnyaa… oookkkhhh
Godd..!” teriaknya
mengawali detik-detik
orgasmenya.
Sepuluh detik kemudian,
“Nnggghhh… aaakkkhhh…
sshhhfff… ookkkhhh…
Boyy… kocokk… lebih
intens lagi Yannk..!” jerit
Tante Lisa diiringi geliat
liar tubuh indahnya.
Payudaranya diremas-
remasnya sendiri,
sementara aku tetap
berpegangan pada sisi
bathtub sambil mengocok
lembut vaginanya.
“Akkhh…” teriakku pelan
saat Tante Lisa menggigit
pundakku karena aku
masih saja mengocok
penisku di vaginanya.
Rupanya Lisa sudah mulai
ngilu.
Aku memeras tegang otot
lenganku dan Tante Lisa
sepertinya minta time out
untuk mengatur nafas dan
menghilangkan kengiluan di
liang sengamanya. Aku
meraih lehernya, lalu aku
berdiri pada dua lututku
dan Tante Lisa diam
mengikuti apa yang akan
kulakukan. Aku memondong
Lisa dan tetap menjaga
penisku tertanam dalam-
dalam di vagina Tante Lisa
yang mengapit kedua
tungakainya ke
pinggangku. Kami
menghampiri Inneke yang
juga lagi meregang
orgasmenya dan Inneke
tampaknya lebih liar dari
pada Lisa, mungkin karena
pengaruh XTC dan
suasana yang penuh hawa
birahi itu.
“Aaaoookkkhhh… ssshhh…
aaakkkhhh… aaakkkhhh…”
jerit Inneke keras sambil
menghujam-hujamkan
kedua jari kanannya.
Sementara tangan kirinya
meremas dan memilin
payudaranya dan sesekali
ditekan serta diputar. Aku
terkesima sejenak dengan
pemandangan yang
diciptakan Inneke itu dan
aku mebayangkan akan
lebih histeris lagi pasti jika
yang keluar masuk itu
adalah 15 cm penis
kebanggaanku.
“Booyy… ayyyoook
terusinn..!” pinta Tante
Lisa diiringi goyangan
lembut pinggulnya.
Ia tampaknya mulai
bergairah kembali setelah
melihat Inneke yang begitu
histeris dan aku pun
demikian ketika penisku
hampir mengendor di
Vagina Lisa. Aku maju
selangkah dan
mendudukkan Tante Lisa
dari arah belakang sofa.
Aku sendiri mengambil
posisi berdiri untuk
memudahkan eksplorasiku.
Di lain pihak, Inneke yang
sudah mengakhiri
masturbasinya itu
mengetahui kehadirna kami
dan mengambil tempat di
belakang Tante Lisa.
“Ookkhhh… Terusin
Keee..!” pinta Tante Lisa
saat Inneke menyibakkan
rambutnya dan mulai
mencumbui leher Tante
Lisa.
Tidak ketinggalan, kedua
telapak tangan Inneke
menggoyang, memutar
puting dan kadang-kadang
dipilin lembut. Aku
sepertinya merasakan apa
yang Tante Lisa rasakan,
darahnya mulai hangat,
birahinya sudah memanas.
Tubuh lisa bagaikan
daging burger di antara
aku dan Inneke,
pinggulnya masih aktif
menggoyang-goyang,
kadang menghentak-
hentak lembut.
“Oooaaakkkhhh…
nngghhh… ohhhh…
nngghhh… Kocok terushh…
yaaa… iyaa… terusss..!”
desah Tante Lisa keras
saat aku tepat
menstimulasi G-Spot-nya.
Nafasnya tersengal-
sengal disela-sela
lenguhan-lenguhan
panjangnya, tubuh Tante
Lisa menggeliat-geliat liar.
Inneke masih aktif
membantu Tante Lisa
menggapai surgawinya,
kecupan-kecupan di
belakang tubuh, leher,
pinggang dan tiba-tiba
Tante Lisa melenguh
panjang diiringi percepatan
hentakan pinggulnya. Aku
semakin penasaran saja
apakah yang dilakukan
Inneke hingga Tante Lisa
tampak lebih histeris lagi
dari yang tadi. Kuraba
raba punggung Lisa sambil
kukulum mesra bibirnya,
tanganku mulai turun ke
arah pantatnya, kutekan
kedua sisi bokongnya
yang padat itu dan kuulir-
ulir. Berawal dari situlah
aku tahu rupanya telunjuk
dan bibir Inneke
memainkan peran di lubang
anus Tante Lisa,
telunjuknya yang berlumur
vaselin itu keluar masuk
lembut di vagina Tante
Lisa.
“Oookkhhghh… Goddhh…
Ke… truuusss… Yanng…
oookkhhh, kontholll…
akkhhh… sshhh…” ceracau
Tante Lisa tidak
beraturan, menjemput
ambang orgasmenya.
Kedua lubang Tante Lisa
terasa pejal dan hangat.
Aku malah semakin
terangsang oleh
imajinasiku sendiri, aku
lantas memeluk erat-erat
Tante Lisa saat ia mulai
mengencangkan lingkaran
tangannya di tubuhku.
Darahku juga mulai
bergerak cepat menuju ke
ujung syaraf di kepalaku,
kupingku tidak lagi
menghiraukan lenguhan
dan desahan-desahan
Tante Lisa.
“Oookkkhhh… Lissshhh…
nikmathhh… vaginamu…
Akkhhh..!” desahku saat
birahiku kurasakan
menjalar di seluruh
tubuhku.
“Booyyy… Akuuu…
mmmhhh… mauuu…” seru
Tante Lisa menyambut
orgasmenya.
Tubuhnya menegang,
wajahnya merah merona,
menambah cantiknya Tante
kesepian ini, sementara
bibirnya terkatup rapat.
“Sssebentar… Lissss… Kita
keluar bareng…” bisikku
yang kuiringi tempo
kocokanku secara
maksimal, yaitu
kukeluarkan hampir
sepanjang batangnya dan
kubenamkan dalam-dalam
di rahimnya.
Rupanya darahku tidak
bertahan lama di syaraf-
syarafku, hingga berdesir
kencang meluncur melalui
seluruh nadiku dan
bermuara pada sebuah
daging pejal di
selangkanganku.
“Lisss… Aku
nyammmppaaiii…
uuaaakkkhhh… aaakkhhh..,
aakhhh..,” desahku sambi
memutar-mutar penisku
yang tertanam maksimal di
vagina Tante Lisa,
sehingga rambut-rambutku
yang disana juga
menggelitik klitoris Tante
Lisa.
“Sseerrr… serrr…”
kurasakan cairan Tante
Lisa mendahului
orgasmeku, dan seditik
kemudian, aku dan Lisa
meregang nikmat.
Kami menjerit-jerit
sensasional dan tidak
khawatir orang lain
mendengarnya. Tante Lisa
histeris seperti orang
kesetanan ketika telunjuk
Inneke juga mempercepat
kocokan di anusnya.
“Aaakkkhhhggh…” desah
kami bersamaan
mengakhiri nikmat yang
tiada tara tadi dan juga
baru kurasakan seumur
hidupku.
Maniku meleleh di sela-
sela pejalnya bnatang
kejantananku yang masih
manancap dalam di rahim
Tante Lisa. Inneke
tampaknya puas dengan
hasil kerjanya, lalu ia
memeluk Tante Lisa erat
dan berbisik, “Enak khan
Tannn..?”
Tante Lisa sendiri sudah
lemas dan terkulai di atara
aku dan Inneke, aku
mengecup mesra Tante
Lisa dan beralih kepada
Inneke untuk memberikan
stimulan birahi dalam
dirinya yang juga mulai
mendidih.
Kedua wanita itu memang
hebat, yang tua histeris
dan mampu menguasai diri
dan yang muda histeris
juga dan menuruti jiwa
mudanya yang bergejolak.
Tante Lisa tampaknya
tidak dapat menahan rasa
di tubuhnya, sehingga
lunglai lemas tidak
bertenaga. Inneke lantas
membimbingnya melepas
gigitan vaginanya dari
penisku yang mulai
mengendor ke arah ujung
sofa untuk beristirahat.
Kulihat wajah Tante Lisa
amat puas bercampur
dengan letih, akan tetapi
semua beban birahinya
yang tertahan selama dua
minggu meledak lah sudah.
“Ooookkkhh… sssshh…”
desis Tante Lisa saat
penisku kutarik pelan dari
gigitan vaginanya.
Aku melangkahi sofa dan
duduk di sandarannya, lalu
kubuka kedua pahaku.
Tampaklah oleh Inneke
sebuah meriam yang
berlumur sperma masih
setengah tegak.
“Oookkkhhh… gellliii…
ssshhh… terusssss…
Keee..!” pintaku pada
Inneke saat ia mulai
mengulum penisku dan
hampir semuanya terkulum
di mulutnya yang sedikit
lebar namun seksi.
“Oaaakhhh…. aaakkkhh…
sshhhssshshh…” desisku
saat aku mulai merasakan
lagi denyutan penisku di
mulutnya.
Inneke masih menghisap
habis seluruh sperma yang
tersisa dan kocokkannya
semakin cepat, hingga
kedua kakiku bergetar
menahan ngilu bercampur
nikmat.
“Oookkkhhh… terusss…
hisappphh Sayy..!” pintaku
sambil mendorong kepala
Inneke untuk melakukan
lebih dalam lagi.
“Oooouakghh.. Plop…”
tiba-tiba mulut Inneke
melepas kulumannya dan
langsung berdiri menjilat
leher dan kedua telingaku
bergantian.
“Aku ingin di whirpool
Sayy..!” bisik Inneke.
Whirpool itu sendiri sudah
dilengkapi semacam sofa
untuk berbaring, sehingga
jika berbaring di situ,
maka mulai dada sampai
kaki akan terendam air
hangat bercampur
semburan air di sisi-sisi
kolamnya. Aku merebahkan
Inneke disana dan memulai
percumbuan kami, tubuh
kami terasa hangat dan
seperti di pijat-pijat,
sehingga penisku yang
sempat layu mulai
menegang kembali. Inneke
tampak menikmati sensasi
ini dan aku tahu bahwa
Inneke akan menginginkan
melodi yang berbeda
dengan Lisa.
“Masss… sshh…
oookkkkhh… masukin Aku…
oookkhhh… mmmppphh…”
pinta Inneke sambil
membuka pahanya lebar-
lebar.
Sejenak aku memainkan
kehangatan air, kuayun-
ayun tanganku di dalam air
ke arah vagina Inneke
yang membuatnya segera
menarik tubuhku untuk
menaikinya. Kami memang
sudah diselimuti nafsu
sehingga rasanya
pemanasan Inneke melihat
orgasme dari Tante Lisa
sudah lebih dari cukup.
Tubuh kami hangat oleh air
dan kehangatan dari
pasangan kami serta
semburan-semburan air
dari sela-sela kolam
membuat kami semakin
terbuai jauh ke awang-
awang.
“Blesss…” 10 cm dari
penisku mulai menjejali
vagina Ineke diiringi
desahan, “Aaakkkkhhh…
mmmppph…” guman Inneke
yang membuat Tante Lisa
tersadar dan menyusul
kami di kolam.
Kuhentakkan pelan,
sehingga seluruh penisku
mendesak dinding-dinding
vaginanya yang terasa
lebih perat dan berdenyut.
Lisa mengambil posisi
memangku kepala Inneke di
paha kanannya dan
membelai lembut kening
Inneke.
“Aaawww… oookkkhhh…
gelli… Masssh…” teriak
Inneke saat aku
memainkan otot lelakiku di
leher rahimnya.
“Masss… dikocok
pelaannn… yacch..!”
pintanya sambil membelai
rambutku, membuatku jadi
teringat saat-saat
romantis dengan pacar-
pacarku dulu.
Aku mengangguk dan
kuikuti apa yang Inneke
mau, lalu kukocok perlahan
dengan cara sepuluh senti
aku kocok lima atau enam
kali dan kubenamkan
dalam-dalam, lalu kuputar
pada kocokan ke-7. Cara
ini efektif untuk
menstimulasi G-Spot
seorang wanita. Kurang
lebih lima menit kemudian,
Inneke mengangkat
kepalanya dan
mendaratkan ciuman
bertubi-tubi di mulut dan
leherku bergantian.
Tubuhnya sedikit
menegang dan lebih hangat
kurasa, lalu aku memberi
isyarat Tante Lisa untuk
menyingkir ke arah bagian
belakang kami.
“Ooookhhh… Massshh..
aaakuuu… hammmppirr..!”
bisik Inneke saat aku mulai
menaikkan ritme
kocokanku.
“Tahan Ke..!” pintaku, lalu
aku memberi isyarat
kepada Tante Lisa lagi.
“Akkkhhhgghhh… ssshhh…
mmmpppphh…” desahku
dan Inneke bersamaan
saat telunjuk Tante Lisa
mulai memasuki lubang
pantatku dan anusnya
Inneke.
Rasanya hangat mengelitik,
apalagi jika di kocokkan di
kedalaman anusku dan aku
bisa membayangkan
sensasi yang dialami
Inneke. Pasti akan terasa
pejal dan nikmat serta
sensasional pada kedua
lubangnya.
“Oookkkhhh… Taaan…
aaaakk.. kuuu tak
kuuu..atthh…” teriak
Inneke mulai mengawali
detik-detik orgasmenya.
Para netters yang
budiman, sudah bisa
diduga, kami pun terbuai
dengan alunan sensai jari
Tante Lisa dan hisapan
vagina Inneke bersamaan.
Demikian pula Inneke.
Panasnya penisku dan
gelitik telunjuk Tante Lisa
membuatnya lupa daratan.
“Aaaggghhh… oookkkhhh…
oookkkhhh… aaakkkhhhg…
mmmm.. ssshshhh.. awww…
ssshhh…” ceracauku dan
Inneke tidak beraturan.
Dan kurang lebih sepuluh
detik kemudian, aku dan
Inneke meregang birahi
yang dikenal dengan nama
orgasmus secara
bersamaan. Aku
memancarkan spermaku.
Terasa lebih banyak dari
pada dengan Tante Lisa
dan aku juga merasakan
aliran mani Inneke dari
rahimnya. Aku
menghempaskan tubuhku
ke samping Inneke dan
Tante Lisa mengambil
tempat di sisi lainnya.
Hangat tubuh mereka dan
kami becumbu seolah tiada
hari esok. Kami lanjutkan
tidur mesra diapit dua
tubuh sintal nan hangat
berselimutkan sutra
lembut. Dan saat salah
satu dari kami terjaga,
kami mengulanginya lagi
hingga spermaku betul-
betul terasa kering.
Minggu siang, kami baru
terbangun, lantas kami
mandi bersama dan
kemudian sarapan pagi.
Kami meluncur ke Surabaya
dan janji akan kencan lagi
entah dengan Tante Lisa
ataupun Inneke atau
kadang mereka minta
barengan lagi. Aku
akhirnya terlibat kisah
asmara yang penuh birahi,
namun aku puas karena
dapat melampiaskan
nafsuku yang meletup-
letup itu. Beberapa kali aku
ditawari dan berkencan
dengan teman Tante Lisa
dan kadang ada yang aku
tolak, karena prinsipku
bukan jual cinta seperti
gigolo, akan tetapi sebuah
prinsip petualangan.




tamat

Tidak ada komentar: