Senin, 21 November 2011

lastri oh sulastri

Beberapa waktu yang lalu, karena telah berulang kali dipanggil
oleh anaknya di kampung, maka pembantu kami yang sudah tua,
Mbok Iyem akhirnya pulang juga ke kampungnya di Jawa Tengah,
tetapi sebelum pulang ia berjanji akan membantu kami untuk
mencarikan seorang pembantu lain yang berasal dari kampungnya
juga, jadi pada saat Mbok Iyem pulang kampung, tidak terjadi
kekosongan pembantu di rumah kami. Hal ini penting bagi kami,
karena kami berdua, suami isteri bekerja sehingga kami
memerlukan seorang pembantu untuk beres-beres di rumah.
Pada hari yang telah ditentukan, maka datanglah seorang
pembantu baru yang dijanjikan oleh Mbok Iyem, yaitu seorang
gadis kampung yang telah putus sekolah, berumur 18 tahun
bernama Lastri. Sulastri bertubuh sedang dengan kulit bersih dan
berambut panjang, yang dengan malu-malu memperkenalkan
dirinya kepada kami, setelah menerima instruksi ini itu dari
isteriku, Lastri pun mulai bersiap untuk kerja.
Memasuki hari Senin, secara kebetulan saya mendapat cuti kantor
selama tiga hari, yang mana bisa saya pergunakan untuk
beristirahat di rumah. Setelah isteriku berangkat kerja, sayapun
santai di rumah sambil baca koran dan mendengarkan radio,
sedang Lastri sibuk membersihkan rumah sehabis mencuci pakaian.
Sedang saya asyik membaca, tiba-tiba dikejutkan oleh sapaannya,
“Maaf Pak…, Saya mau mengepel lantainya”.
“Oh iya, pel aja…”, kata saya sambil terus membaca, tetapi mataku
memperhatikan pembantu ini dengan lebih seksama. Lastri mengepel
lantai sambil berjongkok dan sesekali merangkak sambil terus
mengayunkan tangannya. Saat ia merangkak, terlihat pinggulnya
yang besar dengan pantat yang membentuk bulat bergoyang ke
kiri dan ke kanan dengan irama yang teratur, celana dalam yang
dipakainya terbayang sangat jelas dari balik daster yang
dipakainya. Saat ia berbalik untuk mengepel di bawah kaki saya,
terlihat dari belahan dasternya dua buah bukit yang ranum,
terbungkus oleh kutang ketat, yang kelihatannya sudah agak
kekecilan. Tanpa terasa saya menggosok batang kemaluanku,
yang tiba-tiba menjadi tegang. Konsentrasi saya untuk membaca
menjadi hilang.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Lastri bersiap-siap untuk
membersihkan dirinya dan mengambil handuk serta masuk ke
kamar mandi, begitu terdengar suara air yang terguyur di kamar
mandi, saya cepat-cepat meloncat bangun dan berjalan cepat-
cepat ke arah kamar mandi. Dari sela-sela pintu kamar mandi
terdapat celah yang bisa dipakai untuk mengintip ke dalam.
Ternyata pemandangan di dalam kamar mandi begitu asyiknya,
Sulastri ternyata mempunyai badan yang bersih mulus dengan
kedua payudaranya yang ranum keras dengan puting yang
mengarah ke atas berwarna coklat muda, pinggulnya yang besar
sangat seksi dengan bulu-bulu halus di atas kemaluannya. Lastri
sibuk menggosok-gosok badannya tanpa sadar ada mata yang
sedang menikmati tubuhnya yang ranum. Dengan berdebar saya
terus mengintip Lastri yang sesekali menunduk untuk menggosok
kakinya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Nafsu saya naik ke
kepala, saya mulai mengelus batang kemaluanku sampai tegang.
“Aah, enaknya kalau bisa memeluk dan menancapkan batang
penisku di vaginanya”.
Sedang asyik mengintip, saya teringat kalau di lemari saya masih
ada menyimpan sebotol obat perangsang bermerek ‘Spanish fly’
oleh-oleh teman dari luar negeri. Cepat-cepat saya ke kamar
mengambil obat tersebut dan membawanya ke dapur, dan benar
saja dugaanku bahwa Lastri memang sudah menyiapkan teh hangat
bagi dirinya sendiri di situ. Segera saya tuangkan spanish fly itu
ke dalam minuman Sulastri dan saya tambahkan gula sedikit agar
dia tidak curiga.
Saya kembali duduk di kursi depan dan pura-pura membaca sambil
membayangkan tubuh mulus Lastri sambil mengelus batang penisku
yang sudah tegang, saya benar-benar sudah bernafsu sekali
untuk menyetubuhi Lastri. Sekitar setengah jam kemudian, saya
mendengar erangan halus yang berasal dari kamar Sulastri,
“Heehh…, heehh”.
Segera saya menghampiri kamarnya dan pura-pura bertanya, ”
Lastri…, ada apa dengan kamu…?”.
Lastri sambil mengeluh menjawab, “Aduuh Pak…, perut Saya…,
hheehh”.
“Kenapa..?”, sambil bertanya saya segera saja masuk ke dalam
kamarnya, Lastri kelihatan pucat dan keningnya berkeringat,
sedang dalam posisi merangkak sambil memegang perutnya.
“Aduuh…, aduuh…, perut saya…, Pak”.
“Mari Saya tolong…”, kata saya, sambil berdiri di belakangnya dan
tunduk serta memegang perutnya dengan kedua tangan untuk
mengangkatnya berdiri. Saat berdiri sambil memeluknya dari
belakang, penisku yang sudah tegang dari tadi menempel pada
celah pantatnya, Lastri agak kaget juga, tapi ternyata dia diam
saja sambil terus mendesah.
“Ayo saya gosok perut kamu…, biar hangat”, kata saya sambil
tangan kananku terus bergerak menggosok perutnya sedangkan
tangan kiriku mengangkat dasternya dari bawah. Saya
memasukkan tangan kiriku ke dalam daster itu dan berpura-pura
akan menggosok perutnya juga tapi saya segera menurunkan
tangan saya untuk menyibakkan celana dalamnya dan mulai meraba
bulu-bulu halus yang bertebaran di sekitar vaginanya. Saat tangan
saya menyentuh vaginanya, Lastri menggelinjang keras dan
mendesah panjang, “aah…, Paak…”, seraya menekankan
pantatnya yang montok ke penisku yang sudah menanti dengan
tidak sabar. Tangan kananku pun mulai masuk ke dalam sela-sela
kancing daster, naik terus ke atas dan menemukan payudaranya
yang ranum, yang ternyata tidak terbungkus oleh kutangnya,
segera saya meremas payudaranya.
“Las,…, ayo Saya gosok sambil tiduran”, kata saya.
“Hee.. Eeh”, katanya.
Saya tuntun Lastri ke tempat tidur dan membaringkannya dengan
kedua kakinya tetap terjuntai di lantai. Secara cepat saya
menyibak dasternya dan segera menarik turun hingga celana
dalamnya terlepas. “Aduuh…, Paak”, katanya sambil menggerakkan
pinggulnya.
“sst…”, kata saya sambil menundukkan kepala dan mencium
vaginanya yang persis di depan mataku.
“aarkkh…”, seru Lastri sambil membuka kakinya lebih lebar lagi
dan kemudian secara cepat menutupnya lagi sehingga kepalaku
terjepit di antara kedua belah pahanya yang mulus. Saya mulai
menjilat vaginanya, lidahku mulai menjalar ke kanan dan ke kiri
menyibakkan kedua belah bibir vagina Lastri sampai akhirnya saya
menemukan clitorisnya. Kedua tangankupun secara gencar mulai
bergerilya meremas kedua payudaranya sambil sesekali
mempermainkan putingnya yang langsung mengeras.
“Paak…”, Lastri keenakan sambil mulai menggoyangkan pinggulnya
ke kiri dan ke kanan bagaikan sangat kegelian, dan tiba-tiba dari
vaginanya memancar cairan, yang segera saya jilat habis.
“Las…, buka dulu yaa bajunya”, kata saya sambil berdiri dan
dengan cepat mulai membuka celana dan kaosku. Sementara saya
berdiri telanjang, penisku benar-benar tegang dan keras. Mata
Lastri terbelalak memandang penisku yang besar dan berdiri.
“Paak…, Lastri takut”, katanya.
“sstt…, nggak apa-apa Las…”, kata saya sambil membantu Lastri
membuka bajunya.
Karena kakinya masih menjuntai di pinggir tempat tidur, segera
saya mengambil bantal dan mengganjal pantatnya sehingga vagina
Lastri sekarang menyembul dengan clitorisnya yang mengkilap
karena jilatan lidahku. Segera saya arahkan penisku ke lubang
vaginanya dan berusaha untuk menekannya masuk, sementara
tanganku meremas payudaranya sedangkan mulutku mulai memagut
bibirnya. Ternyata lubang vagina Lastri sempit sekali, sehingga
baru kepala penisku yang masuk, ia sudah menjerit kesakitan dan
berusaha menggeliatkan badannya yang mungil. Saya menahan
geliatan badannya dan terus berusaha memasukkan seluruh
penisku ke vaginanya yang sempit dengan menarik keluar masuk
kepala penisku. Biarpun vagina Lastri telah basah oleh cairan yang
keluar dari tubuhnya, saya tetap juga mengalami kesulitan untuk
menembus pertahanan vagina Lastri ini. Sambil memeluk tubuhnya,
mulutku bergesar ke arah telinga Lastri, dan secara tiba-tiba saya
menggigit cuping telinganya dengan agak keras. Secara refleks,
Lastri kaget sekali, “Aduh…”, tetapi bersamaan dengan itu saya
menekan penisku sekuat tenaga masuk ke dalam vaginanya. Lastri
kaget dan terdiam, tetapi saya kembali memagut bibirnya dan
menyedot lidahnya sambil mulai menaikkan pantatku sedikit sedikit,
kemudian turun menekan sampai ke ujung. Aduh nikmatnya bukan
alang-kepalang, vagina Lastri benar-benar sempit sekali bagaikan
jepitan halus yang menjepit dengan ketat serta berdenyut-denyut
terus-menerus. Setelah beberapa kali naik turun, cabut sedikit,
tekan lagi…, Lastripun mulai menikmati permainan seks ini, sambil
mengerang-erang, dia juga mulai menggoyangkan pinggulnya.
Kedua belah kakinyapun turut menari-nari, kadang menjepit
kakiku, kadang dia menjepit pinggangku.
“Aarkhh…, ppaak…, enaak”, kata Lastri, sambil terus
menggoyangkan pinggulnya, sehingga penisku yang berada di
dalam vaginanya terasa bagaikan diremas-remas dengan keras.
Akhirnya sayapun tidak tahan lagi, saat badannya menjadi kejang
karena dia sampai pada puncak kenikmatan, sayapun mempercepat
gerakan naik turun sampai cairan maniku terasa menyembur-
nyembur ke dalam vagina Lastri. Akh, kita berdua sungguh lunglai
setelah tiba pada puncak kenikmatan. Ternyata setelah selesai
baru saya tahu kalau ternyata Lastri masih perawan dan belum
pernah dijamah oleh lelaki lain.
Selama masa cuti tiga hari, saya tetap betah di rumah. Dan kalau
istriku sudah berangkat kerja, maka Lastri dan saya mulai
mempraktekkan berbagai macam gaya bersetubuh. Lastri ternyata
murid yang sangat pandai untuk diajar dan selalu bernafsu untuk
mengulang dan mengulang lagi. Hal ini berlangsung selama enam
bulan, kadang larut malam, kadang pagi hari kalau saya lagi
kepingin menikmati tubuhnya, saya ijin dari kantor, sampai
akhirnya Lastri dipanggil pulang oleh keluarganya untuk
dikawinkan di kampung.



seLesai

Tidak ada komentar: