Jumat, 16 Maret 2012

kebetulan

suatu kebetulan yang
tidak disengaja. Sampai saat ini aku suka tertawa
sendiri kalau mengingat awal kejadian ini.
Bermula dari suatu Sabtu siang, aku janjian
ketemu dengan salah seorang teman chat-ku.
Namanya Fenny, mahasiswi tingkat akhir di
salah satu PTS di Jakarta Barat. Teman chat-ku
yang satu ini cukup misterius. Aku nggak pernah
tau dia tinggal dimana, dengan siapa, bahkan aku
tak pernah dikasi nomer telepon rumahnya.
Kampusnya pun aku nggak yakin kalau yang
disebutnya benar. Saat janjian dengan Fenny
pun hanya lewat SMS. Biasanya aku nggak
pernah meladeni teman-teman chat yang janjian
ketemu via SMS. Kapok, dulu pernah dibo'ongin.
Tapi entah kenapa aku penasaran sekali dengan
Fenny. Akhirnya kami janjian untuk ketemu di
Mal Kelapa Gading, tepatnya di Wendy's.
Resenya, Fenny juga nggak mau kasi tau pakaian
apa yang dia pakai dan ciri-cirinya. Pokoknya
surprise, katanya. Itulah kenapa hari Sabtu siang
ini aku bengong-bengong ditemani baked
potatoenya Wendy's sambil menunggu
kedatangan Fenny. Sudah hampir satu jam aku
menunggu tapi tidak ada kabar. SMS-ku nggak
dibales-bales, mau telepon pulsa udah sekarat.
Aku hanya duduk sambil memperhatikan
sekelilingku yang cukup sepi. Mataku tertuju
pada seorang wanita keturunan Chinese
berumur kira-kira 30-an yang duduk sendirian di
salah satu sudut. Herannya sejak tadi wanita
tersebut memperhatikanku terus. Aku sempat
berpikir apa dia yang bernama Fenny. Tapi
rasanya bukan. Akhirnya karena bete menunggu
aku pun meninggalkan Wendy's. Tiba-tiba aku
merasa ada yang menepuk bahuku dari
belakang. Aku menoleh dan melihat wanita yang
kuperhatikan tadi tersenyum ke arahku. "Rio ya?"
tanyanya. Aku terkejut. Kok dia tau namaku.
Jangan-jangan wanita ini benar Fenny. Aku
mengangguk. "Iya, mm.. Fenny?" tanyaku.
Wanita itu menggeleng sambil mengernyitkan
kening. "Bukan, kok Fenny sih? Kamu Rio yang
di Kayuputih kan?" aku tambah bingung
mendengarnya. "Bukan, lho tante bukan
Fenny?". Kemudian wanita itu mengajakku
berteduh di salah satu sudut sambil menjelaskan
maksud yang sebenarnya. Aku mendengarkan,
lantas aku juga gantian menjelaskan. Akhirnya
kami sama-sama tertawa terbahak-bahak setelah
tau duduk persoalannya. Wanita itu bernama
Linda, dan dia juga sedang janjian dengan teman
chat-nya yang juga bernama Rio, seperti
namaku. Akhirnya kami malah berkenalan
karena orang-orang yang kami tunggu tak
kunjung datang juga. Aku memanggilnya Ci
Linda, karena dia menolak dipanggil tante.
Kesannya tua katanya. Siang itu Ci Linda malah
mengajakku jalan-jalan. Aku ikut dengan Altis-
nya karena aku tidak membawa mobil. Ci Linda
mengajakku ke butik teman maminya di daerah
Permata Hijau. Tante Wiwin, sang pemilik butik
adalah seorang wanita yang sudah berusia di
atas 50 tahun, tubuhnya cukup tinggi dan agak
montok. Kulitnya yang putih bersih hari itu
dibalut blus transparan yang bahunya terbuka
lebar dan celana biru tua dari bahan yang sama
dengan bajunya. Agak-agak eksentrik. Dasar
desainer pikirku. Karena hari itu butik Tante
Wiwin tidak begitu ramai, kami bertiga ngobrol-
ngobrol sambil minum teh di salah satu ruang
santai. "Aduh Yo.. maaf.." seru Tante Wiwin.
Wanita itu menumpahkan teh yang akan
dituangnya ke cangkirku tepat di celanaku bagian
pangkal paha. Aku sedikit mengentak karena
tehnya agak panas. "Nggak pa-pa Tante.."
jawabku seraya menepuk-nepuk kemejaku yang
juga kena tumpahan teh. Tante Wiwin reflek
menepis-nepis bercak teh yang membasahi
cenalaku. Ups.. tanpa sengaja jemari lembutnya
menyentuh batang kemaluanku. "Eh.. kok keras
Yoo? Hihihi.." goda Tante Wiwin sambil memijit-
mijit kemaluanku. Aku jadi tersenyum. Ya
gimana nggak keras sedari ngobrol tadi mataku
tak lepas dari bahu Tante Wiwin yang mulus dan
kedua belah paha Ci Linda yang putih. "Iya..
Tante sih numpahin.." jawabku setengah
bercanda. "Idih.. Tante Wiwin kumat genitnya
deh.. biasa Yo, udah lama nggak.. aww!!" Ci
Linda tak sempat menyelesaikan celetukkannya
karena Tante Wiwin mencubit pinggang wanita
itu. "Iya nih Tante, udah numpahin digenitin lagi.
Pokoknya bales tumpahin juga lho hihihi.." aku
gantian menggoda wanita itu. Tante Wiwin
malah tersenyum sambil merangkul leherku.
"Boleh, tapi jangan ditumpahin pake teh ya.."
bisiknya di telingaku. Aku pura-pura bego. "Abis
mau ditumpahin apa Tante?" tanyaku. Tante
Wiwin meremas batang penisku dengan gemas.
"Ya sama 'teh alami' dari kamu dong sayang..
mmhh.. mm.." Tante Wiwin langsung
mengecup dan melumat bibirku. Aku yang
memang sedari tadi sudah horny menyambut
lumatan bibir Tante Wiwin dengan penuh nafsu.
Kedua tanganku memeluk pinggang wanita
setengah baya itu dengan posisi menyamping.
Sementara tangan Tante Wiwin yang lembut
merangkul leherku. Ah.. lembut sekali bibirnya.
Ci Linda yang melihat adegan kami tidak tinggal
diam. Wanita berkulit putih mulus itu mendakati
tubuhku dan mulai memainkan kancing celana
jeansku. Tak sampai semenit wanita itu sudah
berhasil melucuti celana jeansku sekaligus
dengan celana dalamnya. Tanpa ampun lagi
batang penisku yang sudah mulai mengeras itu
berdiri tegak seolah menantang Ci Linda untuk
menikmatinya. Ci Linda turun ke bawah sofa
untuk memainkan penisku. Jemarinya yang
lembut perlahan-lahan mengusap dan memijit
setiap centi batang penisku. Ugghh.. birahiku
semakin naik. Lumatan bibirku di bibir Tante
Wiwin semakin bernafsu. Lidahku menjelajahi
rongga mulut wanita setengah baya itu. Tante
Wiwin merasa keasyikan. Aku yang semakin
terbakar nafsu mencoba menularkan gairahku ke
Tante Wiwin. Dari bibir, lidahku berpindah ke
telinganya yang dihiasi anting perak. Tante
Wiwin menggelinjang keasyikan. Dia meminta
waktu sebentar untuk melepas anting-antingnya
agar aku lebih leluasa. Lidahku semakin liar
menjelajahi telinga, leher dan bahu Tante Wiwin.
Tampaknya wanita itu mulai tak kuasa menahan
birahinya yang semakin memuncak. Dia
melepaskan diri dari tubuhku dan memintaku
untuk melorotkan celananya. Tanpa disuruh
kedua kalinya aku pun langsung melucuti Tante
Wiwin sekaligus dengan bajunya, hingga tubuh
wanita itu bersih tanpa sehelai benang pun. Gila,
udah kepala empat tapi tubuh Tante Wiwin
masih kencang. Kulitnya yang putih betul-betul
terasa halus mulus. Sambil bersandar pada
pegangan sofa, Tante Wiwin merentangkan
kedua belah pahanya yang mulus dan
memintaku melumat kemaluannya yang bersih
tanpa bulu. Tanpa basa-basi aku langsung
mendekatkan wajahku ke vaginanya dan mulai
menjilati daerah pinggir kemaluannya.
"Hhhmm.. sshh.. teruss Yoo.." desah Tante
Wiwin keasyikan. Aku terus menjilati vaginanya
sambil tangan kananku membelai pangkal
pahanya yang mulus. Di bawah, Ci Linda masih
asyik mempermainkan kemaluanku. Kelima
jemarinya yang lentik lincah sekali membelai dan
mengocok batang penisku yang ujungnya mulai
basah. Sesekali lidahnya membasahi permukaan
penisku. Sebagian batang penisku tampak merah
terkena lipstik Ci Linda. Kepala wanita itu naik
turun mengikuti ayunan kenikmatan di penisku.
Ahh.. lembut sekali mulut Ci Linda
mengulumnya. Saking asyiknya tak sadar aku
sampai menghentikan permainanku dengan
Tante Wiwin untuk merasakan kenikmatan yang
diberikan Ci Linda. Tante Wiwin tersenyum
melihat ekspresiku yang mengejang menahan
nikmat. Wanita itu merengkuh kepalaku untuk
melanjutkan tugasku memberi kenikmatan
untuknya. Aku semakin buas melumat kemaluan
Tante Wiwin. Jemariku mulai ikut membantu.
Liang kemaluan Tante Wiwin sudah kutembus
dengan jari tengahku. Sambil kukocok-kocok,
aku menjilati klitorisnya. Wanita itu
menggelinjang tak karuan menahan rasa nikmat.
Kedua tangannya yang lembut menjambak
rambutku. Tanpa kusadari, Ci Linda sudah
melucuti dirinya sendiri sampai telanjang bulat.
Tiba-tiba wanita itu naik ke atas tubuhku dan
bersiap mengurung penisku dengan vaginanya
yang lembut. Kedua tangannya merengkuh
leherku. Tubuhnya mulai merendah hingga
ujung penisku mulai menyentuh bibir
vaginanya. Dengan bantuan tangan kiriku,
perlahan penisku mulai masuk ke dalam liang
kenikmatan itu, dan.. ssllpp blleess.. Amblas
sudah penisku di liang kemaluan Ci Linda. Sambil
memeluk bahuku, tubuh Ci Linda naik-turun.
Ugghh.. nikmat sekali. Aku sampai nggak bisa
konsen ngelumat vagina Tante Wiwin. Tapi aku
nggak mau kalah. Yang penting Tante Wiwin
mesti diberesin dulu. Sambil menahan birahiku
yang sudah di ubun-ubun gara-gara Ci Linda,
aku terus melumat vagina Tante Wiwin. Jari
tengahku yang kini sudah dibantu jari manis
semakin cepat mengocok-ngocok di dalam
vagina Tante Wiwin. Lidahku semakin liar
menjelajahi klitoris dan bibir vaginanya. Tubuh
Tante Wiwin pun semakin menggelinjang tak
karuan. Sepertinya wanita itu sudah tak kuasa
lagi menahan kenikmatan yang kuberikan. Aku
pun mulai merasa dinding vaginanya berdenyut.
"Ssshh.. oohh.. Riioo..aahh.." Tante Wiwin
mendesah meregang nikmat sambil meremas
kepalaku yang masih menempel ketat di
vaginanya. Aku merasakan rembesan lendir
yang cukup deras dari dalam sana. Hmm..
aroma vagina yang begitu khas segera tercium.
Aku pun menghirup lendir-lendir kenikmatan itu
sambil menjilati sisa-sisa yang menempel di
vagina Tante Wiwin. Setelah puas melepas
kenikmatannya, Tante Wiwin mengangkat kedua
pahanya dari tubuhku dan membiarkan aku
leluasa menikmati permainan dengan Ci Linda.
Bebas dari tubuh Tante Wiwin, kini Ci Linda yang
mendekap tubuhku erat. Payudaranya yang
bulat dan montok menempel ketat di dadaku.
Ahh.. kenyal sekali. Aku semakin merasakan
kekenyalannya karena tubuh Ci Linda naik-turun.
Sementara bibir kami asyik saling melumat.
"Mmhh..ssllpp..aahh..mm.." berisik sekali kami
berciuman. Tante Wiwin sampai geleng-geleng
melihat kami berdua yang sama-sama dipacu
birahi. Kemudian kami bertukar posisi. Tubuh
kami berguling ke arah berlawanan sehingga kini
tubuh Ci Linda duduk bersandar di sofa dengan
posisi kedua kaki mulusnya yang mengangkang.
Sambil bertumpu pada lutut di lantai, aku bersiap
memasukkan penisku lagi ke dalam liang
kemaluan Ci Linda. Ugghh.. kali ini lebih mudah
karena vagina Ci Linda sudah basah. Pantatku
maju mundur seiring kenikmatan yang
dirasakan Ci Linda. Wanita itu bahkan sudah tak
kuasa memeluk tubuhku. Kedua tangannya
direntangkan untuk menahan rasa nikmat yang
dirasakannya. Aku semakin menggoyang
pantatku dengan keras. Aku tahu bahwa
sebentar lagi Ci Linda akan mencapai klimaks,
namun aku juga tahu bahwa Ci Linda tak mau
kalah denganku. Aku melihat ekspresinya yang
berusaha menahan nikmat. "Terus Yo.. bentar
lagi tuh.. hihihi.." goda Tante Wiwin. Aku
tersenyum kemudian mengecup bibir wanita
yang sedang duduk di samping Ci Linda
tersebut. Tante Wiwin malah membantuku
dengan menjilat, mengisap dan mengulum
payudara dan puting Ci Linda. "Aahh.. Yoo..
sshh.." akhirnya Ci Linda meregang
kenikmatannya. Aku merasakan cairan hangat
membasahi penisku di dalam vaginanya. Aku
mendekap tubuh Ci Linda yang hangat. "Hh.. gila
kamu Yo, aku pikir bakal kamu duluan.." ujar Ci
Linda. Aku tersenyum sambil melirik ke arah
Tante Wiwin. "Ya kan berkat bantuan Tante
Wiwin.." jawabku seraya mencubit hidung Tante
Wiwin. Wanita itu memelukku. "Nah, sekarang
giliran aku lagi Yo, kamu kan belum puasin aku
dengan pentunganmu itu hihihi.. Ayo, kali ini
pasti kamu udah nggak tahan.." Tante Wiwin
menantangku bermain lagi. Tanpa diminta dua
kali aku langsung menjawab tantangannya. Aku
pun melakukan hal yang sama seperti dengan Ci
Linda tadi. Kali ini aku mengakui permainan Tante
Wiwin yang jauh lebih liar dan berpengalaman.
Akhirnya kami klimaks bersama-sama. Aku
klimaks di dalam vagina Tante Wiwin yang
hangat. Ruang santai itu memang betul-betul
hebat. Tak seorang karyawan pun yang
mengetahui apa yang baru saja kami lakukan.
Setelah puas bermain, kami bertiga mandi
bersama. Tadinya setelah mandi kami mau
melanjutkan lagi di kamar tidur Tante Wiwin.
Tapi karena sudah sore, sebentar lagi suami
Tante Wiwin pulang. Untungnya Ci Linda punya
ide untuk melanjutkan di hotel. Tante Wiwin pun
setuju, namun aku dan Ci Linda berangkat
duluan. Malam itu kami check-in di salah satu
hotel di daerah Thamrin. Aku dan Ci Linda lebih
dulu melanjutkan permainan. Satu jam
kemudian Tante Wiwin baru datang melengkapi
kenikmatan kami. Dan yang bikin aku surprise,
malam itu Tante Wiwin mengajak teman
seprofesinya yang umurnya kira-kira lebih muda
3 atau 5 tahun, namanya Tante Ida. Malam itu
aku betul-betul puas bersenang-senang dengan
mereka bertiga. Kami melepas birahi sampai jam
3 pagi. Kemudian kami tidur sampai jam 9 pagi,
lantas kembali menuntaskan permainan. Aku
betul-betul tidak menyangka kalau gara-gara
salah orang bisa sampai seperti ini. Sampai kini
aku nggak pernah ketemu dengan Fanny, teman
chat-ku. Kami pun nggak pernah SMS-an lagi.
Entah kemana perginya Fanny. Tapi yang jelas
semenjak kejadian itu, aku terus keep contact
dengan Ci Linda, Tante Wiwin dan Tante Ida.
Sekarang Ci Linda sudah menikah dan tinggal di
Australia dengan suaminya. Tapi kami masih
sering kontak. Sedangkan dengan Tante Wiwin
dan Tante Ida, aku masih terus berhubungan
untuk sesekali berbagi kenikmatan. Tadinya
mereka ingin memeliharaku sebagai gigolo,
namun aku menolak karena aku melakukannya
bukan untuk uang dan materi, tapi untuk
kesenangan saja. Kadang kalau Ci Linda sedang
di Indonesia, kami menyempatkan diri untuk
mengunjungi butik Tante Wiwin bersama-sama
untuk melepas birahi. Tempat Tante Wiwin
sering dijadikan tempat affair kami agar
suaminya tidak curiga. Oke, segitu dulu
pengalamanku. Salam manis buat Ci Linda yang
lagi hamil 3 bulan. Mudah-mudahan kesampean
dapat anak laki-laki. Buat Tante Wiwin dan Tante
Ida, thank's buat kehangatan yang diberikan.
Juga buat Fanny, my mysterious friend yang
udah membuka jalan hehehe.. Lain kali kalau ada
pengalaman yang berkesan, aku akan ceritakan
lagi di situs ini.

Tidak ada komentar: