Jumat, 16 Maret 2012

pemerkosaan tukang becak

Riska adalah seorang gadis pelajar kelas 3 di
sebuah SMU negeri terkemuka di kota YK. Gadis
yang berusia 17 tahun ini memiliki tubuh yang
sekal dan padat, kulitnya kuning langsat.
Rambutnya tergerai lurus sebahu, wajahnya
juga lumayan cantik. Dia adalah anak bungsu
dari lima bersaudara, ayahnya adalah seorang
pejabat yang kini bersama ibunya tengah
bertugas di ibukota, sedang kakak-kakaknya
tinggal di berbagai kota di pulau jawa ini karena
keperluan pekerjaan atau kuliah. Maka tinggallah
Riska seorang diri di rumah tersebut, terkadang
dia juga ditemani oleh sepupunya yang
mahasiswi dari sebuah universitas negeri
ternama di kota itu. Sebagai anak ABG yang
mengikuti trend masa kini, Riska sangat gemar
memakai pakaian yang serba ketat termasuk
juga seragam sekolah yang dikenakannya
sehari-hari. Rok abu-abu yang tingginya
beberapa senti di atas lutut sudah cukup
menyingkapkan kedua pahanya yang putih
mulus, dan ukuran roknya yang ketat itu juga
memperlihatkan lekuk body tubuhnya yang
sekal menggairahkan. Penampilannya yang
aduhai ini tentu mengundang pikiran buruk para
laki-laki, dari yang sekedar menikmati kemolekan
tubuhnya sampai yang berhasrat ingin
menggagahinya. Salah satunya adalah Parno, si
tukang becak yang mangkal di depan gang
rumah Riska. Parno, pria berusia 40 tahunan itu,
memang seorang pria yang berlibido tinggi,
birahinya sering naik tak terkendali apabila
melihat gadis-gadis cantik dan seksi melintas di
hadapannya. Sosok pribadi Riska memang
cukup supel dalam bergaul dan sedikit genit
termasuk kepada Parno yang sering
mengantarkan Riska dari jalan besar menuju ke
kediaman Riska yang masuk ke dalam gang.
Suatu sore, Riska pulang dari sekolah. Seperti
biasa Parno mengantarnya dari jalan raya
menuju ke rumah. Sore itu suasana agak
mendung dan hujan rintik- rintik, keadaan di
sekitar juga sepi, maklumlah daerah itu berada di
pinggiran kota YK. Dan Parno memutuskan saat
inilah kesempatan terbaiknya untuk
melampiaskan hasrat birahinya kepada Riska. Ia
telah mempersiapkan segalanya, termasuk lokasi
tempat dimana Riska nanti akan dikerjai. Parno
sengaja mengambil jalan memutar lewat jalan
yang lebih sepi, jalurnya agak jauh dari jalur
yang dilewati sehari-hari karena jalannya
memutar melewati areal pekuburan. “Lho koq
lewat sini Pak ?”, tanya Riska. “Di depan ada
kawinan, jadi jalannya ditutup ”, bujuk Parno
sambil terus mengayuh becaknya. Dengan
sedikit kesal Riska pun terpaksa mengikuti
kemauan Parno yang mulai mengayuh
becaknya agak cepat. Setelah sampai pada lokasi
yang telah direncanakan Parno, yaitu di sebuah
bangunan tua di tengah areal pekuburan, tiba-
tiba Parno membelokkan becaknya masuk ke
dalam gedung tua itu. “Lho kenapa masuk sini
Pak ?”, tanya Riska. “Hujan.. ”, jawab Parno
sambil menghentikan becaknya tepat di tengah-
tengah bangunan kuno yang gelap dan sepi itu.
Dan memang hujan pun sudah turun dengan
derasnya. Bangunan tersebut adalah bekas
pabrik tebu yang dibangun pada jaman belanda
dan sekarang sudah tidak dipakai lagi, paling-
paling sesekali dipakai untuk gudang warga.
Keadaan seperti ini membuat Riska menjadi
semakin panik, wajahnya mulai terlihat was-was
dan gelisah. “Tenang.. Tenang.. Kita santai dulu
di sini, daripada basah-basahan sama air hujan
mending kita basah-basahan keringat.. ”, ujar
Parno sambil menyeringai turun dari tempat
kemudi becaknya dan menghampiri Riska yang
masih duduk di dalam becak. Bagai tersambar
petir Riskapun kaget mendengar ucapan Parno
tadi. “A.. Apa maksudnya Pak ?”, tanya Riska
sambil terbengong-bengong. “Non cantik, kamu
mau ini ?” Parno tiba-tiba menurunkan celana
komprangnya, mengeluarkan penisnya yang
telah mengeras dan membesar. Riska terkejut
setengah mati dan tubuhnya seketika lemas
ketika melihat pemandangan yang belum pernah
dia lihat selama ini. “J.. Jaangan Pak.. Jangann.. ”
pinta Riska dengan wajah yang memucat.
Sejenak Parno menatap tubuh Riska yang
menggairahkan, dengan posisinya yang duduk
itu tersingkaplah dari balik rok abu- abu seragam
SMU-nya kedua paha Riska yang putih bersih itu.
Kaos kaki putih setinggi betis menambah
keindahan kaki gadis itu. Dan di bagian atasnya,
kedua buah dada ranum nampak menonjol dari
balik baju putih seragamnya yang berukuran
ketat. “Ampunn Pak.. Jangan Pak.. ”, Riska mulai
menangis dalam posisi duduknya sambil
merapatkan badan ke sandaran becak, seolah
ingin menjaga jarak dengan Parno yang semakin
mendekati tubuhnya. Tubuh Riska mulai
menggigil namun bukan karena dinginnya udara
saat itu, tetapi tatkala dirasakannya sepasang
tangan yang kasar mulai menyentuh pahanya.
Tangannya secara refleks berusaha menampik
tangan Parno yang mulai menjamah paha Riska,
tapi percuma saja karena kedua tangan Parno
dengan kuatnya memegang kedua paha Riska.
“Oohh.. Jangann.. Pak.. Tolongg.. Jangann.. ”,
Riska meronta-ronta dengan menggerak-
gerakkan kedua kakinya. Akan tetapi Parno
malahan semakin menjadi-jadi, dicengkeramnya
erat-erat kedua paha Riska itu sambil merapatkan
badannya ke tubuh Riska. Riska pun menjadi
mati kutu sementara isak tangisnya menggema
di dalam ruangan yang mulai gelap dan sepi itu.
Kedua tangan kasar Parno mulai bergerak
mengurut kedua paha mulus itu hingga
menyentuh pangkal paha Riska. Tubuh Riska
menggeliat ketika tangan-tangan Parno mulai
menggerayangi bagian pangkal paha Riska, dan
wajah Riska menyeringai ketika jari- jemari
Parno mulai menyusup masuk ke dalam celana
dalamnya. “Iihh..”, pekikan Riska kembali
menggema di ruangan itu di saat jari Parno ada
yang masuk ke dalam liang vaginanya. Tubuh
Riska menggeliat kencang di saat jari itu mulai
mengorek- ngorek lubang kewanitaannya.
Desah nafas Parno semakin kencang, dia
nampak sangat menikmati adegan ‘pembuka’ ini.
Ditatapnya wajah Riska yang megap-megap
dengan tubuh yang menggeliat-geliat akibat jari
tengah Parno yang menari-nari di dalam lubang
kemaluannya. “Cep.. Cep.. Cep..”, terdengar
suara dari bagian selangkangan Riska. Saat ini
lubang kemaluan Riska telah banjir oleh cairan
kemaluannya yang mengucur membasahi
selangkangan dan jari- jari Parno. Puas dengan
adegan ‘pembuka’ ini, Parno mencabut jarinya
dari lubang kemaluan Riska. Riska nampak
terengah-engah, air matanya juga meleleh
membasahi pipinya. Parno kemudian menarik
tubuh Riska turun dari becak, gadis itu
dipeluknya erat-erat, kedua tangannya
meremas-remas pantat gadis itu yang sintal
sementara Riska hanya bisa terdiam pasrah,
detak jantungnya terasa di sekujur tubuhnya
yang gemetaran itu. Parno juga menikmati
wanginya tubuh Riska sambil terus meremas
remas pantat gadis itu. Selanjutnya Parno mulai
menikmati bibir Riska yang tebal dan sensual itu,
dikulumnya bibir itu dengan rakus bak
seseorang yang tengah kelaparan melahap
makanan. “Eemmgghh.. Mmpphh..”, Riska
mendesah-desah di saat Parno melumat
bibirnya. Dikulum-kulum, digigit-gigitnya bibir
Riska oleh gigi dan bibir Parno yang kasar dan
bau rokok itu. Ciuman Parno pun bergeser ke
bagian leher gadis itu. “Oohh.. Eenngghh..”,
Riska mengerang-ngerang di saat lehernya
dikecup dan dihisap- hisap oleh Parno.
Cengkeraman Parno di tubuh Riska cukup kuat
sehingga membuat Riska sulit bernafas apalagi
bergerak, dan hal inilah yang membuat Riska
pasrah di hadapan Parno yang tengah
memperkosanya. Setelah puas, kini kedua
tangan kekar Parno meraih kepala Riska dan
menekan tubuh Riska ke bawah sehingga
posisinya berlutut di hadapan tubuh Parno yang
berdiri tegak di hadapannya. Langsung saja oleh
Parno kepala Riska dihadapkan pada penisnya.
“Ayo.. Jangan macam-macam non cantik.. Buka
mulut kamu ”, bentak Parno sambil menjambak
rambut Riska. Takut pada bentakan Parno, Riska
tak bisa menolak permintaannya. Sambil terisak-
isak dia sedikit demi sedikit membuka mulutnya
dan segera saja Parno mendorong masuk
penisnya ke dalam mulut Riska. “Hmmphh..”,
Riska mendesah lagi ketika benda menjijikkan itu
masuk ke dalam mulutnya hingga pipi Riska
menggelembung karena batang kemaluan Parno
yang menyumpalnya. “Akhh..” sebaliknya Parno
mengerang nikmat. Kepalanya menengadah
keatas merasakan hangat dan lembutnya rongga
mulut Riska di sekujur batang kemaluannya
yang menyumpal di mulut Riska. Riska
menangis tak berdaya menahan gejolak nafsu
Parno. Sementara kedua tangan Parno yang
masih mencengkeram erat kepala Riska mulai
menggerakkan kepala Riska maju mundur,
mengocok penisnya dengan mulut Riska. Suara
berdecak-decak dari liur Riska terdengar jelas
diselingi batuk-batuk. Beberapa menit lamanya
Parno melakukan hal itu kepada Riska, dia
nampak benar-benar menikmati. Tiba-tiba badan
Parno mengejang, kedua tangannya
menggerakkan kepala Riska semakin cepat
sambil menjambak- jambak rambut Riska.
Wajah Parno menyeringai, mulutnya
menganga, matanya terpejam erat dan..
“Aakkhh..”, Parno melengking, croot.. croott..
crroott.. Seiring dengan muncratnya cairan putih
kental dari kemaluan Parno yang mengisi mulut
Riska yang terkejut menerima muntahan cairan
itu. Riska berusaha melepaskan batang penis
Parno dari dalam mulutnya namun sia- sia,
tangan Parno mencengkeram kuat kepala Riska.
Sebagian besar sperma Parno berhasil masuk
memenuhi rongga mulut Riska dan mengalir
masuk ke tenggorokannya serta sebagian lagi
meleleh keluar dari sela-sela mulut Riska. “Ahh”,
sambil mendesah lega, Parno mencabut batang
kemaluannya dari mulut Riska. Nampak batang
penisnya basah oleh cairan sperma yang
bercampur dengan air liur Riska. Demikian pula
halnya dengan mulut Riska yang nampak basah
oleh cairan yang sama. Riska meski masih dalam
posisi terpaku berlutut, namun tubuhnya juga
lemas dan shock setelah diperlakukan Parno
seperti itu. “Sudah Pak.. Sudahh.. ” Riska
menangis sesenggukan, terengah- engah
mencoba untuk ‘bernego’ dengan Parno yang
sambil mengatur nafas berdiri dengan gagahnya
di hadapan Riska. Nafsu birahi yang masih
memuncak dalam diri Parno membuat
tenaganya menjadi kuat berlipat- lipat kali, apalagi
dia telah menenggak jamu super kuat demi
kelancaran hajatnya ini sebelumnya. Setelah
berejakulasi tadi, tak lama kemudian nafsunya
kembali bergejolak hingga batang kemaluannya
kembali mengacung keras siap menerkam
mangsa lagi. Parno kemudian memegang tubuh
Riska yang masih menangis terisak-isak. Riska
sadar akan apa yang sebentar lagi terjadi
kepadanya yaitu sesuatu yang lebih mengerikan.
Badan Riska bergetar ketika Parno menidurkan
tubuh Riska di lantai gudang yang kotor itu, Riska
yang mentalnya sudah jatuh seolah tersihir
mengikuti arahan Parno. Setelah Riska terbaring,
Parno menyingkapkan rok abu-abu seragam
SMU Riska hingga setinggi pinggang. Kemudian
dengan gerakan perlahan, Parno memerosotkan
celana dalam putih yang masih menutupi
selangkangan Riska. Kedua mata Parno pun
melotot tajam ke arah kemaluan Riska. Kemaluan
yang merangsang, ditumbuhi rambut yang tidak
begitu banyak tapi rapi menutupi bibir
vaginanya, indah sekali. Parno langsung saja
mengarahkan batang penisnya ke bibir vagina
Riska. Riska menjerit ketika Parno mulai menekan
pinggulnya dengan keras, batang penisnya yang
panjang dan besar masuk dengan paksa ke
dalam liang vagina Riska. “Aakkhh..”, Riska
menjerit lagi, tubuhnya menggelepar mengejang
dan wajahnya meringis menahan rasa pedih di
selangkangannya. Kedua tangan Riska
ditekannya di atas kepala, sementara ia dengan
sekuat tenaga melesakkan batang kemaluannya
di vagina Riska dengan kasar dan bersemangat.
“Aaiihh..”, Riska melengking keras di saat dinding
keperawanannya berhasil ditembus oleh batang
penis Parno. Darah pun mengucur dari sela-sela
kemaluan Riska. “Ohhss.. Hhsshh.. Hhmmh..
Eehhghh..” Parno mendesis nikmat. Setelah
berhasil melesakkan batang kemaluannya itu,
Parno langsung menggenjot tubuh Riska dengan
kasar. “Oohh.. Oogghh.. Oohh..”, Riska
mengerang-ngerang kesakitan. Tubuhnya
terguncang-guncang akibat gerakan Parno yang
keras dan kasar. Sementara Parno yang tidak
peduli terus menggenjot Riska dengan bernafsu.
Batang penisnya basah kuyup oleh cairan vagina
Riska yang mengalir deras bercampur darah
keperawanannya. Sekitar lima menit lamanya
Parno menggagahi Riska yang semakin
kepayahan itu, sepertinya Parno sangat
menikmati setiap hentakan demi hentakan dalam
menyetubuhi Riska, sampai akhirnya di menit
ke-delapan, tubuh Parno kembali mengejang
keras, urat-uratnya menonjol keluar dari
tubuhnya yang hitam kekar itu dan Parno pun
berejakulasi. “Aahh..” Parno memekik panjang
melampiaskan rasa puasnya yang tiada tara
dengan menumpahkan seluruh spermanya di
dalam rongga kemaluan Riska yang tengah
menggelepar kepayahan dan kehabisan tenaga
karena tak sanggup lagi mengimbangi gerakan-
gerakan Parno. Dan akhirnya kedua tubuh itupun
kemudian jatuh lunglai di lantai diiringi desahan
nafas panjang yang terdengar dari mulut Parno.
Parno puas sekali karena telah berhasil
melaksanakan hajatnya yaitu memperkosa gadis
cantik yang selama ini menghiasi pandangannya
dan menggoda dirinya. Setelah rehat beberapa
menit tepatnya menjelang Isya, akhirnya Parno
dengan becaknya kembali mengantarkan Riska
yang kondisinya sudah lemah pulang ke
rumahnya. Karena masih lemas dan akibat rasa
sakit di selangkangannya, Riska tak mampu lagi
berjalan normal hingga Parno terpaksa
menuntun gadis itu masuk ke dalam rumahnya.
Suasana di lingkungan rumah yang sepi
membuat Parno dengan leluasa menuntun
tubuh lemah Riska hingga sampai ke teras
rumah dan kemudian mendudukkannya di kursi
teras. Setelah berbisik ke telinga Riska bahwa dia
berjanji akan datang kembali untuk menikmati
tubuhnya yang molek itu, Parno pun kemudian
meninggalkan Riska dengan mengayuh
becaknya menghilang di kegelapan malam,
meninggalkan Riska yang masih terduduk lemas
di kursi teras rumahnya.

Tidak ada komentar: